KASUS Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan kedok mahasiswa magang ke Jerman terungkap melibatkan 33 kampus di Indonesia termasuk Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Jambi (Unja). Jumlah korban yang terdata sementara ini berjumlah 1.047 orang dari berbagai kampus.
Pihak pemerintah menyatakan program magang itu tidak terkait dengan program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset da Teknologi. Selanjutnya kemungkinan 33 kampus itu terancam sanksi baik pidana maupun administratif.
“Kami sedang melakukan kajian ini (sanksi). Ini kami terus melakukan koordinasi dengan Kabareskrim, juga difasilitasi Kantor Staf Presiden (KSP),” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Abdul Haris di Jakarta, Rabu (27/3).
Program ferien job dianggap tidak memenuhi kriteria yang dapat dikategorikan dalam kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan telah diperjelas sejak 27 Oktober 2023 melalui Surat Edaran Dirjen Diktiristek.
Di sisi lain, dalam program magang ke Jerman itu tidak ditemukan adanya muatan pembelajaran dan peningkatan kompetensi mahasiswa sehingga Kemendikbudristek pada Oktober lalu telah menegaskan kegiatan ini bertentangan dengan nilai-nilai atau kriteria MBKM.
Pihak kampus UNJ mengaku program magang Ferienjob ini awalnya diketahui pihak kampus setelah dikenalkan oleh PT SHB dan CV Gen. Oleh karena itu, UNJ menyiapkan jalur hukum terkait kerugian yang dialami oleh pihak kampus. Terdapat 93 Mahasiswa UNJ yang menjadi korban magang ke Jerman tersebut.
“UNJ akan melakukan langkah hukum pelaporan atas kerugian materiil maupun immaterial yang dilakukan oleh SS, PT SHB, dan CV-Gen,” tulis Sekretaris Edura UNJ, Syaifudin dalam laman resmi UNJ www.unj.ac.id.
Namun belakangan diketahui bahwa PT SHB dan CV-GEN melakukan pelanggaran prosedur. UNJ menyebut mahasiswanya telah menjadi korban.
“UNJ baik pimpinan dan mahasiswa yang berpartisipasi dalam Program Magang Internasional di Jerman sungguh telah menjadi korban dan merasa diperlakukan dengan tidak adil dan tidak jujur, baik oleh SS, PT SHB, dan CV-Gen,” kata Safiudin.
Pengungkapan kasus TPPO
Kasus TPPO berkedok magang ke Jerman diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri atas dasar laporan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Jerman.
Menurut Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan KBRI di Jerman terkait empat mahasiswa yang mendatangi KBRI karena program magang itu.
“Para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi,” ujar Djuhandhani.
Sementara telah ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, terdiri atas tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki.
Tersangka perempuan, yakni ER alias EW (39), A alias AE (37) dan AJ (52). Sedangkan laki-laki, inisial AS (65) dan MZ (60). Dua dari lima tersangka saat ini masih berada di Jerman (ER dan A). Beberapa dari tersangka merupakan pihak kampus.
Terkait kronologi kasus ini, Djuhandhani menjelaskan, dari keterangan keempat mahasiswa yang mengikuti program ferien job di Jerman, dilakukan pendalaman.
“Hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman,” ungkapnya.
Informasi dari KBRI di Jerman ditindaklanjuti oleh penyidik Satgas TPPO Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Dari hasil penyidikan terungkap beberapa fakta, yakni mahasiswa awal mula mendapat sosialisasi program magang ke Jerman dari CV GEN dan PT SHB.
Pada saat pendaftaran, mahasiswa dibebankan membayar uang pendaftaran Rp150 ribu ke rekening atas nama CV GEN dan juga membayar sebesar 150 Euro (sekitar 250 ribu lebih) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
“Karena korban sudah diterima di agency runtime yang berada di Jerman dan waktu pembuatannya selama kurang lebih dua minggu,” ujarnya.
Setelah LOA tersebut terbit, para mahasiswa yang menjadi korban diminta membayar sebesar 200 Euro (sekitar Rp3,5 juta) kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama 1-2 bulan.
Selain itu, para mahasiswa dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta- Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
Tidak hanya sampai di situ, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.
Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferien job tersebut dalam kurun waktu selama tiga bulan dari bulan Oktober 2023 sampai dengan Desember 2023.
Selain itu, diungkap pula bahwa program magang ferien job tersebut masuk dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang menjanjikan dapat dikonversikan ke 20 satuan kredit semester (SKS). Hal ini tertuang dalam MoU yang ditantangank oleh PT SHB menjalin kerja sama dengan universitas. [DES]