Koran Sulindo – Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menyatakan pertemuan pengurus gerakan tersebut dengan Presiden Joko Widodo pada hari raya Lebaran lalu untuk membuka dialog.
“Kami ingin sekali berdialog, dialog menjadi solusi dengan tidak melulu menjadikan mobilisasi massa jadi sarana untuk meminta berjumpa,” kata Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (27/6), seperti dikutip Antaranews.com.
Menurut Bactiar, sejak 4 November mereka ingin sekali bertemu Presiden Jokowi.
Hadir dalam konferensi pers itu para pengurus GNPF-MUI lain, Wakil Ketua GNPF MUI Zaitun Rasmin, anggota Dewan Pembina GNPF-MUI Yusuf Matra, anggota Dewan Pembina GNPF-MUI Haikal Hasan, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis, dan juru bicara FPI Munarman.
Pertemuan GNPF-MUI dengan Jokowi pada pada hari raya Lebaran di Istana Merdeka itu dihadiri 7 orang pengurus GNPF-MUI. Sedangkan Jokowi didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
“Yang benar bukan meminta tapi menggagas untuk bertemu Presiden. Kesannya GNPF minta bertemu presiden, salah besar. Ini perjalanan panjang dari 411,” katanya.
Natsir menceritakan pada malam terakhir Ramadan mereka bertemu dengan Wiranto, lalu sehari sebelum Lebaran dengan Menag. Natsir juga mengaku sudah bertemu 3 kali dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan di antara pertemuan itu, sekali didampingi Menkopolhukam.
“Karena suasana lebaran, kelihatannya cocok. Pak Presiden dalam suasana membuka hati, kami dalam kondisi ingin silaturahmi dengan siapa saja dan ini kebutuhan kedua pihak untuk berdialog itu. Ini saya kira keniscayaan bukan hanya satu pihak kami minta. Ini kebutuhan kedua pihak,” kata Bachtiar.
GNPF-MUI menggerakkan massa dalam unjuk rasa “Aksi Bela Islam” yang pertama digelar pada 14 Oktober 2016. Selanjutnya muncul rangkaian Aksi Bela Islam pada 4 November 2016 yang lebih dikenal dengan aksi 411, pada 2 Desember 2012 (212), aksi 313, dan aksi 28 Maret lalu.
Aksi tersebut menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dicopot karena dituduh melakukan penodaan agama.
Amien Rais
Sebelumnya, Ketua Penasehat Presidium Alumni 212, Amien Rais, diberitakan memanggil seluruh anggota dan jajaran pemimpin GNPF MUI yang bertemu Jokowi itu ke Yogyakarta.
“Kami dipanggil mendadak sama Pak Amien untuk membahas soal itu,” kata Ketua Presidium Alumni 212, Ansufri Idrus Sambo, Senin (26/6) lalu, seperti dikutip publicanews.com.
Sambo mengatakan pertemuan dengan Amien membahas dampak dari pertemuan GNPF MUI dan Jokowi terhadap kepentingan perjuangan umat Islam. Ia menyebut ada dampak buruk bagi kredibiltas baik bagi para ulama terutama Rizieq Syihab di mata umat.
Pembicaraan itu memutuskanperlu sejumlah langkah lain agar perasaan umat Islam yang sebelumnya sangat mempercayai dan menghormati ulamanya, tidak kecewa dengan adanya pertemuan di Istana Negara itu.
Menurut Sambo hasil pertemuan merumuskan beberapa agenda yang akan segera dipublikasikan dalam waktu tidak lama lagi.
“Yang pasti kita tidak akan bergeser dari niat semula bersama komponen bangsa lainnya akan mendorong perubahan besar yang mendasar, bahkan tadi juga tercetus ya membentuk semacam panitia persiapan agenda-agenda revolusi konstitusional,” kata Sambo.
Sambo menyebut rekonsiliasi harus dilakukan secara terbuka dan sudah ada jaminan bahwa sejumlah aktivis dan ulama dilepaskan dari jeratan hukum.
Namun Pelaksana Tugas Sekretaris Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), Muhammad Lutfi Hakim, mengatakan Amien Rais menyambut baik pertemuan dengan Jokowi itu.
