Sulindomedia – Rencana parlemen untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) kembali tetap tinggal rencana. Seolah mengulangi kisah sebelumnya, parlemen kembali “mengalah” untuk menunda rencananya tersebut.
Penundaaan itu diambil dalam pertemuan konsultasi jajaran kepemimpinan DPR RI dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin lalu (22/2/2016). Jajaran kepemimpinan parlemen bersepakat dengan presiden untuk menunda pembahasan revisi Undang-Undang KPK karena menganggap rencana revisi ini perlu mendapat kajian lebih mendalam, termasuk sosialisasi ke masyarakat.
“Saya hargai proses dinamika politik yang ada di DPR, khususnya dalam rancangan revisi Undang-Undang KPK. Mengenai rencana revisi Undang-Undang KPK, kami bersepakat revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini,” kata Joko dalam jumpa pers bersama perwakilan DPR di Istana Negara.
Praktis ini mengulangi adegan seusai rapat konsultasi antara Presiden Joko dengan jajaran kepemimpinan DPR yang digelar di Istana Merdeka pada 13 Oktober tahun silam. Bedanya, alasan ketika itu adalah pihak legislatif dan eksekutif memprioritaskan untuk menyelesaikan masalah-masalah ekonomi yang sudah mendesak terlebih dulu. Perbedaan lainnya, delegasi DPR saat ini dipimpin ketuanya Ade Komaruddin. Dulu dipimpin Setya Novanto. Empat pemimpin lain DPR sama.
Tapi, alasan sebenarnya tentu saja bukan itu. Alasanya sebenarnya, dulu dan sekarang, sama: yaitu kuatnya penolakan publik terhadap rencana revisi Undang-Undang KPK. Revisi Undang-Undang KPK dipandang publik sebagai upaya pelemahan terhadap KPK. Apa pun dalih dan pembelaan parlemen, misalnya revisi dimaksudkan untuk memperkuat sistem pemberantasan korupsi oleh KPK, tidak mempan meyakinkan publik.
Ditarik ke belakang, mulur-mungkret rencana revisi undang-undang yang mengatur tentang lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi itu sudah terjadi sejak era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tepatnya di periode kedua pemerintahan SBY.
Wacana revisi Undang-Undang KPK pertama kali bergulir di Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum dan perundang-undangan pada medio Oktober 2010. Dua bulan kemudian , revisi Undang-Undang KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 sebagai usul inisiatif DPR. walau sudah masuk prolegnas, wacana ini seolah jalan di tempat karena kerasnya penolakan publik ketika itu. Publik menganggap revisi itu akan melemahkan KPK.
DPR bersama pemerintah kembali memasukkan revisi Undang-Undang KPK dalam daftar RUU prioritas Prolegnas 2012. Komisi III DPR, yang dibantu tenaga ahli kelengkapan tersebut dan tim penyusun undang-undang dari Sekretariat Jenderal DPR, mulai serius merumuskan draf revisi Undang-Undang KPK. Namun, lagi-lagi, penolakan dan kritik keras dari masyarakat membuat draft revisi Undang-Undang KPK layu sebelum berkembang.
Jajaran kepemimpinan KPK termasuk yang pasang badan untuk menolak revisi Undang-Undang KPK. Yang berada di barisan terdepan adalah berbagai elemen masyarakat sipil, khususnya organisasi nonpemerintah yang bergiat di antikorupsi. Materi yang ditolak sebagian sama dengan yang ditolak sekarang, yaitu adanya mekanisme penyadapan yang harus meminta izin ketua pengadilan negeri terlebih dulu serta dibentuknya dewan pengawas.
Kuatnya arus publik yang menolak revisi Undang-Undang KPK akhirnya berefek juga ke Istana Merdeka. Presiden SBY akhirnya menolak revisi Undang-Undang KPK karenatiming-nya dianggap tidak tepat, meski sebelumnya Partai Demokrat sempat mendukung revisi undang-undang tersebut.
Tepatnya, SBY menunda revisi Undang-Undang KPK. “Pemikiran dan rencana revisi Undang-Undang KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi, saya pandang kurang tepat untuk dilakukan saat ini. Lebih baik sekarang ini kita tingkatkan sinergi dan intensitas semua upaya pemberantasan korupsi,” kata SBY di Istana Negara, Jakarta, 8 Oktober 2012.
Ini juga mirip dengan yang terjadi sekarang. Presiden Joko akhirnya menunda revisi Undang-Undang KPK, tepatnya sudah dua kali menunda, karena timing-nya tidak tepat meski sebelumnya PDI Perjuangan mendukung revisi undang-undang tersebut
Pendek cerita, akhirnya Komisi III DPR melempar handuk soal rencana menyempurnakan Undang-Undang KPK ini. Bola kemudian dilempar ke Badan Legislasi DPR. Tapi, proses di badan penggodok RUU di DPR itu relatif berlangsung cepat—cepat untuk menyerah. Pada 17 Oktober 2012, semua fraksi yang ada di Baleg DPR sepakat menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang KPK.