Kapolri: Demokrasi Kita Mengarah Liberal

Kapolri Jenderal Tito Karnavian/tribratanews

Koran Sulindo – Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menilai demokrasi di Indonesia saat ini mengarah liberal, yang bisa berbahaya karena karena demokrasi akan diterjemahkan boleh berbuat apa saja semaunya.

“Indikatornya, bagaimana kebebasan berpendapat di muka umum, kebebasan berekspresi, freedom, dibuka terlalu luas, terlalu lebar,” kata Kapolri, dalam Simposium Nasional “Bangkit Bergerak, Pemuda Indonesia Majukan Bangsa”, di Balai Kartini, Jakarta, Senin (14/8), seperti dikutip ntmcpolri.info.

Arah demokrasi seperti ini harus diperhatikan karena lapisan masyarakat kelas bawah berjumlah paling banyak.

Kapolri khawatir kelompok masyarakat ini digunakan sebagai alat untuk mengganggu jalannya pemerintahan.

“Kalau ini dibiarkan tentu akan terjadi konflik vertikal, yaitu keinginan kelas bawah yang ingin instan mencapai kesejahteraan. Sehingga siapa pun pemimpinnya akan dituntut, baru 2 tahun, 3 tahun, mereka akan menyalahkan pemimpinnya,” kata Tito.

Menurut Tito, demokrasi setelah proses reformasi 1998 tetap berpijak pada nilai-nilai Pancasila.

“Jangan sampai salah arah setelah reformasi, ini kita lihat terapkan demokrasi. Pertanyaannya, apakah sistem demokrasi saat ini masih berpijak Pancasila atau bukan?” kata Tito.

Berpotensi Jadi Superpower

Pada kesempatan lain, Kapolri mengatakan saat ini dunia penuh dengan persaingan. Menurut Tito, seharusnya Indonesia sebagai bangsa yang besar juga bisa menguasai negara lain.

“Untuk menjadi negara superpower yang bisa berkuasa dominan di dunia adalah penduduknya besar, sumber daya alamnya besar dan luas wilayahnya. Tidak banyak negara memiliki syarat itu. Indonesia salah satunya yang memiliki potensi,” kata Tito.

Menurut Tito, Indonesia bisa jadi negara super power jika masyarakatnya bersatu dan tidak meributkan hal-hal yang tidak penting. Saat ini masih banyak masyarakat yang berputar-putar membicarakan soal suku dan agama.

“Langkahnya solid jangan lagi bicara cakar-cakaran, tidak bicara misalnya agama ini dan agama itu, tidak bicara mengenai suku ini dan suku itu, tidak bicara keturunan ini dan keturunan itu, Semua harus satu pada sebagaimana Sumpah Pemuda. Kalau terus ribut ya enggak unggul, nanti menjadi bangsa yang kalah dan dikuasai bangsa lainnya,” kata Tito. [DAS]