“Saya sudah komunikasi dengan Amien Rais, karena hubungan saya dengan Amien Rais baik. Saya tanya, ‘bagaimana soal pertemuan dengan presiden?’ Dijawab ‘bagus sekali’,” kata Lutfi,di Jakarta, Selasa (27/6), seperti dikutip cnnindonesia.com.
Amien Rais ternyata hanya memanggil Ketua Presidium Alumni 212.
Sementara Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir mengaku tak tahu Sambo bertemu Amien. Bachtiar hanya mengakui ada perbedaan pendapat soal rencana rekonsiliasi atas sejumlah kasus yang menjerat sejumlah ulama, termasuk Pentolan FPI, Rizieq Shihab.
“Kalau beda-beda pendapat, itu biasa ya. Kalau friksi nggak ada,” kata Bachtiar.
Pertemuan Itu
Pertemuan tersebut terbilang mendadak. Mensesneg Pratikno mengatakan, Menteri Agama mengabarkan pimpinan GNPF-MUI ingin bersilaturahim dengan Presiden pada Minggu pagi.
Saat itu, Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sedang menggelar halalbihalal di Istana Negara.
“Saat open house tadi, Pak Presiden saya lapori GNPF-MUI ingin bertemu. Presiden bilang, ‘loh ini kan open house, ya siapa saja kita tunggu’,” kata Pratikno.
Pratikno langsung menghubungi Menag untuk mengundang GNPF-MUI ke Istana. Ia juga berkoordinasi dengan Menkopolhukam agar ikut serta dalam pertemuan itu.
Awalnya, pertemuan ingin dilangsungkan pada sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, rupanya para pimpinan GNPF-MUI baru bisa datang di atas pukul 11.00 WIB.
Saat itu Jokowi sedang berada di kediaman Presiden kelima RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Meski terkesan mendadak, pertemuan berlangsung hangat.
Menurut Pratikno tidak ada hal substansial yang dibahas Jokowi dengan para pimpinan GNPF-MUI itu.
Presiden mempersilahkan para pimpinan GNPF-MUI untuk bicara satu per satu, menyampaikan apa saja keluh kesah sekaligus masukan mereka terhadap pemerintah.
Jokowi juga bercerita banyak kepada para pimpinan GNPF-MUI. Salah satu topik pembicaraan adalah program redistribusi tanah yang rencananya akan diluncurkan akhir Julitidak ada pembahasan khusus yang dilakukan antara Presiden dan GNPF MUI.
“Pertemuan itu murni dilakukan untuk silaturahmi semata. Intinya tidak ada acara yang diperbincangkan, hanya silaturahmi saja,” kata Pratikno, seperti dikutip setkab.go.id.
Dalam pertemuan itu, menurut Mensesneg, GNPF MUI mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah selama ini.
“Mereka juga mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah, pembangunan bangsa ini, dan mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Pak Presiden, serta meminta untuk punya akses komunikasi. Yang disampaikan Presiden, ‘Mari kita buka komunikasi.’ Itu saja,” kata Pratikno.
Sementara itu usai pertemuan kepada jurnalis, Bachtiar Nasir mengatakan kunjungannya bertemu Presiden untuk bersilaturahmi.
“Kepada Pemerintah Indonesia saya Bachtiar Nasir berpesan agar apa yang belakangan ini disebutkan kegaduhan, sebetulnya saya melihat kepada masalah kesalahpahaman dan miskomunikasi,” kata Bachtiar.
Nasir mengakui Presiden mengemban amanat yang cukup berat dan selalu berusaha menjalankan setiap program-programnya dengan berbagai macam cara pandang.
“Ada yang suka dan tidak suka, kemudian bagaimana presiden juga harus konsisten dalam program yang dijalankannya. Dan presiden mengatakan ‘saya harus berani mengambil risiko itu’,” katanya.
Nasir juga memuji keberpihakan Jokowi untuk ekonomi kerakyatan.
“Hal yang cukup bagus adalah bagaimana kita dengar sekian belas juta hektar tanah diperuntukkan untuk masyarakat,” kata Bachtiar.
Setelah pertemuan di Istana Negara itu bakal ada pertemuan yang membicarakan teknis penyelesaian dugaan kriminalisasi ulama, yang akan dipimpin Wiranto. [DAS]