Jokowi Tiga Kali

Joko Widodo mencium bendera Merah Putih seusai diumumkan sebagai Capres PDI Perjuangan, di Rumah Pitung, Marunda, Jakarta Utara (14/3/2014). Jokowi saat itu mengatakan siap menerima mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk maju sebagai Calon Presiden pada Pemilihan Presiden tahun 2014/ANTARA FOTO/ Tempo-Imam Sukamto

Koran Sulindo – Apa yang dialami pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini adalah penderitaan terbesar yang pernah dialami Indonesia sepanjang masa, seperti pernyataannya sendiri, lebih berat daripada krisis moneter (Krismon) atau krisis ekonomi yang melanda tanah air pada 1997-1998.

Sekarang pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah ditunda juga gara-gara Covid-19, dan bukan tidak mungkin ditunda lagi jika pandemi ini belum juga reda. Jadi kapan Jokowi kerja menjadi presiden selain mengurusi Covid?

Kasih dong dia kesempatan menunaikan janji-janjinya dan menjalankan programnya dalam kampanye dulu.

Akibat Covid, Pilkada ditunda. Pertanyaannya kapan sih Covid ini hilang. Sampai hari ini juga obatnya belum ada. Yang ada hanya klaim menemukan obat, tapi tetap belum ada obat yang bisa menyembuhkan.

Kalau ini tidak usai-usai kita harus siap-siap hidup berdampingan dengan Covid, seperti juga kita hidup berdampingan dengan penyakit jantung atau kanker. Apalagi kanker, itu penyakit yang tidak bisa diduga-duga tapi tahu-tahu datang. Covid masih lumayan kita ketahui penyebabnya, kalau kanker? Toh kita bisa juga hidup berdampingan dengan kanker.

Kita melihat keadaan ekonomi sekarang di mana semua orang, semua pikiran, semua energi, lebih tercurahkan kepada bagaimana cara mengatasi Covid. Baik bupati, walikota, gubernur, polisi, hingga presiden, menghadapi hal yang sama.

Khusus untuk pejabat publik kan harus melalui suatu proses pemilihan. Tapi apakah mungkin dalam keadaan seperti ini bisa dilakukan pemilihan?

Bersyukurlah Pilkada sudah ditunda dari September ke Desember. Tapi hingga bulan Juli ini kita tidak menyaksikan Covid ini mereda. Kita berharap, semua pasti berharap, September nanti Covid ini sudah hilang, jadi ada waktu cukup sebanyak 3 bulan untuk berkampanye untuk Pilkada Desember.

Tapi kalau ternyata meningkat bagaimana?

Kedua, andaikan Covid selesai bulan September, tapi sisa-sisa dari upaya penanganan Covid hingga berbulan-bulan ini betul-betul sudah merusak tatanan perekonomian dan pemerintahan, baik dari darah hingga ke pusat. Kasihan juga para bupati dan gubernur yang incumbent kalau mereka harus berkampanye dalam keadaan habis-habisan seperti sekarang ini, menghadapi ekonomi yang melemah, rakyat yang kesejahteraannya menurun, dan itu bukan kesalahan mereka tapi karena adanya bencana ini.

Sudah begitu mereka harus mendadak harus diadu lagi dalam pemilihan.

Rasanya kurang tepat. Akan terasa lebih tepat jika waktunya ditunda lagi.

Tapi kalau Desember belum selesai juga, apa iya harus kita paksakan? Ini yang harus kita pikirkan matang-matang.

Begitu juga dengan pemilihan presiden (Pilpres). Rasanya tidak adil jika Jokowi pada tahun-tahun 2022-2023 nanti kita bandingkan dengan janji-janji politiknya yang cukup banyak, dari janji-janji ekonomi, janji infrastruktur, dan sebagainya yang notabene sudah hampir satu tahun ini tidak bisa dilaksanakan dengan penuh. Semuanya terkikis dengan permasalahan Covid. Anggaran juga terkikis bencana tersebut.

Kapan dan bagaimana Jokowi bisa melaksanakan janji dan programnya?

Kesatu, waktunya tidak ada. Kedua tenaganya tidak ada. Dan ketiga anggarannya tersedot ke Covid semua.

Lantas bagaimana bisa kita menilai Jokowi kalau begitu. Saya kira kita tidak bisa menilai dia secara fair. Karena itu kita harus beri waktu pada dia untuk membuktikan janji-janji politiknya, dalam keadaan yang normal, bukan seperti dalam keadaan saat seperti sekarang ini.

Jokowi mestinya paling tidak ditambah waktu memerintah setahun lagi hingga 2025. Sama panjangnya seperti Covid telah menyitanya setahun terakhir. Atau paling bagusnya Jokowi kita beri kesempatan 3 kali.

Dalam hal ini, apakah itu melanggar undang-undang? Lha negara yang disebut raja demokrasi saja, Amerika Serikat, Presiden Roosevelt bisa menjabat 3 kali karena keadaan saat itu sedang krisis akibat perang dunia kedua.

Krisis Covid ini lebih besar daripada perang dunia kedua, masak kita tidak bisa memberikan privilige atau pengecualian (exception) pada Jokowi agar bisa menjabat hingga 3 kali?

Siapa yang diuntungkan kalau Jokowi 3 kali? Rakyat kecil yang paling diuntungkan, karena program pembangunan berjalan sebagaimana yang lalu, yang telah teruji dan terbukti, terutama di proyek infrastruktur seperti jalan, kereta api, airport, tol laut, dan lain-lain.

Untuk Jokowi sendiri, perpanjangan itu tidak ada benefitnya kecuali pengabdian. Dia toh sudah 2 kali jadi presiden [Emir Moeis]