Koran Sulindo – Korban kekerasan seksual di sepanjang Januari ini sudah 98 orang, 88 di antaranya masih berusia anak.
“Jumlah tersebut menunjukan jumlah yang cukup tinggi. Bahkan jika dirata-rata, bisa 3 orang lebih menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya,” kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, dalam konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Kamis (1/2/2018), seperti dikutip infopublik.id.
Dari jumlah itu, LPSK memproses penanganan kepada 73 orang anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Para korban tersebut saat ini sedang dalam tahap proses pengajuan permohonan perlindungan, syarat diberikannya perlindungan.
Dari jumlah itu, lebih dari setengahnya adalah korban pencabulan tersangka Babe di Tangerang.
“Khusus untuk kasus Babe Tangerang, LPSK akan bersinergi dengan instansi lain agar pemberian llayanan bisa optimal sesuai tugas fungsi masing-masing,” katanya.
Temuan tim LPSK yang turun ke lapangan menemui para korban masih ketakutan, trauma, hingga tidak mendapat dukungan dari Iingkungan sekitar baik keluarga maupun sekolah. Bahkan pada beberapa kasus ada upaya dari keluarga maupun sekolah untuk menutup-nutupi kasus yang menimpa anak atau siswa mereka.
“Hal ini tentunya selain menyebabkan tindak pidana sulit terungkap, juga akan semakin memojokkan posisi korban,” katanya.
Selain itu, adanya tuntutan pembuktian seringkali membuat suatu tindak pidana kekerasan seksual sulit diungkap, karena minimnya saksi yang mengetahui. Apalagi jika kekerasan seksual yang tidak berbentuk penetrasi dimana bukti-bukti akan semakin sulit.
Meski begitu LPSK yakin dengan itikad baik dan inovasi dari penyidik bukan berarti tindak pidana kekerasan seksual yang buktinya minim akan sulit terungkap.
“Misalnya dengan melakukan visum psikiatri yang tidak hanya berpatokan pada bukti fisik yang mungkin saja tidak ada, namun sebenarnya tindak pidana seksual sudah terjadi,” katanya.
LPSK berharap itikad baik penyidik dan dukungan masyarakat.
“Hal seperti ini panting agar korban tidak menjadi korban untuk kesekian kalinya baik dari pandangan masyarakat maupun menjadi korban dari proses peradilan yang dijalaninya,” kata Semendawai.
Data 2017
Sebelumnya, LPSK mencatat kenaikan angka kasus kekerasan seksual terhadap anak pada 2017. Tingginya angka kekerasan seksual terhadal anak bisa dilihat dari jumlah permohonan dari kasus ini pada 2017, yakni sebesar 111 permohonan. Jumlah ini naik hampir 2 kali lipat jika dibandingkan 2016 yang hanya sejumlah 62 permohonan.
“Angka tersebut dipastikan lebih besar jika memperhitungkan dark number dan korban yang tidak melapor ke LPSK”, kata Wakil Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, di kantor LPSK, 10 Januari 2018 lalu, seperti dikutip situs lpsk.go.id.
LPSK mengantisipasi dengan upaya proaktif menjemput bola kepada korban. Seperti yang dilakukan LPSK pada kasus dugaan pencabulan siswi TK di Bogor Agustus 2017 lalu.
Total selama 2017 LPSK melakukan 99 kali upaya proaktif kepada saksi maupun korban termasuk kepada anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
“Kami juga dalam waktu dekat ini akan melakukan upaya proaktif kepada korban pencabulan di Tangerang dan anak korban video porno di Jawa Barat,” kata Hasto.
Layanan terhadap Korban
Sementara soal layanan kepada korban selama 2017, LPSK telah melakukan 3.168 kali layanan kepada saksi, korban, justice collabolator, dan pelapor.
Layanan tersebut terdiri dari perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, rehabilitasi medis, rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, hingga fasilitasi restitusi dan kompensasi.
“Termasuk diantaranya adalah 347 layanan untuk anak yang menjadi korban kekerasan seksual,” kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu.
Beberapa kendala yang dihadapi para korban, termasuk diantaranya adalah adanya kasus yang tidak diproses oleh aparat. Soal ini, LPSK berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang menangani agar kasusnya diproses.
Pada 2017 tim dari LPSK sempat juga ditolak majelis hakim Pengadilan Militer di Sumbar saat mendampingi anak yang menjadi korban pencabulan oleh beberapa oknum militer. LPSK menyampaikan surat kepada Mahkamah Agung yang ditindaklanjuti dengan surat dari Kamar Pidana Militer kepada Pengadilan Militer yang menangani.
“Alhamdulillah kendala tersebut bisa teratasi dan korban tetap bisa mendapatkan hak didampingi,” kata Edwin.
LPSK melihat ada beberapa upaya hukum yang berpihak kepada korban kekerasan seksual terhadap anak. Misalnya putusan PK dari MA tahun 2017 untuk pelaku dugaan pencabulan di JIS dimana MA memutuskan para pelaku bersalah dan harus menjalani hukuman penjara. [DAS]