SEMENTARA ITU, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Wilayah Jawa Barat (Walhi Jabar) Dadan Ramdan mengatakan, jika akan diteruskan, proyek Meikarta akan mengancam bentang alam sebagian wilayah Indonesia. Bekasi tentu saja akan terkena dampak yang signifikan.

Proyek seluas 2.000 hektare tersebut juga tak cukup hanya mengantongi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Tapi perlu juga memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang merupakan mandat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.

“Kalau 2.000 hektare yang dijadikan kota pasti bentang alam yang 2000 hektare tadi akan berubah. Dampaknya akan memengaruhi wilayah lain,” ujar Dadan, 20 Agustus 2017. Kawasannya yang luas itu, lanjutnya, akan mengubah bentang alam dan akan memberikan dampak buruk secara sosial dan lingkungan serta wilayah-wilayah lainnya.

Pembangunan Kota Meikarta, menurut Walhi Jabar, juga tidak ada dalam rencana tata ruang dan wilayah, termasuk dalam lampiran peta rencana wilayah. “Walhi Jawa Barat tidak setuju dengan pembangunan Kota Meikarta dan meminta Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menghentikan rencana pembangunan,” tutur Dadan. Walhi jabar meminta Pemerintah Bekasi dan Jawa Barat mengaudit perizinan pembangunan kota baru tersebut.

Namun, yang namanya “sumber gula” pasti akan banyak yang membela. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saja saat membuka acara Indonesia Future City & REI Mega Expo 2017 di Tangerang Selatan, 14 September 2017, sempat menyinggung nama Meikarta. “Yang terpenting, untuk memastikan pihak swasta, pelaku bisnis di bidang properti, lebih tertarik berinvestasi adalah adanya kepastian dari sisi hukum. Jangan sampai kasus seperti Meikarta yang sudah mendapatkan izin dari Pemda Bekasi kemudian kembali mentah karena belum mengantongi perizinan dari Wakil Gubernur Jawa Barat,” kata Tjahjo.

Dijelaskan Tjahjo, pembangunan perkotaan di Indonesia menjadi fokus utama pemerintah pusat karena sejalan dengan salah satu poin dari Nawacita. Salah satu program pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo itu adalah peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia melalui program peningkatan kepemilikan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Agar pelaku bisnis di bidang properti mendapat kepastian hukum, Tjahjo pun mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2017. Kementeriannya juga melakukan sejumlah langkah untuk mempercepat proses pemberian perizinan.

Sebelumnya, dalam kesempatan berbeda, Kepala Prasarana Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi, E.Y. Taupik, menjelaskan kepada wartawan, Lippo Group pada tahun 1996 memang telah memiliki rancangan utama di kawasan tersebut, melalui perizinan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, permintaan izin itu tak seluruhnya sesuai Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bekasi, sehingga lahan yang belum sesuai masih ditangguhkan perizinannya.

Luas lahan saat itu ada 360 hektare dan Meikarta mengajukan izin untuk lahan seluas 140 hektare. Dan, yang telah memiliki izin hanya 84 hektare, bukan 500 hektare seperti yang ditulis dalam iklan Meikarta.

Selain itu masih ada sejumlah perizinan lain yang harus dipenuhi, seperti izin lingkungan, lalu lintas, air, limbah,dan izin hingga konstruksi. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat Anang Sudarna mengatakan, pihaknya belum menerima pengajuan izin lingkungan dari Lippo Group.

Toh, pada 29 Oktober 2017, Lippo Group melakukan topping off atau pemasangan atap bangunan dua tower Meikarta. Dua tower ini bernilai Rp 1 triliun. Dan, jangan kaget, Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut B. Panjaitan ikut hadir pada acara tersebut. Sekali lagi: jangan kaget. [PUR]