Ganjar Pranowo di Gedung KPK, Rabu, 7 Desember 2016

Koran Sulindo – Janji telah ditepati, kewajiban telah ditunaikan. Begitulah kira-kira menggambarkan tindakan politikus PDI Perjuangan Ganjar Pranowo ketika mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis lalu. Tepat sehari setelah pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar memenuhi kewajibannya menjadi saksi dalam kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el).

Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemanggilannya sebelum pelaksanaan hari pemiliham kepala daerah serentak 2018. Ganjar akan tetapi meminta penjadwalan ulang untuk pemeriksaannya. Pasalnya, ia sedang berkampanye menuju Pilgub Jawa Tengah pada 27 Juni lalu. Ganjar merupakan calon petahana yang kembali berlaga di Pilgub Jateng.

Kendati masih berdasarkan hitung cepat, dengan berbagai isu yang menimpa dirinya terutama disebut menerima aliran uang korupsi KTP-el, Ganjar berhasil kembali memegang tampuk pimpinan Jateng. Hasil hitung cepat Komisi Pemilihan Umum yang dirilis di laman resminya berdasarkan data masuk Model C1, Ganjar bersama wakilnya Taj Yasin menjadi pemenang. Ini masih hasil sementara.

“Saya menepati janji,” kata Ganjar beberapa waktu lalu.

Pemeriksaan Ganjar kali ini sebagai saksi untuk terdakwa Irvanto Hendra Pambudi yang merupakan keponakan Setya Novanto, terpidana kasus itu sekaligus mantan Ketua DPR. Tentang Irvan, Ganjar mengaku tidak mengenalnya. Namun, Ganjar meyakini pemeriksaannya ini masih berkaitan dengan proses penganggaran proyek KTP-el.

Kendati tidak ditanya, Ganjar berkeras tidak menerima aliran uang proyek KTP-el. Perkembangan kasus ini menjadi terus menjadi perhatian publik terutama jika dikaitkan dengan kader-kader PDI Perjuangan. Terlebih PDI Perjuangan kini dinilai sebagai partai yang mengendalikan pemerintahan. Padahal, proyek KTP-el merupakan warisan dari masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Bahkan ketika anggaran proyek ini dibahas, partai pengendali pemerintah adalah Partai Demokrat. Sementara PDI Perjuangan selama 10 tahun masa pemerintahan Yudhoyono mengambil sikap sebagai oposisi. Dengan kata lain, kader PDI Perjuangan seperti Ganjar di DPR sulit dinilai sebagai penentu kebijakan. Benar memang, berdasarkan dakwaan Irman mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri disebutkan anggota Komisi II DPR mendapat komisi 5% atau Rp 261 miliar untuk proyek itu. Dan Ganjar pada masa itu merupakan Wakil Ketua Komisi II.

Tentu saja kinerja KPK itu perlu dipertanyakan. Untuk keterlibatan mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni yang juga disebut bersama-sama dalam dakwaan Irman dan menerima aliran dana proyek KTP-el, KPK sepertinya tidak begitu mengejarnya. Padahal, dalam persidangan, Diah secara gamblang mengakui menerima aliran dana proyek tersebut senilai US$ 500 ribu. Uang yang diterimanya berasal dari Irman dan pengusaha Andi Narogong yang kini juga menjadi terpidana dalam kasus itu.

Sedangkan, dalam dakwaan Diah disebut menerima uang senilai US$ 2,7 juta dari proyek tersebut. Lantas mengapa mereka yang disebut menerima aliran uang dalam jumlah yang besar tidak dikejar KPK? Bahkan ketika nama orang itu disebut secara bersama-sama menjadikan proyek ini sebagai bancakan? Ada apa dengan KPK?

Setelah melewati pemeriksaan pada Kamis lalu, Ganjar memastikan dirinya akan menemui Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan akan menceritakan pemeriksaan terhadap dirinya.

Kedatangan Ganjar disambut positif oleh pimpinan KPK seperti Saut Situmorang. Sebagai seorang pemimpin, memang sudah selayaknya datang ketika dipanggil KPK. Itulah yang namanya pemimpin. “Ya kalau KPK nanti bisa membuktikan, itu lain lagi ceritanya,” kata Saut. [RLJ/KRG]