Jokowi: Jangan-jangan Bu Susi Mau jadi Presiden

Ilustrasi: Presiden Jokowi dan Menteri Susi meninjau keramba apung lepas pantai di Pantai Pangandaran/setkab.go.id

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo merespons pidato Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan candaan.

“Yang perintah mestinya bukan Bu Susi ke menteri, yang perintah itu Presiden. Jangan-jangan Bu Susi ini mau jadi presiden. Pingin jadi wapres ini kelihatannya,” kata Presiden Jokowi, saat meresmikan keramba jaring apung lepas pantai di Pelabuhan Pendaratan Ikan Cikidang, Babadan, Pangandaran, Selasa (24/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Sebelum itu, dalam pidatonya Susi meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengeruk sungai yang ada di pantai itu agar bisa dilewati nelayan.

“Boleh begitu kan Pak Presiden, sama temen kerja. Boleh kok. Pak Jokowi ini hanya kerjaan harus selesai, jadi Bapak harus selesaikan kerjaan, itu saja. Karena kalau tidak disodet, sawah-sawah kebanjiran. Jadi banyak yang punya sawah juga mengeluh sawahnya kebanjiran,” kata Susi, di hadapan Presiden serta Menteri PUPR dan Menteri Perhubungan.

Jokowi lalu memanggil 3 orang nelayan ke panggung tempatnya berpidato. Mereka membenarkan pernyataan Susi, dan menyatakan sungai-sungai di wilayah Pangandaran harus disodet agar perahu nelayan bisa masuk dan aman dari terjangan ombak.

“Saya beri waktu 2 bulan ya untuk memulai ya? Karena ini perlu lelang dulu, ada perlu waktu. Kalau enggak perlu lelang, besok saya suruh ngerjain langsung. 2 bulan Pak Menteri PU ya, 2 bulan biar nanti dikeruk, dikirim alat-alat pengeruk sungainya,” kata Presiden, seperti dikutip setkab.go.id.

Nelayan juga meminta perluasan pelabuhan.

“Pelabuhannya dibesarin, biar kalau surut kapal tetap banyak bisa sandar di pelabuhan,” kata salah seorang nelayan, Jamil.

Jokowi menjawab itu urusan Kementeri Kelautan dan Perikanan.

“Urusan pelabuhan, urusan Bu Susi. Kejar terus yang namanya Menteri, Ibu Susi dikejar terus. Ini pelabuhan ini harus segera dan cepat diselesaikan. Minta segera diselesaikan. Kalau tidak diselesaikan, jangan boleh pulang ke Pangandaran,” kata Jokowi.

Keramba Jaring Apung

Presiden didampingi Susi setelah itu menebar benih ikan kakap putih ke keramba jaring apung yang berada 8 mil dari bibir pantai. Untuk menuju ke lokasi, rombongan menempuh perjalanan sekitar 45 menit menggunakan kapal.

Keramba jaring apung itu merupakan bagian dari program Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meningkatkan produksi ikan kakap putih. Program itu mengadopsi teknologi lepas pantai dari Norwegia yang bisa menggenjot produksi komoditas ikan kakap putih secara signifikan.

Teknologi ini sudah dikembangkan di Kepulauan Karimunjawa (Jawa Tengah), Pulau Sabang (Aceh) dan Pangandaran (Jabar).

Keramba jaring apung lepas pantai ini tahan gelombang dan memiliki ketahanan lebih dari 10 tahun, dan pemasangan maupun pelepasan jaringnya mudah. Teknologi KJA ini melibatkan antara 215 dan 250 orang.

Jokowi mengatakan Keramba Jaring Apung merupakan lompatan teknologi dan masa depan perikanan Indonesia.

“Kita harapkan jadi sebuah lompatan kemajuan, terobosan pertama di Indonesia. Cikal bakal berlipatgandanya nilai tambah budi daya perikanan Indonesia,” katan Jokowi, seperti dikutip setkab.go.id.

Dengan teknologi KJA ini sebanyak 1,2 juta penebaran benih ikan dapat menghasilkan 816 ton per tahun per unit

“Coba bandingkan dengan keramba jaring apung biasa yang produksinya cuma 5,4 ton per tahun per unit,” kata Jokowi.

Teknologi KJA Offshore

Teknologi KJA offshore ini merupakan KJA berbentuk bulat berdiameter 25,5 m, dengan keliling lingkaran 80 m yang berfungsi untuk memelihara ikan laut yang letaknya di lepas pantai/laut terbuka (> 2 km dari pantai).

