Jejak Hubungan Baik Indonesia-Rusia di Ibukota Jakarta

Bung Karno dan Nikita Khrushchev di Bali, 1960.

SUDAH menjadi rahasia umum bahwa mantan Presiden Soekarno berteman baik dan mengagumi aliran sosialisme Uni Soviet. Wujud kekagumannya kemudian dituangkan ke dalam beberapa bangunan di Jakarta yang masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Russia Beyond the Headlines (RBTH) pada salah satu edisinya menyebut setidaknya ada lima bangunan yang menunjukkan kedekatan hubungan kedua negara pada waktu itu.

Lima bangunan tersebut yakni Tugu Tani, Patung Pancoran, Patung Pemuda, Monumen Nasional dan yang termegah, Komplek Stadion Gelora Bung Karno, semuanya mencerminkan gaya Soviet yang kental realisme.

Bangunan-bangunan Bergaya Soviet di Jakarta

Patung Pemuda merupakan salah satu contoh aliran realisme terbaik yang pernah dibangun. Patung besar yang terletak di Bunderan Senayan itu dibangun sebagai simbol kontribusi kaum muda terhadap pembangunan negeri ini.

Monumen tersebut menggambarkan badan pemuda yang setengah telanjang dan tengah memegang piring berupa api abadi. Api abadi ini melambangkan semangat abadi kaum muda.

Tugu Tani atau Patung Pahlawan, yang berwujud pejuang kemerdekaan Indonesia yang siap melawan penjajah Belanda untuk membebaskan negaranya, bersama ibunya yang mendukung, adalah bukti hubungan kuat Jakarta dengan Moskow saat itu. Monumen yang berada tidak jauh dari Stasiun Kereta Gambir ini mungkin merupakan karya pematung masyhur Rusia Matvey Manizer di Asia yang paling terkenal.

Manizer membuat patung tersebut karena mendapat permintaan khusus dari Bung Karno. Saat itu Bung Karno ingin membuat sebuah monumen demi memperingati perjuangan untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Maka, jadilah Manizer dan keluarga bertandang ke Pulau Jawa di awal tahun 1960an.

Pembuatan patung Tani konon terinspirasi dari cerita seorang ibu yang mendukung putranya saat berjuang meraih kemerdekaan. Namun di saat yang bersamaan, dia juga diminta untuk selalu mengingat kedua orang tuanya. Setelah selesai dibuat, patung bergaya komunis itu kemudian dikirim ke Indonesia sebagai hadiah untuk Bung Karno.

Sebuah prasasti yang ditulis dalam bahasa Indonesia di podium monumen ini berbunyi: “Hanya bangsa yang dapat menghargai pahlawan-pahlawannya yang dapat menjadi bangsa besar.”

Patung Pancoran mempunyai kisahnya sendiri. Bung Karno diketahui juga mengagumi industri penerbangan milik Uni Soviet.  Maka jadilah patung seorang pria setinggi 11 meter dan tengah menunjuk ke arah utara Jakarta. Saat itu bandar udara pertama di Jakarta masih berada di Kemayoran, Jakarta Utara. Ide dari patung itu sederhana, ingin menggambarkan kejayaan negeri ini di bidang penerbangan.

Demikian juga halnya Landmark Jakarta yang paling terkenal, Monumen Nasional (Monas) dengan tinggi 132 meter, yang disebut sebagai “pembangunan terakhir Soekarno”, memiliki serangkaian relief di sekeliling dasar menaranya. Relief-relief yang terbuat dari cetakan semen ini menggambarkan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang dirancang untuk menginspirasi warga, sama seperti karya seni publik di Uni Soviet yang mengilustrasikan sejarah dan menjelaskan sebuah narasi politik.

Lapangan Merdeka yang berada dekat Monas adalah tempat yang bagus untuk melihat kemajemukan Indonesia sembari mendengarkan dialek dan bahasa yang jarang digunakan karena area ini adalah magnet bagi para pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia, sama seperti Lapangan Merah yang biasanya lebih banyak dikunjungi turis dan pendatang daripada penduduk Moskow sendiri.

Luzhniki di Jakarta

Bukti hubungan Rusia dan Soviet dengan Jakarta ternyata tak hanya tercermin pada berbagai patung dan monumen besar di kota itu. Khususnya terlihat pada pembangunan Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno, yang merupakan fasilitas olahraga terbesar dan tertua di Indonesia, yang sebagian dananya berasal dari Uni Soviet.

Kompleks ini dibangun untuk Asian Games 1962 dan stadion utamanya, yang awalnya memiliki kapasitas lebih dari 100 ribu penonton, menyerupai Stadion Luzhniki di Moskow.

Pada 1956, Soekarno berpidato di Stadion Luzhniki, Moskow, dan ia diyakini begitu terkesan dengan stadion tersebut sehingga memutuskan bahwa ibu kota Indonesia memerlukan kompleks olahraga sejenis.

Uni Soviet memberikan pinjaman khusus sebesar 12,5 juta dolar AS. Arsitek dan insinyur Soviet pun dikerahkan untuk pembangunan kompleks ini, yang masih merupakan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.

Rusia dan Indonesia telah beranjak dari zaman sosialisme, tetapi jejak-jejak masa lalu terus menjadi bagian penting dari lanskap ibu kota kedua negara.

Sosok Yuri Alekseyevich Gagarin di Kebayoran

Yang terbaru adalah sesosok patung di sebuah sudut taman di selatan Jakarta. di Taman Mataram, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Profil patung ini bukan sembarang tokoh. Patung tersebut menggambarkan sosok kosmonot Uni Soviet (sekarang Rusia) Yuri Alekseyevich Gagarin. Ia adalah manusia pertama yang menjelajah ruang angkasa selama 108 menit dan satu kali mengelilingi orbit bumi pada 12 April 1961 menggunakan wahana Vostok 1. Keberhasilan misi ini menandai era baru eksplorasi antariksa dan menjadi salah satu inspirasi Indonesia dalam pengembangan ilmu antariksa dan proyek roket nasional. Diresmikan pemasangannya di Taman Mataram, Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021.

Yuri Gagarin adalah kosmonot atau astronot paling legendaris dunia, diperlakukan sangat istimewa, karena ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional USSR, ketika masih hidup, 1961. Pada 27 Maret 1968, Yuri Gagarin, meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat tempur. [S21]