Ilustrasi: Presiden Jokowi menjawab wartawan usai menghadiri acara Peningkatan Kesiapsiagaan Masyarakat Melalui Tagana Masuk Sekolah dan Kampung Siaga Bencana, di Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, Senin (18/2/2019)/Setkab.go.id-Oji

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo mengatakan data-data yang disampaikannya dalam berbagai kesempatan, termasuk impor jagung dan beras, diperoleh dari Kementerian dan Lembaga (K/L). Jika data tersebut tidak sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), kemungkinan kuota impor yang diberikan tidak terealisasi.

“Ya coba dicek saja, bisa saja itu kuota tapi tidak terealisasi. Tolong dicek, dicek lapangan. Wong kita ini menyampaikan data dari kementerian, bukan karangan saya sendiri,” kata Presiden Jokowi, di Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, Senin (18/2/2019), seperti dikutip setkab.go.id.

Jokowi mencontohkan soal impor jagung, ia sudah mengkonfirmasi lagi ke Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan (Mendag), bahwa pada 2018 jumlah impornya 180.000 ton, dan juga ada ekspor 380.000 ton.

Soal impor beras meskipun produksinya berlebih, ia menekankan impor itu yang pertama dilakukan untuk cadangan strategis. Yang kedua, untuk hal-hal yang bersifat darurat karena bencana; yang ketiga juga jaga-jaga kalau gagal panen, kalau juga ada hama.

“Dari data BPS yang saya terima di 2018 itu sudah surplus 2,8 juta ton, tolong konfirmasi ke BPS. Jadi kita itu datanya data dari kementerian, dari lembaga, bukan ngarang sendiri, bukan ngarang-ngarang itu,” kata Jokowi.

Tentang kebakaran hutan, Jokowi mengatakan yang disampaikannya adalah bahwa pemerintah bisa mengatasi kebakaran hutan dalam tiga tahun ini. Artinya, bukan tidak ada, tetapi turun drastis, 85 persen lebih.

“Artinya, ya sekarang kan enggak ada yang namanya pesawat enggak bisa turun, enggak bisa naik kayak dulu. Keluhan-keluhan di provinsi mengenai asap juga tidak ada, keluhan dari negara tetangga dalam tiga tahun ini, Singapura Malaysia dapat dikatakan enggak ada komplain sama sekali. Itu yang kita maksud,” katanya.

Sementara soal konflik dalam pembangunan infrastruktur, Jokowi menjelaskan konteksnya adalah pembebasan lahan. Ia mengingatkan, banyak infrastruktur yang berhenti 8 tahun bahkan 26 tahun karena pembebasan tanah yang terhambat. Sekarang ini soal pembebasan infrastruktur itu tidak banyak terjadi konflik.

“Kalau konflik agraria, sebelum sertifikat lahan itu selesai 80 juta itu ya konflik-konflik itu pasti ada, di semua provinsi ada,” kata Jokowi. [DAS]