Janji Cagub dan Fakta Pengelolaan Air Bersih di Jakarta

Para cagub DKI Jakarta berjanji akan memenuhi ketersediaan air berih untuk warga [Foto: istimewa]

Koran Sulindo – Isu ketersediaan air bersih untuk warga mewarnai debat kedua calon gubernur (cagub) DKI Jakarta pada pekan lalu. Isu ringan, tapi rupanya berdampak luas karena menjadi kebutuhan dasar masyarakat DKI.

Anies Baswedan, salah satu cagub memastikan akan memenuhi ketersediaan air bersih bagi warga DKI. Apalagi sekitar lima juta warga Jakarta hingga saat ini masih belum mendapatkan pasokan air bersih.

Kemudian, ketika mengunjungi Kepulauan Seribu pada 30 Januari kemarin Basuki Tjahaja Purnama juga menyinggung hal serupa. Ahok – panggilan akrabnya – menuturkan, pihaknya telah menyiapkan program untuk menangani masalah air bersih di Jakarta.

Problemnya, pengelola air minum di Jakarta lebih banyak perusahaan swasta. Bila kembali terpilih, Ahok mengaku memiliki solusi mengatasi masalah itu. Bahkan masalah tersebut dijadikan sebagai salah satu program kerja pasangan Ahok-Djarot.

Kajian Amrta Instiute pada Mei 2016 menunjukkan betapa air menjadi masalah serius di Jakarta. Semisal di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Daerah ini menjadi salah satu kawasan termiskin di ibu kota. Ironis. Gegas pertumbuhan Jakarta nampaknya tidak mampu mengusir kemiskinan dari daerah itu.

Kebanyakan warganya menggantungkan hidup dari ketidakpastian. Dan air merupakan salah satu dari ketidakpastian itu. Seperti uang, air sama sulitnya ditemukan di Penjaringan. Apa yang dikatakan Ahok dan temuan lembaga swadaya masyarakat tentang penguasaan air di Jakarta rupanya tidak main-main.

Dikuasai Asing
Swasta asing, misalnya, menanamkan modalnya dalam Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dalam bisnis itu, swasta asing masuk melalui skema Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS) dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air, lembaga di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat 46 KPS di sektor SPAM.

Menurut Amrta Institute, bentuk kerja samanya beragam, mulai dari konsesi untuk pengelolaan instalasi pengolahan air hingga konsesi penuh. Di Jakarta, KPS dalam bentuk konsesi penuh dikelola dua operator swasta yang sahamnya mayoritas dimiliki perusahaan asing.

Kedua perusahaan ini mendapat hak penuh menjalankan layanan air mulai dari mengolah hingga mengalirkannya ke rumah-rumah warga. Adapun dua perusahaan itu adalah PT Pam Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta. Sebelumnya, pengelolaan air di DKI Jakarta terbagi menjadi dua perusahaan pada 1997. PT Pam Lyonnaise Jaya mengelola di bagian barat, sedangkan PT Thames Pam Jaya di bagian timur.

Temuan Amrta Institute, perusahaan Recapital Advisor mengakuisisi Thames Pam Jaya secara tidak langsung pada 2006. Perusahaan yang dimiliki Sandiaga Uno, calon wakil gubernur DKI yang berpasangan dengan Anies Baswedan ini mengubah nama PT Thames Pam menjadi PT Aetra Air Jakarta pada 2008.

Berdasarkan situs resmi perusahaan Recapital, nama Sandiaga masih terpampang sebagai pendiri sekaligus pemilik. Itu sebabnya, dalam debat kedua pemilihan cagub DKI Jakarta pekan lalu, ia begitu percaya diri dapat menyelesaikan masalah ketersediaan air bersih untuk warga.

Ia akan tetapi tidak banyak berbicara tentang pasokan air bersih ke rumah-rumah warga. Karena perusahaanya sangat sedikit memasang instalasi air bersih ke rumah warga. Mungkin karena itu ia irit bicara. Sebab, boleh jadi ia khawatir Ahok akan berbicara blak-blakan dalang di balik minimnya pasokan air bersih untuk warga. Lantas kalau demikian, mungkinkah janji para cagub soal air akan terwujud? [KRG]