Koran Sulindo – Terpilihnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatakan Bangsa-Bangsa harus merefleksikan politik luar negeri Indonesia.
Visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia harus menjadi program utama terutama implementasi pilar kelima yaitu mewujudkan pertahanan maritim yang handal.
Menurut pengamat militer dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati, hal itu dapat ditempuh guna menjaga stabilitas keamanan perairan Indonesia melalui hard power dan soft power.
“Hard power ditempuh melalui program minimum essential force (MEF). Sementara soft power dapat ditempuh melalui diplomasi maritim,” kata Susaningtyas di Jakarta, Senin (11/6).
Diungkapkan, sebagai bentuk nyata implementasi pilar keempat Poros Maritim Dunia, maka diplomasi maritim dapat diarahkan untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mediator konflik di Laut China Selatan.
Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia juga dapat berperan lebih aktif untuk mengusulkan berbagai alternatif solusi konflik.
Lebih lanjut Susantyas mengatakan, para diplomat Indonesia, dapat memperoleh political capital untuk mengundang semua pihak yang berkepentingan guna mempercepat solusi tersebut sesuai Hukum Laut Internasional 1982.
Indonesia dapat menyiapkan para diplomat yang akan mengawaki pos tersebut di PBB dalam membentuk tim terpadu.
“Artinya tidak hanya untuk diplomat Kementerian luar Negeri saja. Tetapi juga perlu melibatkan para pejabat dari berbagai instansi yang menangani pertahanan maritim, seperti perwira TNI AL dan Badan Keamanan Laut,” terangnya.
Selain hard power dan soft power, Indonesia juga dapat mengoptimalkan smart power. Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, maka Indonesia sebagai ASEAN leader dapat memperkokoh jejaring dengan berbagai negara dan organisasi internasional yang menangani global security.
Selain itu smart power Indonesia dapat dijabarkan ke dalam berbagai program aksi ASEAN Political-Security Community (APSC) untuk mewujudkan perdamaian di berbagai belahan dunia yang dilanda konflik.
Periode sebagai anggota tidak tetap DK PBB 2019-2020 merupakan peluang Indonesia menjadi pemain global yang sesungguhnya sebagai penjaga perdamaian dunia.
“Smart power dapat ditunjukkan dengan memberi kesempatan beberapa perwira tinggi TNI untuk menjadi komandan misi PBB, seperti perwira tinggi TNI AL berbintang tiga sebagai Komandan Maritim Misi PBB di Libanon,” Susaningtyas.
Menurutnya, promosi jabatan tersebut juga sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia untuk berperan aktif menjaga perdamaian di Timur Tengah. [CHA/TGU]