Dalam dunia kuliner Jepang, terdapat satu makanan tradisional yang telah bertahan selama berabad-abad, dan kini mulai menarik perhatian dunia, termasuk Indonesia.
Dialah nattō, olahan kacang kedelai fermentasi yang dikenal karena aromanya yang tajam, teksturnya yang lengket, dan manfaat kesehatannya yang luar biasa.
Beberapa tahun ke belakang nattō mencuri perhatian di platform seperti TikTok, di mana para konten kreator membagikan reaksi mereka saat mencoba makanan yang disebut-sebut sebagai salah satu superfood terbaik dari Jepang.
Apa Itu Nattō?
Nattō adalah makanan tradisional Jepang yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasi menggunakan bakteri Bacillus subtilis var. natto. Proses ini menghasilkan tekstur yang lengket, berserat, dan sedikit berlendir—ciri khas yang membuatnya cukup menantang bagi lidah yang belum terbiasa.
Meski demikian, bagi masyarakat Jepang, nattō adalah makanan harian yang sangat digemari dan sering disantap sebagai menu sarapan bersama nasi hangat.
Di balik tampilannya yang eksentrik, nattō menyimpan nilai gizi yang sangat tinggi. Makanan ini kaya akan protein nabati, probiotik, serta mengandung enzim khas yang disebut nattokinase.
Enzim ini terbukti secara ilmiah bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah, menurunkan tekanan darah tinggi, dan mengurangi risiko stroke serta serangan jantung.
Asal Usul
Asal-usul nattō masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan kuliner. Melansir laman Live Japan, salah satu legenda populer mengaitkan lahirnya nattō dengan Minamoto no Yoshiie, seorang jenderal Jepang dari abad ke-11.
Saat itu, pada tahun 1083, ia dan pasukannya sedang berada di wilayah timur laut Prefektur Ibaraki, tepatnya di sekitar Kota Mito. Mereka merebus kacang kedelai untuk makanan kuda dan menyimpannya dalam jerami agar mudah dibawa.
Namun ketika dibuka kembali, kacang tersebut telah mengalami fermentasi alami dan berubah menjadi lengket. Alih-alih membuangnya, para prajurit mencicipinya—dan menyukainya.
Ketika mereka mempersembahkan kacang itu kepada sang jenderal, ia pun turut menikmati rasa unik dari hasil fermentasi tersebut. Konon, dari sinilah nama “nattō” lahir, yang berasal dari frasa “kacang yang dipersembahkan kepada jenderal” (将軍に納めた豆).
Mengapa Nattō Begitu Dicintai di Jepang?
Selain cita rasanya yang khas dan kaya akan umami—berkat asam glutamat yang juga terdapat dalam rumput laut—nattō juga sangat praktis.
Harganya murah, mudah ditemukan di seluruh toko dan supermarket di Jepang, serta cocok disantap bersama nasi, menjadikannya makanan sehari-hari yang terjangkau dan sehat.
Setiap pagi, jutaan orang Jepang memulai hari mereka dengan semangkuk nasi dan nattō, menjadikannya lebih dari sekadar makanan, melainkan bagian dari budaya dan gaya hidup sehat.
Bahkan kini, nattō telah menembus pasar global. Di Indonesia, produk ini mulai banyak dijual di supermarket besar, dan viral di media sosial sebagai tantangan kuliner atau tren gaya hidup sehat.
Nattō dikenal sebagai makanan probiotik yang kuat. Kultur bakteri Bacillus subtilis yang digunakan dalam fermentasinya mampu memecah protein menjadi komponen-komponen seperti asam glutamat dan menghasilkan tekstur khas berserat yang sering memunculkan reaksi “kaget” bagi orang yang pertama kali mencobanya.
Yang paling menarik dari nattō adalah kandungan nattokinase. Enzim ini memiliki efek signifikan terhadap kesehatan jantung dan sistem peredaran darah.
Nattokinase membantu mencegah pembekuan darah, menurunkan tekanan darah tinggi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular—manfaat yang sangat berharga di tengah gaya hidup modern yang penuh tekanan dan pola makan kurang seimbang.
Tak hanya itu, nattō juga membantu menurunkan stres, memperbaiki pencernaan, mendukung program diet, serta diyakini berdampak positif bagi kesehatan kulit dan kecantikan berkat kandungan vitamin K2, serat, dan antioksidan alaminya.
Tren mencicipi nattō oleh para konten kreator TikTok di Indonesia menunjukkan bahwa rasa penasaran terhadap makanan sehat khas Jepang ini makin tinggi.
Meski teksturnya asing dan aromanya cukup tajam, banyak yang tertarik karena reputasinya sebagai makanan super yang murah dan bermanfaat.
Kini, semakin mudah menemukan nattō di beberapa supermarket besar di Indonesia, bahkan beberapa UMKM mulai menjual versi lokalnya. Ini bisa menjadi peluang edukasi kuliner dan kesehatan, sekaligus menginspirasi masyarakat untuk mengenal lebih dekat budaya makan Jepang.
Nattō bukan sekadar makanan, tetapi simbol dari warisan budaya, ketekunan tradisional, dan sains kuliner Jepang yang berkembang sejak berabad-abad silam.
Dari jenderal perang zaman dahulu hingga meja sarapan modern, dari desa kecil Mito hingga tren media sosial Indonesia, nattō membuktikan bahwa makanan sehat bisa bertahan, menyebar, dan tetap dicintai melintasi zaman dan budaya. [UN]


