Koran Sulindo – Industri tenun dan batik mampu memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional, dengan nilai ekspor yang mencapai US$ 151,7 juta sepanjang tahun 2016 lalu. Informasi ini disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sambutannya pada pembukaan pameran Adiwastra Nusantara 2017 di Jakarta, Rabu (5/4). “Sebagai kontributor bagi pertumbuhan industri kreatif, para pengrajin kain tradisional asli Indonesia tersebut didorong untuk terus meningkatkan produktivitas dan inovasi agar lebih berdaya saing di pasar domestik dan internasional,” tuturnya.
Diungkapkan Airlangga, kementeriannya tengah memacu kinerja industri padat karya berorientasi ekspor. Karena, industri seperti itu mampu memberikan efek berganda bagi pemerataan kesejahteraan masyarakat, antara lain melalui penyerapan tenaga kerja.
Melalui keterangan tertulis, Airlangga menyampaikan pihaknya telah menetapkan sepuluh industri padat karya dan berorientasi ekspor yang diprioritaskan pengembangannya pada tahun 2017 ini, salah satunya industri kreatif. Yang lainnya adalah industri alas kaki, industri makanan dan minuman, industri furnitur kayu dan rotan, industri elektronika dan telematika, industri barang jadi karet, industri farmasi, kosmetik dan obat tradisional, industri aneka, industri pengolahan ikan dan rumput laut, serta industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Sejak beberapa tahun lampau, industri TPT memang merupakan salah satu komponen utama pembangunan industri nasional, yang memiliki tiga peran penting, yaitu penyumbang devisa ekspor nonmigas, penyerapan tenaga kerja, dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Industri TPT juga menjadi industri penyedia lapangan kerja yang cukup besar di Tanah Air, terutama industri pakaian jadi (garmen). Tenaga kerja yang terserap oleh industri skala besar dan menengah pada tahun 2012 saja sebanyak 1,53 juta orang di sektor TPT dan sekitar 520 ribu orang di sektor pakaian jadi (garmen).
Sementara itu, menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), pada tahun 2011 pertumbuhan industri TPT sebesar 7,5% atau berada di atas rata-rata pertumbuhan industri manufaktur yang sekitar 6,2%. Pada tahun 2012, pertumbuhan industri TPT masih positif, meskipun nilainya lebih rendah dari tahun 2011 sebesar 4,19% atau sedikit berada di bawah rata-rata pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5,73%.
Industri garmen juga turut menjadi salah satu penyumbang devisa ekspor tertinggi,
dengan nilai ekspor dalam kurun waktu lima tahun terakhir selalu mencapai US$ 6 miliar. Pada tahun 2012 saja, nilai ekspor industri garmen mencapai US$ 7,18 miliar atau 57,65% dari total ekspor TPT nasional.
“Pada tahun 2013, nilai ekspornya mencapai US$ 7,30 miliar atau hampir 60 persen dari total ekspor tekstil dan produk tekstil nasional,” kata Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Harjanto, Mei 2013 lalu.
Di industri tekstil, garmen memang menjadi bagian yang memberikan sumbangan terbesar. Saat ini, dari sebanyak 1,5 juta tenaga kerja yang diserap oleh industri tekstil berskala besar dan menengah, sekitar sepertiga atau 500.000 orang di antaranya diserap oleh industri garmen.
Ketua Harian Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (APGAI), Suryadi Sasmita, pada Juni 2013 lalu mengungkapkan, pasar garmen pada triwulan I 2013 mencapai US$ 3,3 miliar, meningkat dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$ 2,8 miliar.