Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares (tengah), Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide (kanan) dan Menteri Luar Negeri Irlandia Micheal Martin (kiri) memberi isyarat setelah konferensi pers di Brussels, Belgia pada 27 Mei 2024. (X/Menlu Spanyol, Jose Manuel Albares)

Israel kembali melancarkan serangan udara terbaru terhadap pengungsi Palestina di Rafah, Gaza selatan, hingga menewaskan 21 orang dan melukai puluhan lainnya, Selasa (28/5). Serangan udara militer Negeri Zionis tersebut menargetkan al-Mawasi di Rafah barat, sebuah daerah di mana tenda-tenda didirikan untuk menampung warga Palestina yang terlantar.

Di sisi lain, beberapa negara mengakui Palestina sebagai negara. “Spanyol dengan ini akan bergabung dengan lebih dari 140 negara yang telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara,” demikian pernyataan Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, yang disampaikan di Madrid pada hari Selasa (28/5).

Sanchez menjelaskan lebih lanjut, “Negara Palestina harus berdiri sendiri dengan Tepi Barat dan Gaza terhubung oleh sebuah koridor, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, serta harus disatukan di bawah pemerintahan yang sah dari Otoritas Nasional Palestina (PNA).”

Spanyol, Irlandia, dan Norwegia secara resmi kini telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Warga Palestina pun menyambut gembira langkah yang dilakukan ketiga negara Eropa tersebut, salah satunya ditunjukkan dengan memasang bendera ketiga negara itu di bangunan pemerintahan kota Ramallah yang terletak di Tepi Barat.

Mohammad Nashashibi, salah satu warga Palestina, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pengakuan internasional merupakan hak warga Palestina yang sah bahkan sejak sebelum tahun 1920.

“Hari ini gambarannya mulai semakin jelas, dan sebagai warga Palestina, kami mulai mendapatkan hak-hak kami, sedikit demi sedikit, sampai kami mendapat semua hak kami,” ungkap Nashashibi.

Melalui pengakuan secara resmi ini, Madrid, Dublin, dan Oslo menyatakan bahwa mereka ingin mempercepat upaya mewujudkan gencatan senjata dalam perang Israel dengan Hamas di Gaza.

Perdana Menteri Irlandia, Simon Harris, mengatakan bahwa pengakuan Palestina sebagai sebuah negara perlu dilakukan sekarang. “Jika negara-negara tidak mengambil langkah formal untuk mengakui Palestina, saya khawatir tidak akan ada kesempatan lagi pada masa depan.

Sekarang saatnya untuk bertindak. Perbatasan tahun 1967 perlahan terkikis dan hal ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut,” ujar Harris dalam pidatonya di Parlemen Irlandia pada hari Selasa (28/5).

Pengakuan itu lantas memantik kemarahan Israel yang kini semakin terkucilkan dari komunitas internasional setelah konflik di Gaza berlangsung selama lebih dari 7 bulan. Menurut Israel, langkah itu sama saja dengan mendukung aksi yang dilakukan Hamas.

Asisten Profesor Hukum HAM dan Hukum Internasional Publik di Utrecht University, Kushtrim Istrefi, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pengakuan yang dilakukan ketiga negara Eropa itu memiliki “signifikansi hukum dan politik, tidak hanya simbolis” serta negara-negara lain bisa segera mengikuti langkah tersebut.

“Saya kira ini menjadi penting karena terjadi pada saat kita menghadapi tragedi kemanusiaan yang menghancurkan Gaza, dan saya kira pengakuan ini lebih merupakan tanggapan atas apa yang dilakukan Israel, daripada apa yang telah dilakukan Palestina untuk mencapai pengakuan dalam situasi saat ini,” jelas Istrefi.

Meski begitu, Istrefi tidak mengharapkan seluruh Uni Eropa akan mencapai kesepakatan bulat terkait pengakuan Palestina sebagai sebuah negara. Seperti yang terjadi di Denmark, parlemen negara itu menolak proposal untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara pada hari Selasa (28/5) dengan alasan yang sejalan dengan sikap pemerintahnya yang memandang bahwa Palestina tidak memiliki satu pun otoritas yang berfungsi atau kendali atas wilayahnya sendiri.

Hingga kini, sekitar 144 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara, termasuk sebagian besar negara global south, Rusia, China, dan India.

Tetapi hanya sekitar 27 negara anggota Uni Eropa yang melakukan hal tersebut, sebagian besar adalah negara bekas Komunis beserta Swedia dan Siprus. Sementara negara-negara lainnya mengatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk mengikuti jejak Spanyol, Irlandia, dan Norwegia, termasuk di dalamnya Inggris, Australia, Malta, dan Slovenia. [UN]