Berbeda dari KJA konvensional, KJA offshore memiliki kedalaman jaring sampai 15 meter dan dapat ditebar lebih banyak benih, yaitu sekitar 1,2 juta per tahun untuk 8 lubang. Dengan demikian, produksi juga akan lebih tinggi, yaitu mencapai 816 ton per tahun per unit (8 lubang). Sedangkan KJA konvensional hanya dapat memproduksi 5,4 ton per tahun per unit (8 lubang).

KJA offshore dengan tiap unit terdiri dari 8 lubang akan diisi benih kakap putih (barramudi). Kakap putih dipilih karena termasuk ikan yang mudah dibudidayakan. Selain itu, kakap putih dinilai bisa diolah menjadi berbagai produk dengan pasar yang lebih luas dibandingkan jenis ikan budidaya lainnya, misalnya kerapu.

Ikan kakap putih hasil budidaya KJA offshore ini akan di panen dan diproses dalam bentuk fillet maupun frozen. Rencananya produk ini akan dijual di pasar dalam negeri maupun luar negeri seperti Eropa, Timur Tengah, dan Australia.

Pengembangan teknologi ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan secara langsung sekitar 200 – 240 orang pada proses pendederan. Di mana untuk memenuhi benih di satu lubang KJA offshore diperlukan lahan 5 hektare.

Tak hanya melibatkan tenaga kerja langsung, KJA ini juga akan menyerap tenaga kerja tidak langsung sekitar 135 – 220 orang. Pada kegiatan penyortiran ukuran ikan, pengangkutan benih, dan vaksinasi dapat melibatkan sekitar 15 – 25 tenaga kerja per 5 hektar. Dengan demikian, 8 lubang KJA akan melibatkan tenaga kerja tidak langsung sekitar 120 – 200 orang.

“Di samping terlibat dalam pendederan, masyarakat sekitar juga akan kita libatkan pada proses panennya. Dibutuhkan sekitar 15 – 20 tenaga kerja setiap kali panen per lubangnya,” kata Menteri Susi, di Pangandaran, Selasa (24/4/2018), seperti dikutip news.kkp.go.id.

Nelayan sekitar juga akan diberdayakan melalui pemanfaatan ikan rucah hasil tangkapan nelayan sebagai pakan tambahan untuk KJA offshore. Jika satu nelayan bisa menghasilkan 20 kg ikan rucah per hari, maka dengan 50 nelayan dapat dihasilkan 1 ton ikan rucah per hari.

Adapun proses pendederan dari hulu ke hilir serta proses proses pengamanan budidaya KJA offshore akan melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD). KUD juga akan dilibatkan dalam pengelolaan hasil panen.

KUD Mina Sari misalnya, KUD anggota HNSI Pangandaran ini, akan bekerja sama dengan BUMN mengelola hasil panen agar memberikan efek ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat.

“Teknologi KJA offshore adalah salah satu sarana dalam mendorong munculnya industri akuakultur nasional. Dengan adanya industri akuakultur di Pangandaran akan muncul efek positif berupa berkembangnya industri pengolahan di Pangandaran dan selanjutnya diharapkan dapat mendorong perekomian daerah,” kata Susi.

Perlu diketahui, KJA offshore Pangandaran dibangun di tengah laut dengan jarak sekitar 4 mil dari pantai terdekat atau 7 – 8 mil dari PPI Cikidang. Penentuan lokasi KJA offshore ini, telah melalui kajian lingkungan dan kelayakan lokasi, serta sosialisasi dan komunikasi terhadap nelayan sekitar. Juga dipastikan pembangunannya tidak akan menimbulkan kerusakan lingkungan.

Lokasi pembangunan dipilih menjauh dari alur penangkapan ikan, alur pelayaran, dan daerah konservasi, serta masuk dalam Peta Zonasi Kawasan Perikanan di Provinsi Jawa Barat.

Saat ini sedang disusun komitmen kerja sama antara KKP, KUD nelayan yang merupakan anggota HNSI Pangandaran, Pengelola KJA, dan Pemerintah Kabupaten Pangandaran terkait pengelolaan KJA lepas pantai ini.

Keterlibatan masyarakat nelayan dalam perjanjian ini diupayakan agar semua pihak dapat diuntungkan.

“Jadi kita tegaskan lagi, teknologi ini tidak akan membuat masyarakat tradisional tersingkir karena tujuan awalnya memang bukan untuk menyingkirkan nelayan tradisional. Harus dipahami perbedaan antara ikan hasil tangkapan nelayan dan ikan hasil budidaya,” kata Susi. [DAS]