IPB Rekomendasikan Kenaikan HPP Beras

Ilustrasi/bulog.co.id

Koran Sulindo – Institut Pertanian Bogor (IPB) merekomendasikan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk mengimbangi impor beras, agar harga jual petani tidak jatuh.

“Kebijakan impor harus diimbangi dengan kenaikan HPP, karena saat ini petani sedang menikmati harga beras Rp5.000 per kg,” kata Direktur Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB, Prof Dodik Ridho Nurrochmat, dalam jumpa media di IPB International Convention Center, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (22/1/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Kegaduhan akibat kebijakan Kementerian Perdagangan mengimpor beras, membuat IPB merekomendasikan strategi jangka pendek, srategi jangka menengah, dan strategi jangka panjang, soal perberasan nasional.

Untuk strategi jangka pendek IPB merekomendasikan agar impor beras dilakukan segera oleh Bulog secara terukur untuk menjamin ketersediaan stok beras nasional.

Strategi berikutnya pemerintah harus menaikan HPP dengan menggunakan biaya yang diperoleh Bulog dari keuntungan selisih harga beras impor dan harga beras domestik (subsidi silang harga beras). Kenaikan HPP ini untuk menjamin tidak terjadi penurunan harga beras secara dratis yang merugikan petani. Langkah efektif jika dan hanya jika impor dilakukan oleh Bulog dan semata-mata ditujukan hanya untuk menjaga ketersediaan stok beras.

“Agar petani dapat menikmati keuntungan yang wajar pada saat panen raya,” katanya.

Menurut Dody kenaikan HPP tersebut seharusnya di atas harga pasar. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015, HPP sebesar Rp3.700 per kg gabah kering panen. Sementara itu, saat ini petani sedang menikmati harga jual gabah kering panen Rp5.000 sampai dengan Rp5.500 per kg.

Jawa Timur Surplus

Sementara itu Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kabareskrim Polri, Gubernur Jawa Timur, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan Kepala Balitbangtan Dr. Muhammad Syakir melakukan panen padi seluas 350 hektare di Desa Gedongarum, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, hari ini.

Selain di Gedongarum, Januari ini ada empat desa di Kecamatan Kanor yang juga telah memasuki masa panen dengan total luas mencapai 1.800 hektare yaitu di Desa Kedungprimpen, Temu, Pilang, dan Desa Semambung.

Total luas panen padi di Kabupaten Bojonegoro sendiri pada Januari 2018 ini menjapai 8.227 hektare atau setara beras 28.924 ton.

Sementara konsumsi beras per bulan di Kabupaten yang dikenal dengan sebutan bumi Angling Dharmo ini berdasarkan jumlah penduduk sebanyak 1,2 juta jiwa adalah 11.488 ton, sehingga di Januari ini di Bojonegoro telah surplus sebanyak 17.436 ton.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo usai panen mengatakan bahwa stok beras dari panen yang ada di Jawa Timur Januari ini ada 285 ribu ton sementara konsumsi 298 ribu ton.

“Di gudang juga masih ada 168 ribu ton sehingga saat ini kita kelebihan 155 ribu ton” kata Soekarwo.

Menurut Gubernur, di Jatim harga beras stabil dan tidak ada masalah yang berarti.

“Masalahnya bukan pada produksi, melainkan tata niaga pangan, ini manajemen stok saja, perkaranya hanya itu,” kata Gubernur.

Pada 2018 Bulog ditargetkan menyerap 3,7 juta ton beras dan sesuai kesepakatan Rapat koordinasi, Januari hingga Juni 2018 BULOG harus menyerap 2,2 juta ton.

Mentan mengatakan pada 2018 ini Kementan menganggarkan Rp1,7 triliun khusus untuk Jatim.

Mentan juga optimistis harga beras segera stabil, meskipun ada panen dengan luas tanam sekitar 2 juta hektare selama sebulan tujuh hari.

“Selama sebulan tujuh hari ini akan ada panen tanaman padi di Tanah Air seluas sekitar 2 juta hektare. Saya optimistis harga gabah dan beras akan stabil sampai musim gadu,” kata Mentan, usai panen raya tanaman padi di lahan banjir luapan Bengawan Solo di Desa Kedungarum, Kecamatan Kanor, Bojonegoro, hari ini, seperti dikutip antaranews.com. [DAS]