Iuran Pensiun Tambahan Wajib Perbesar Potongan Upah Pekerja

Setelah mendapat kritik keras mengenai rencana pungutan Tapera, pemerintah kembali mencetuskan rencana pungutan tambahan bagi pekerja dengan nama Iuran Pensiun Tambahan Wajib. Jika sudah diterapkan maka para pekerja nantinya akan dibebankan iuran tambahan untuk uang pensiun, setelah sebelumnya sudah ada Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pungutan iuran pensiun tambahan wajib merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Regulasi ini mengatur pemerintah dapat melaksanakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib.

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, iuran dana pensiun tambahan ini akan mirip dengan Jaminan Pensiun (JP) BPJS-TK. Manfaatnya baru bisa diterima peserta secara rutin setiap bulan setelah pensiun.

Seperti biasa, pemerintah membuat alasan perumusan kebijakan dengan mengutip beberapa pernyataan lembaga internasional sebagai penguat. Kali ini OJK menyebut iuran dana pensiun wajib digunakan untuk meningkatkan replacement ratio atau pendapatan saat pensiun dibandingkan dengan pendapatan terakhir sebelum pensiun yang menurut Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO angkanya di Indonesia masih di bawah standar.

“itu hanya sekitar 10-15% dari penghasilan terakhir yang diterima pada saat aktif,” kata Ogi, Jumat (6/9).

Disebut bahwa ILO merekomendasikan minimum replacement ratio sebesar 40 persen. Sedangkan replacement ratio di Indonesia masih di kisaran 15 sampai 20 persen. Rendahnya replacement ratio membuat banyak pensiunan mengandalkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut OJK manfaat yang diterima para pensiunan saat ini masih relatif sangat kecil.

“Sementara upaya untuk peningkatan perlindungan hari tua juga memajukan kesejahteraan umum dari ILO itu ada standar yang ideal, itu adalah 40%,” tambah Ogi.

Beban pungutan pekerja

Meskipun ada kesan pemerintah memikirkan nasib pekerja setelah pensiun, namun ada pendapat bahwa rencana iuran dana pensiun wajib lebih fokus pada upaya pemerintah mendapatkan dana dari masyarakat. Sebelumnya melalui UU PPSK yang sama pemerintah berupaya memungut asuransi wajib kendaraan bermotor (TPL). Belum lagi serangkaian pungutan tambahan yang dirancang demi menambah pemasukan negara baik itu Tapera hingga kenaikan PPN.

Maka wajar jika rencana pemerintah ini ditentang banyak pihak, utamanya di kalangan pekerja, karena saat ini gaji pekerja di Indonesia sudah dipangkas sejumlah potongan untuk berbagai jenis iuran. Mulai dari program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan (BPJS-TK), iuran BPJS Kesehatan, Pajak Penghasilan (PPh) 21.

Menurut Andriko Otang dari lembaga Trade Union Rights Center (TURC), pungutan wajib tambahan kepada para pekerja akan sangat membebani pekerja yang sudah terkena banyak potongan. Ia juga merasa heran mengapa tidak menggunakan skema BPJS Ketenagakerjaan yang juga terdapat komponen dana pensiun.

“Logika apa yang digunakan pemerintah soal kenapa harus dipisah, ini pemerintah harus menjelaskan, kenapa dana pensiun tambahan ini terpisah dari program jaminan pensiun BPJS yang saat ini ada,” kata Andriko.

Tambahan potongan gaji dikhawatirkan hanya akan membebani masyarakat, terutama kelas menengah bawah. Sebelumnya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah kelas menengah kian menurun beberapa tahun kebelakang. Pengenaan pungutan tambahan ini dikhawatirkan akan berimbas juga pada penurunan daya beli dan perlambatan ekonomi nasional.

Beban potongan pekerja yang sudah terlalu banyak akan menurunkan pendapatan yang siap dibelanjakan. Apalagi kenaikan upah minimum dalam 10 tahun terakhir sangat rendah. Dampak lain yang bisa terjadi akibat banyaknya pungutan adalah membuat industri terpukul sehingga berpotensi kembali terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat perputaran ekonomi yang melambat.

Kepercayaan masyarakat

Kebijakan negara untuk menambal keuangan semestinya tidak melulu membebankan masyarakat apalagi saat ini hampir seluruh pendapatan negara bersumber dari pajak rakyat. Selain itu, anggaran negara juga belum dirasakan maksimal manfaatnya oleh masyarakat, masih banyak kebocoran dan korupsi anggaran negara.

Selain masalah banyaknya pungutan, iuran tambahan pensiun wajib juga harus jelas penanggungjawab dan pengelolanya. Meski OJK mengatakan peraturan pemerintah soal ini masih dirancang, namun disebutkan bahwa dana pensiun wajib ini akan disalurkan melalui lembaga pengelola non-bank. Ada dua jenis lembaga keuangan non-bank yang dapat mengelola dana pensiun di Indonesia, yaitu Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

Jika pengelolaannya nanti benar-benar dilakukan oleh DPPK, maka ini akan menjadi iuran wajib baru yang terpisah dengan iuran Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua melalui BPJS-TK. Maka pekerja kemungkinan akan membayar iuran pensiun ke dua pengelola yang berbeda.

Mekanisme pengelolaan dana pensiun antara BPJS dan DPLK/DPPK berbeda. BPJS adalah badan hukum publik untuk jaminan sosial. Mereka boleh mencari untung, tapi untuk dikembalikan ke para pekerja sebagai penerima manfaat. Sedangkan DPLK/DPPK lebih berorientasi untung karena dikelola oleh badan usaha.

Selain itu, bentuk pertanggungjawabannya pun berbeda. BPJS berada di bawah tanggung jawab presiden langsung. Sehingga jika BPJS sampai defisit, maka pemerintah bisa memberikan suntikan dari APBN sebagai bentuk tanggung jawab. Sedangkan DPLK/DPPK diawasi oleh OJK.

Seharusnya pemerintah terlebih dahulu menyelesaikan sejumlah masalah sebelum menerapkan iuran pensiun tambahan wajib. Hingga kini masih ada soal kepercayaan terhadap pengelolaan dana pensiun oleh negara.

Sudah semestinya pemerintah tidak hanya menghitung uang masuk dari masyarakat tanpa memperhatikan tingkat kemampuan dan beban hidup yang sudah cukup berat. Setidaknya pemerintah perlu ‘blusukan’ lagi ke perkampungan pekerja atau ke daerah padat penduduk untuk belajar memahami bahwa setiap pungutan dapat mengurangi jatah belanja dapur dan porsi makan keluarga pekerja. [DES]

[lana_download id=”59590″]
[lana_download id=”59590″ text=”Download” counter=”1″]