Jokowi, PKI, dan Gebuk, Sekali Lagi

Presiden Joko Widodo/AFP

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo mengatakan, sekali lagi, akan langsung menggebuk Partai Komunis Indonesia (PKI) jika muncul kembali. Kata “Gebuk” bukan kali pertama, dan mungkin bukan yang terakhir diucapkan Jokowi. Namun dalam konteks isu PKI yang dihembuskan ke arah dia, ini kali ketiga menggunakannya.

“Kalau ada tunjukkan pada kita, tunjukkan pada saya, saya akan gebuk detik itu juga,” kata Presiden Jokowi, dalam acara Kajian Ramadan 1438 Hijriah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, di Universitas Muhammadiyah Malang Dome, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Sabtu (3/6), seperti dikutip Antaranews.com.

Jokowi mengatakan beredar isu yang menyebut saat ini PKI bangkit lagi.

“Pertanyaannya di mana? Di mana? Karena jelas, sudah jelas, di konstitusi kita jelas, Tap MPR bahwa PKI, komunis, dilarang di negara kita Indonesia,” kata Jokowi.

Menurut Jokowi, keberadaan PKI saat ini dibuat seolah-olah ada lagi, dan dia dinilai melindungi.

“Sudah dikarang, kok. Apalagi, disorongkan kepada saya, seolah saya melindungi. Melindunginya di mana?” tanya Jokowi.

Saat PKI dibubarkan dia masih berumur sekitar 4 tahun.

“Ini enggak logis, lalu ditarik orang tua saya,” kata presiden kelahiran Surakarta pada 21 Juni 1961 yang  saat masih bayi diberi nama Mulyono, tapi karena sering sakit-sakitan, namanya diganti menjadi seperti sekarang.

Jokowi menegaskan bahwa pada era keterbukaan seperti saat ini, informasi apa pun tidak bisa disembunyikan.

“Mengecek kan gampang sekarang. Muhammadiyah punya, di Solo juga ada. Dicek saja, orang tua kita tinggal di mana? Di kampung mana? Di desa mana? Kakek nenek kita siapa saja bisa dicek. Sangat mudah pada era keterbukaan sekarang ini,” katanya.

Jokowi mengaku sebenarnya malas menanggapi isu tersebut.

“Akan tetapi, karena sekarang ada kesempatan saya ngomonglah. Karena ini forum besar,” katanya.

Bukan Kali Pertama

Kali pertama Jokowi berbicara tentang PKI dan Gebuk adalah pada 17 Mei lalu, di depan  puluhan Pemimpin Redaksi di Istana Jakarta, Jokowi sudah meminta tak lagi bicara tentang isu-isu kehadiran PKI dan dia dikaitkan dengan partai yang dibubarkan rezim Orde Baru melalui Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 itu.

“Jangan bicara isu-isu PKI. Kalau ada gebuk saja. Tap MPRS kan jelas. Orang tua saya kan jelas. Asal usul keluarga jelas. Kalau ada yang bicara saya itu PKI, itu yang tidak jelas. Jengkel saya,” kata Jokowi, saat itu.

Saat itu salah seorang Pemred mempertanyakan penggunaan kata gebuk, Jokowi mengatakan kata itu yang paling pas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata gebuk berarti pukul, memukul (dengan pemukul yang berat atau besar).

“Indonesia adalah negara demokrasi sekaligus negara hukum. Kalau ada keluar dari koridor itu, yang pas istilahnya ya digebuk. Kalau pakai kata jewer, nanti dibilang Presiden tidak tegas.”

Jokowi mengakui mengidentifikasi faktor-faktor penyebab gonjang-ganjing politik setelah Pilgub DKI Jakarta. Salah satunya, ketidakpuasan kelompok yang terganggu kepentingan bisnisnya.

“Saya tahu ada yang terganggu ketika Petral dibubarkan. Saya juga tahu ada yang marah saat masalah daging ditertibkan. Juga ada yang terganggu kepentingannya saat Ibu Susi menenggelamkan kapal-kapal,” kata Jokowi.

Faktor lain adalah kepentingan politik menjelang 2019.

Kedua kali, Jokowi menggunakannya di hadapan ribuan prajurit TNI dalam kunjungannya ke latihan tempur Pasukan Pemukul Reaksi Cepat TNI, di Natuna, Kepulauan Riau, pada 19 Mei 2017.

“Sekali lagi, negara Pancasila itu sudah final, tidak boleh dibicarakan lagi. Kalau ada ormas yang seperti itu, ya kita gebuk!” kata Jokowi, saat itu.

Gebuk Sejak Gubernur

Di luar PKI, kata “Gebuk” pernah dipakai Jokowi pada 24 November 2016, saat memperingatkan jajaran Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan agar tidak menyalahgunakan tanggung jawabnya sebagai aparatur negara, dengan memainkan uang milik rakyat. Konteksnya, saat itu pejabat tinggi Ditjen Pajak tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara suap. Konon, adik ipar Jokowi, suami adik kandungnya, tersangkut kasus itu.

“Sudah. Jangan main-main lagi. Kalau ada yang main lagi, digebuk lagi,” kata Jokowi, saat itu.

Sebelumnya, Jokowi juga menggunakan kata itu bersilaturahmi dengan ribuan relawan pendukungnya di Senayan, Jakarta, pada 24 Juli 2016. Saat itu Jokowi meminta semua pihak ikut mengawasi percepatan pembangunan infrastruktur dan tidak ingin ada yang ‘memainkan’ proyek.

“Jika ada yang main-main masalah pembebasan tanah. Detik itu juga akan saya tindaklanjuti, dan saya pastikan itu. Kita tidak mau lagi ada jalan tol yang mangkrak, pasti ada yang main-main. Rakyat tahu ini dimain-mainin. Kalau bener ada yang main main, akan saya gebuk saat itu juga,” kata Jokowi.

Sebelumnya lagi, pada 18 Mei 2015, Jokowi menggunakan gebuk lagi saat memerintah Kapolri, saat itu, Badrodin Haiti, menangkap para pembajak musik kelas kakap. Jokowi mengatakan itu saat menerima Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) dan Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Indonesia.

Jokowi meminta instruksi ini segera dilaksanakan dan tak perlu diperintahkan lebih dari sekali.

Bahkan sebelum menjadi Presiden, Jokowi juga menggunakan kata “Gebuk” ketika menegaskan penegakan hukum terhadap organisasi masyarakat (Ormas) yang bertindak anarkis.

“Ya jelas. Gebuk. Tegakkan hukum. Siapapun itu. Kalau anarkis siapapun gebuk,” kata Gubernur DKI Jakarta Jokowi, di Balai Kota, Jakarta, pada 9 Oktober 2014. [DAS]