Kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) sebagai olahan tandan sawit ternyata tidak dapat dinikmati petani. Pasalnya harga jual tandan buah sawit (TBS) petani ke pabrik jatuh jauh di bawah harga pasar.

Berdasar keterangan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, harga TBS di tingkat petani sangat rendah. Contohnya di Pasaman Barat, Sumatra Barat, harga TBS sudah Rp600 per kilogram.

“Bahkan di Tanjung Jabung Timur, harga TBS mencapai di bawah Rp500 per kg kalau aksesnya jauh dari jalan. Ini kan sudah kelewatan. Laporan hari ini (23 Juni) ada yang sampai Rp 300 per kg,” ucap Henry.

Pernyataan itu dikuatkan juga oleh Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung. Apkasindo mencatat, harga TBS untuk petani swadaya saat ini hanya dihargai Rp 1.150 per kilogram. Sedangkan untuk petani bermitra sebesar Rp 2.010 per kilogram.

Rendahnya harga beli TBS petani oleh pabrik sangat kontras dengan harga CPO dunia yang mencapai 1.400 dolar AS setiap ton atau setara dengan 20.500 rupiah setiap kilogram.

Melihat tingginya harga pasar Gulat Manurung menyebut seharusnya harga TBS petani bisa di atas 3.000 rupiah.

Pernyataan gulat memang sesuai dengan perhitungan pasar dari produk olahan sawit yang kini sedang tinggi. Misalnya saja harga CPO dalam negeri dipatok masih diatas 13 ribu rupiah. Harga ini yang kemudian dipakai untuk mengkonversi bahan baku biodiesel dan minyak goreng.

Dengan harga produk olahan yang tinggi sudah selayaknya pabrik membeli di atas 2.500 rupiah setiap kilogram TBS petani untuk kebutuhan dalam negeri dan diatas 3.000 rupiah untuk harga ekspor.

Pengusaha nakal

Rendahnya harga TBS menjadi pertanyaan besar bagi para pelaku kecil sektor perkebunan sawit seperti petani kecil dan petani plasma. Dinilai ada kesengajaan pengusaha CPO membeli harga TBS petani dengan harga rendah demi memaksimalkan keuntungan.

Berbagai kalangan mendesak pemerintah menindak pengusaha nakal yang mempermainkan harga TBS petani.

“Jadi kalau ada pabrik kelapa sawit (PKS) yang membeli dengan TBS petani dengan harga rendah harus ditindak. Bukan tidak memungkin agar PKS tersebut ditutup, lalu diambil alih oleh pemerintah, ini levelnya udah level krisis,” ujar Ketua Umum SPI Henry Saragih.

SPI meminta pemerintah melalui penegak hukum agar menindak perusahaan sawit yang membeli TBS di bawah harga pemerintah.

Lebih lanjut Henry meminta, izin ekspor perusahaan kelapa sawit dicabut juga jika membeli TBS dibawah harga normal. pemerintah.

“Dana segar yang ada di di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bisa dialokasikan untuk atasi masa krisis ini, bukan hanya memanjakan korporasi,” papar Henry.

Sementara itu, Ketua Umum Apkasindo, Gulat ME Manurung, menilai ada peran pemerintah sehingga harga TBS menjadi rendah. Pungutan ekspor dan bea keluar CPO yang tinggi dituding jadi salah satu penyebabnya.

Gulat meminta pemerintah menurunkan bea keluar CPO yang saat ini US$ 288 menjadi US$ 200. Kemudian, Apkasindo berharap pungutan ekspor dari yang saat ini US$ 200 menjadi US$ 100. Sehingga total beban harga CPO menjadi US$ 350.

Dengan asumsi harga CPO Cif Rotterdarm US$ 1.400 per 23 Juni dan dikurangi beban US$ 350, maka seharusnya harga CPO Indonesia adalah US$ 1.050.

Sehingga, apabila US$ 1.050 dikonversikan ke mata uang rupiah, maka harga CPO Indonesia seharusnya berada di Rp 15.500 per kilogram.

Apkasindo mengatakan, jika ditransmisikan kepada harga TBS petani sawit senilai Rp 3.300 per kilogram TBS.

Butuh ketegasan pemerintah

Permainan harga mengakibatkan petani sawit tidak dapat menikmati keuntungan dari tingginya harga CPO dunia, malah petani merugi akibat tidak dapat menutup biaya produksi.

Meengenai persoalan ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) meminta pabrik kelapa sawit membeli tandan buah segar (TBS) minimal Rp 1.600 per kilogram (kg). Hal ini merespons anjloknya harga TBS yang terjadi saat ini.

Zulhas mengatakan, Kementerian Perdagangan bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian telah membahas harga TBS tersebut.

“Kita minta agar pelaku usaha membeli paling rendah Rp 1.600 (per kilogram) paling rendah,” ujar Zulhas di Pasar Jaya Kramat Jati, Sabtu (25/6).

Zulhas memprediksi harga TBS akan normal kembali setelah minyak goreng curah seharga Rp 14.000 per liter dan ekspor crude palm oil (CPO) berjalan lancar.

“Kalau ekspornya lancar, tankinya kosong. Kalau tankinya kosong, pabrik kan produksinya cepat. Kalau produksinya cepat pasti cari bahan (TBS). Nah (harga) tandan buah segarnya jadi akan naik lagi. Tapi karena perlu waktu itu, kita ajak pelaku usaha yaitu pabrik agar jangan membelinya di bawah Rp 1.600 (per Kilogram),” jelas Zulhas.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan mengatakan, penurunan harga TBS terjadi karena sempat dilakukannya pelarangan ekspor selama kurang lebih satu bulan. Sehingga para pelaku ekspor harus berbicara kembali dengan mitranya karena pada saat itu tidak ada kepastian kapan ditutupnya larangan ekspor.

Namun, setelah dibukanya kembali ekspor, Kemendag akan mempercepat ekspor CPO agar harga TBS kembali normal. Oke memprediksi, setelah ekspor lancar, harga TBS bisa kembali mencapai di atas Rp 2.500 per kilogram.

“Para pelaku kan sekarang sedang kesulitan mencarikan kapal (untuk ekspor), kalau sudah itu lancar (kapal nya) nanti itu akan naik lagi (harga TBS), harga (TBS) kita di Rp 3.000 (per Kilogram),” terang Oke.

Terkait usulan untuk menurunkan pungutan ekspor dan bea keluar CPO, Oke mengatakan, kebijakan yang ada saat ini untuk memastikan agar pasar di dalam negeri lebih menarik daripada ekspor.

[PAR]