Koran Sulindo – Institut Teknologi Bandung (ITB) membekukan organisasi mahasiswa yang diduga berafiliasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Organisasi kemahasiswaan ini adalah HATI (Harmoni Amal dan Titian Ilmu) yang kami bekukan beberapa minggu yang lalu,” kata Wakil Rektor Bidang Akademi dan Kemahasiswaan ITB, Bermawi P. Iskandar, di Bandung, Rabu (6/6/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Bermawi, HATI telah lama dicurigai gerak-geriknya karena sering mengundang tokoh-tokoh HTI untuk menjadi pemateri dalam diskusi yang diselenggarakannya.
Sebelum membekukan, pihak rektorat sudah memberikan peringatan berupa teguran agar organisasi tersebut tidak menyelenggarakan kegiatan yang bertentangan dengan aturan kampus dan nilai-nilai Pancasila, namun HATI tidak menaatinya.
“Diskusi di kampus dan itu kita tegur, sudah dua kali mereka mengadakan diskusi itu. Dari hasil diskusi mereka posting di medsos dan memang ada kaitannya dengan aspirasi dari HTI itu,” katanya.
Organisasi itu sudah eksis sejak lima tahun lalu dan tercatat sebanyak 59 mahasiswa menjadi anggota HATI. Saat ini pihak ITB, terus menelusuri secara detail rekam jejak HATI. Jika dinilai membahayakan bagi kampus, maka ITB akan membubarkannya.
“Jadi masih wacana. Kalaupun sistem negara khilafah ini masih wacana. Untuk itu kami perlu meluruskan mereka,” katanya.
Menanggapi pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang memasukkan ITB ke dalam beberapa perguruan tinggi terpapar radikalisme, ITB mengucapkan terima kasih.
“HATI ini jadi pelajaran berharga buat ITB. Kami lebih berhati hati mengizinkan organisasi kemahasiswaan seperti HATI ini. Karena kegiatan diskusinya tidak konstruktif,” kata Bermawi.
Menurut Wakil Rektor itu, saat pertama kali masuk di ITB, para mahasiswa telah berjanji akan mematuhi segala aturan yang berlaku di ITB termasuk berorganisasi dengan berlandaskan Pancasila.
Data Ulang Calon Rektor
Sementara itu Kementeri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi tengah mendata latar belakang calon rektor untuk mencegah paham radikal berkembang di kampus.
“Sebelum pemilihan, kami bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan juga Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menyelidi rekam jejak maupun transaksi keuangan dari calon tersebut,” kata Menristek Dikti, Mohamad Nasir, di Jakarta, Rabu (6/6/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Pemerintah menginginkan rektor yang terpilih terbebas dari paham radikal.
Direktur Jenderal Kelembagaan Kemristekdikti Patdono Suwignjo mengatakan pendataan latar belakang calon rektor dilakukan secara saksama sehingga orang terindikasi radikalisme bisa dicegah menjadi rektor. [DAS]