Koran Sulindo – Isu penempatan jenderal aktif dari Kepolisian RI untuk menjabat penjabat gubernur sudah bergulir lama. Bahkan isu itu sudah sering diperdebatkan dan sebagian berpendapat penunjukkan jenderal aktif dari Polri menduduki jabatan penjabat gubernur berpotensi melanggar hukum.
Menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Rizky Argama, isu tersebut sudah bergulir sejak awal tahun. Dan keberadaan Mochammad Iriawan, jenderal aktif bintang 3 dari Polri resmi dilantik sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat pada bulan ini.
“Dari perspektif hukum tata negara, peran dan kedudukan Polri sebenarnya sudah jelas diatur lewat Undang Undang tentang Polri. Pasal 28 ayat 3 menyebutkan ‘anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian’,” tutur Rizky ketika dihubungi lewat pesan WhatsApp pada pekan ini.
Berdasarkan pasal tersebut, menurut Rizky, sesungguhnya tidak perlu lagi dipertentangkan dengan UU tentang Pilkada mengenai penjabat sementara kepala daerah. Dalam kasus Iriawan, misalnya, kendati UU Pilkada dan UU Polri bersifat setara, namun UU Polri bersifat khusus karena sasaran pengaturannya adalah polisi.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo secara resmi melantik Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat pada Senin (18/6) kemarin. Setelah dilantik Iriawan memastikan tidak akan menyalahgunakan kekuasaan yang diembannya. Kariernya selama 34 tahun di kepolisian tidak akan dikorbankan.
Akan tetapi, bukan itu soalnya, seperti kata Rizky, ketika isu ini bergulir sejak awal tahun, Tjahjo berkeras pengangkatan perwira aktif kepolisian sudah sesuai dengan perundang-undangan. Ia lalu merujuk kepada UU tentang Pilkada pada pasal 201 ayat 10 yang berbunyi “Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Tjahjo juga merujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara tahun 2018. Dalam Pasal 4 ayat 2 aturan itu berbunyi “Penjabat gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemerintah daerah provinsi.”
Sementara peneliti hukum Perkumpulan untuk Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil pada awal tahun lalu menyatakan, langkah Tjahjo itu berpotensi melanggar sejunlah UU. Beberapa UU yang berpotensi dilanggar Tjahjo adalah UU Pilkada, UU Aparatur Sipil Negara dan UU tentang Polri.
Seperti Fadli, Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Mustafa Fakhri juga berpendapat serupa. Ia menilai jabatan penjabat gubernur semestinya berasal dari kalangan sipil dan itu diatur dalam Pasal 201 ayat 10 UU Pilkada. Dengan demikian, pelantikan Iriawan yang masih aktif sebagai polisi itu sesuaikah dengan aturan? [KRG]