Koran Sulindo – Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan Pemerintah Indonesia siap melawan kebijakan perang dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
“Kalau dia menghalangi crude palm oil kita masuk ke Amerika, maka tentu kita juga mengurangi impor kedelai dan impor terigu dari Amerika Serikat. Harus begitu. Kita mengimpor kedelai, jagung, Boeing, gandum. Pesawat saja ada berapa yang kita beli dari sana?” kata Wapres Kalla, di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Kamis (8/3/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Kalla, kebijakan perang dagang yang diterapkan Presiden Trump dengan alasan melindungi produk-produk dalam negeri itu juga mendapat tentangan dari negara-negara lain.
Trump memantik perang dagang dengan negara-negara asing dengan mulai menerapkan tarif 25 persen untuk produk impor baja dan 10 persen untuk produk alumunium.
“Ini akan menjadi masalah nanti apabila perang dagang yang dibuat oleh Trump menjadi-jadi. Bisa banyak negara lain untuk membalasnya di bidang pertanian, misalnya,” katanya.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan potensi terjadinya perang dagang apabila pemerintah AS jadi menerapkan tarif pada impor baja dan alumunium.
“Sejarah dunia menunjukkan kalau terjadi perang dagang pasti dampaknya buruk terhadap ekonomi dunia,” kata Menkeu.
Menurut Menkeu, seluruh dunia menantikan kepastian dari rencana yang juga berpotensi membuat negara-negara yang selama ini mempunyai hubungan dagang saling membalas dari sisi tarif.
“Kami lihat saja dulu, dinamika mengenai kebijakan itu sedang diperdebatkan antara Presiden Trump dengan kongres dan senat,” kata Sri.
Kementan
Sementara itu, Kalla menyesalkan data pertanian Kementerian Pertanian seringkali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, sehingga berpengaruh pada kebijakan pemerintah terkait pangan.
“Selain meningkatkan produktivitas, tentu juga kita harus memperbaiki data-data kita. Hampir semua data pertanian, kadang-kadang tidak sesuai lapangan. Ada Menteri Pertanian di sini yang tidak pernah berkantor tapi selalu di lapangan,” kata Kalla, saat membuka KTT Ke-4 Keamanan Pangan Jakarta, di Jakarta Convention Center, Kaamis (8/3/2018).
Kekeliruan data pertanian itu misalnya ketika mengukur jumlah produksi beras di dalam negeri karena kelangkaan beras dan untuk menentukan kebijakan impor beras di Tanah Air.
“BPS masih bingung untuk menentukan berapa produksi tahun ini. Sering saya katakan kepada menteri pertanian, produksi itu sama dengan konsumsi ditambah ekspor dikurangi impor,” katanya.
Menurut Kalla, konsumsi beras penduduk Indonesia rata-rata per orang 114 kilogram per tahun, paling tinggi di antara negara-negara kawasan Asia.
Berdasarkan hasil uji coba Kalla, pada maret 2015, pemerintah menemukan angka konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 114 kilogram per kapita per tahun. Artinya, dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa, maka total konsumsi beras nasional sebanyak 28 juta ton per tahun.
“Oleh karena itu, tugas menteri pertanian jauh lebih besar dari sekarang. Walaupun statistik mengatakan tinggi, tapi tentu konsumsi tidak seperti itu. Itu penting untuk bersama-sama dikerjakan dan data juga perlu kita perbaiki,” kata Kalla. [DAS]