Koran Sulindo – Kampanye Pemilihan Umum 2019 yang sangat panjang dinilai berpotensi menimbulkan gesekan. Terlebih gejala dan tanda-tandanya bisa dilihat dalam beberapa bulan terakhir. Karena itu, mahasiswa diminta mampu menjadi penengah atas situasi yang mengkhawatirkan itu.
Ketua Umum PP Pemudah Muhammadiyah Sunanto mengatakan, pihaknya mengkhawtirkan akan adanya gesekan tajam dari proses demokrasi lima tahunan ini. Itu sebabnya, dalam Halaqah Kebangsaan di Sumatera Barat, Cak Nanto, demikian panggilan akrabnya, mengajak Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai penengah dan solusi atas masalah tersebut.
“Bukan malah menjadi bagian dari probelm itu sendiri,” kata Cak Nanto dalam keterangan resminya di Jakarta.
Halaqah Kebangsaan yang digelar IMM Sumatera Barat itu dimaksudkan untuk memberi pemahaman dan pencerahan mengenai Pemilu 2019. Selain Cak Nanto, pembicara lain yang diundang adalah Ketua PW Muhammadiyah Sumbar Buya Sofyan Karim, Ketua KPU Sumbar Izwaryani, Ketua Bawaslu Sumbar Vifner, Kapolda Sumbar Zulfrinaldi atau yang mewakili dan Ketum DPP IMM Riyan Netra Delza.
Halaqah Kebangsaan tersebut diselenggarakan di Aula Gubernur Sumatera Barat dengan tema “Masyarakat Cerdas, Pemilu Berkualitas Menuju Sumatera Barat Berkemajuan”. Juga diikuti kader-kader IMM dari seluruh Sumatera Barat. Dikatakan Cak Nanto, dalam tahun-tahun ini tampaknya semakin sulit mencari figur teladan sekaligus panutan.
Ibarat permainan sepak bola, semua pihak turun ke lapangan dan menjadi pemain. Mereka yang sudah melekat sebagai ulama misalnya, dimana netralitasnya dikenal tinggi, banyak yang memutuskan menjadi calon anggota legislatif. Kalaupun tidak, mereka setidak-tidaknya menjadi anggota tim sukses calon tertentu dalam Pilpres 2019.
“Kalau semua jadi pemain, siapa wasitnya, tidak ada yang mau jadi wasit. Sekarang itu agak kesusahan mencari negarawan, figur panutan semua umat,” katanya.
Jika ulamanya menjadi caleg atau timses, Cak Nanto khawatir figur panutan di tengah masyarakat itu mempertontonkan sesuatu yang kurang baik. Belum lagi stempel yang dialamatkan kepadanya oleh masyarakat. Sebab belum apa-apa, ketika datang ke suatu acara sudah mendapatkan label/persepsi dari masyarakat.
“Wah ulama ini kan sudah bela yang sebelah, persepsinya jadi begitu,” kata Cak Nanto.
Pria kelahiran Sumenep, Madura, itu mendorong kader-kader Muhammadiyah, khususnya Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah, untuk mengisi kekosongan yang ada. Dengan hadir menjadi penengah sekaligus solusi dari potensi konflik yang ada.
Di samping itu, Cak Nanto mengingatkan agar sesama kader mensukseskan Pemilu 2019. Caranya dengan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada hari waktunya pemungutan suara yang digelar 17 April 2019. Sebab melalui kotak suara itulah masa depan bangsa dipertaruhkan.
Baginya, wajib hukumnya datang ke TPS. Apabila pada hari pencoblosan tidak memungut suara maka ia khawatir yang terpilih bukan orang yang mempunyai pemahaman, kapasitas dan kapabilitas dalam menangani problem-problem kebangsaan.
“Bagi saya, wajib hukumnya teman-teman hadir ke TPS. Bukan selesai pada proses (pengawasan) ini, dengan datang kita bisa menagih janjinya apa yang harus diwujudkan ketika terpilih,” kata Cak Nanto. [KRG]