Johanes Latuharhary: Pejuang Kemerdekaan dan Gubernur Pertama Maluku

Johanes Latuharhary (Wikipedia)

Dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia menuju kemerdekaan, banyak tokoh yang berperan penting di berbagai lini perjuangan. Salah satunya adalah Johanes Latuharhary, seorang putra Maluku yang mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan.

Dengan latar belakang pendidikan hukum yang kokoh dan semangat yang tak pernah padam, Latuharhary menjelma menjadi sosok yang berdiri di garis depan dalam perjuangan politik dan sosial, baik di tingkat regional maupun nasional.

Siapa sebenarnya Johanes Latuharhary, dan bagaimana kontribusinya dalam membangun Indonesia? Berikut perjalanan hidup dan perjuangan seorang tokoh besar dari Timur.

Masa Awal Kehidupan dan Pendidikan

Johanes Latuharhary adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebagai putra daerah Maluku, ia tidak hanya memperjuangkan hak-hak rakyat Maluku tetapi juga berkontribusi besar dalam berbagai tahap perjuangan nasional, mulai dari persiapan proklamasi hingga mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Melansir beberapa sumber, Johanes Latuharhary lahir di Saparua, Maluku, pada 6 Juli 1900. Sejak kecil, Latuharhary menunjukkan kecerdasan yang luar biasa.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Eerste Klasse School dan Europeesche Lagere School di Ambon, ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah Koning Willem III di Jakarta.

Melihat prestasinya yang gemilang, Ambonsch Studiefonds mendukung Latuharhary untuk melanjutkan studi di Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda, pada 1923.

Di sana, ia mendalami hukum adat dan sejarah Maluku di bawah bimbingan Prof. Dr. Van Vollenhoven. Pada 1927, ia berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum).

Karier Awal dan Kiprah dalam Pergerakan Nasional

Sekembalinya ke Hindia-Belanda, Latuharhary bekerja di Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi) Surabaya dari 1927 hingga 1929. Namun, semangatnya untuk memperjuangkan keadilan sosial dan kemerdekaan bangsa mendorongnya terlibat aktif dalam Serikat Ambon, sebuah organisasi pergerakan. Melalui organisasi ini, ia menyuarakan gagasan-gagasan progresif yang dipelajarinya di Belanda.

Pada Kongres Indonesia Raya 1932 di Surabaya, Latuharhary menyampaikan pemikirannya dalam makalah berjudul “Azab Sengsara Kepulauan Maluku”, yang menyoroti penderitaan rakyat Maluku akibat penjajahan Belanda.

Kiprahnya yang dinamis membuat Latuharhary berada dalam posisi yang dilematis: bekerja di pemerintahan kolonial sekaligus aktif di dunia pergerakan. Akhirnya, ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai kolonial dan beralih menjadi advokat.

Sebagai advokat, ia membela petani yang dirugikan oleh perusahaan gula di wilayah Jawa Timur dan berhasil memenangkan kasus-kasus penting.

Masa Pendudukan Jepang dan Persiapan Kemerdekaan

Saat pendudukan Jepang, Latuharhary menghadapi berbagai tantangan, termasuk penangkapan dan pemenjaraan. Namun, ia tetap berjuang membantu masyarakat Maluku dan Timor yang terimbas perang. Pada 1945, Latuharhary ditunjuk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Dalam pertemuan BPUPKI, Latuharhary aktif memperjuangkan nilai-nilai kerukunan beragama dalam penyusunan Mukadimah dan Undang-Undang Dasar. Setelah pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), ia mewakili Maluku dalam persiapan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Peran Pasca Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Johanes Latuharhary diangkat menjadi Gubernur Maluku pertama pada 19 Agustus 1945. Sebagai gubernur, ia menghadapi berbagai tantangan, termasuk ancaman dari agresi militer Belanda.

Latuharhary juga turut serta dalam delegasi pemerintah untuk Perjanjian Renville pada Januari 1948. Perannya dalam perundingan ini menunjukkan komitmennya terhadap persatuan bangsa dan pengakuan kedaulatan Indonesia.

Johanes Latuharhary adalah sosok yang menginspirasi dengan keberaniannya mengambil peran di berbagai lini perjuangan. Dari politik hingga hukum, ia membuktikan bahwa kepemimpinan tidak hanya tentang posisi, tetapi juga tentang pengabdian kepada rakyat dan bangsa.

Sebagai Gubernur Maluku pertama, ia meninggalkan jejak sejarah yang tak terlupakan, baik bagi Maluku maupun Indonesia secara keseluruhan. [UN]