Ilustrasi

Koran Sulindo – Pembangunan infrastruktur yang masif di luar Pulau Jawa selama pemerintahan Presiden Joko Widodo mendorong pemerataan penanaman modal (investasi). Bila selama bertahun-tahun investasi hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa, selama beberapa tahun terakhir ini para pemilik modal mulai berekspansi ke luar Jawa.

Di tengah pandemi Covid-19 yang masih berkecamuk pada periode Juli hingga September 2020, realisasi investasi di Indonesia masih tumbuh postif. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat selama periode kuartal III saja, realisasi investasi di Indonesia mencapai Rp 209 triliun, tumbuh 8,9% dibandingkan realisasi investasi pada kuartal II lalu yang sebesar Rp 191,9 triliun. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu juga masih tumbuh, meski pertumbuhannya tipis yaitu sebesar 1,6%.

Secara akumulasi dari Januari hingga September 2020, total realisasi investasi mencapai Rp 611,6 triliun, tumbuh 1,7% bila dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun 2019 yang sebesar Rp 601,3 triliun. Pencapaian realisasi investasi sepanjang Januari-September 2020 tersebut sudah setara dengan 74,8% dari target yang ditetapkan oleh BKPM pada tahun ini yaitu sebesar Rp 817,2 triliun.

Tak heran, Kepala Badan BKPM Bahlil Lahadalia tampak sumringah saat memaparkan realisasi investasi ini pada pekan terakhir Oktober 2020. “Masa kritis realisasi investasi kita di 2020 pada era pandemi Covid-19 itu sudah terlewatkan. Kritis kita itu di kuartal II, di mana realisasi investasi kita hanya Rp 191,9 triliun,” ujar Bahlil yang didampingi Tina Talisa, mantan presenter televisi nasional yang kini sudah menjadi juru bicara BKPM.

Tak hanya berhasil menjaga pertumbuhan investasi pada kuartal III, hal yang juga membuat Bahlil dan jajarannya di BKPM berbangga adalah porsi investasi di luar Pulau Jawa sudah makin tinggi. Bahkan pada kuartal III/2020, porsi investasi di luar Jawa ini sudah lebih besar dibandingakn di Jawa yaitu sebesar 52,8% atau berjumlah Rp 110,4 triliun. Sedangkan porsi di Jawa sendiri sebesar 47,2% atau sebesar Rp 98,6 triliun.

Memang bila dilihat secara akumulasi dari Januari hingga September 2020, porsi investasi di Jawa masih lebih besar yaitu 50,3% atau sebesar Rp 307,5 triliun. Sementara di luar Jawa porsinya sebesar 49,7% atau Rp 304,1 triliu. Meski dominasi Jawa masih tinggi, tetapi keadaannya sudah hampir seimbang.

Tren investasi luar Pulau Jawa memang terus megalami peningkatkan dalam beberapa tahun terakhir dan semakin tinggi justru pada tahun 2020 ini. Sepanjang 2019 lalu, porsi investasi luar Jawa masih sebesar 46,3%. Sedangkan di tahun 2018 dan 2017 masing-masing sebesar 43,8% dan 43,7%.

Bahlil mengatakan, salah satu Key Perfomance Indicator (KPI) BKPM di bawah kepemimpinannya adalah penyebaran investasi yang tidak hanya berpusat di Jawa. Tetapi juga mendorong adanya investasi ke luar Jawa. Dan kini salah satu KPI itu sudah tercapai.

“Para investor baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam menempatkan investasinya itu tidak lagi hanya fokus di Pulau Jawa. Tetapi sudah terjadi juga di luar Pulau Jawa,” ujar Bahlil bangga.

Luar Jawa
Menurutnya, banyaknya investor yang menanamkan modalnya di luar Jawa tidak terlepas dari pembangunan infrastrkutur yang masif dilakukan pemerintah di luar Jawa selama ini terutama pada periode pertama pemerintahan Joko Widodo. “Sekarang sudah mulai terasa dampaknya,” ujar pria kelahiran Banda, Maluku, 7 Agustus 1976 ini.

Bahlil mengatakan, infrastruktur yang memadai, termasuk ketersediaan bahan baku merupakan syarat mutlak untuk masuknya investor. Selama ini bahan baku sudah tersedia berlimpah di luar Jawa. Tetapi infrastruktur yang kurang memadai dibandingkan Jawa membuat para investor lebih betah untuk berinvestasi di Jawa. Akibatnya, ada ketimpangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa. Dari data produk domestik druto (PDB) saja sudah terlihat bahwa sebagian besar aktivitas ekonomi ada di Jawa. Tahun 2019 lalu misalnya, kontribusi Pulau Jawa dalam pembentukan PDB Indonesia mencapai 59%. Mendorong investasi ke luar Jawa merupakan salah satu upaya agar ketimpangan ekonomi ini tidak terlalu lebar.

Bahlil mengatakan, Presiden Joko Widodo memang memerintahkan kepada BKPM agar investasi tidak hanya fokus di Jawa. Karena itu, untuk mendorong investasi di luar Jawa, insentif fiskal pun diberikan lebih besar kepada investor yang mau berinvestasi di luar Jawa. “Contoh tax holiday. Kalau di Jawa kita kasih 10 tahun, kalau industri yang sama mereka mau bikin di luar Jawa, katakanlah di Sumatera atau Papua yang daerahnya tersulit, itu insentif fiskalnya pasti kita naikan menjadi 15 tahun,” ujar Bahlil.

Lantas wilayah mana saja di luar Jawa yang menjadi incaran investor? Berdasarkan data realisasi investasi pada kuartal III/2020, untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), provinsi di luar Jawa dengan realiasi investasi terbesar adalah Riau yaitu sebesar Rp 11,99 triliun, Kalimantan Timur sebesar Rp 9,06 triliun, Kepulauan Riau sebesar Rp 5,03 triliun, Sumatera Selatan sebesar Rp 4,49 triliun dan Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar Rp 3,56 triliun.

Sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA), provinsi dengan realisasi investasi terbesar adalah Maluku Utara sebesar US$ 758,6 juta; Kepulauan Riau sebesar US$ 506,4 juta; Sulawesi Tengah sebesar US$ 440,2 juta; Sulawesi Tenggara sebesar US$ 345,6 juta dan Sumatera Utara sebesar US$ 223,7 juta.

Mengalirnya investasi ke luar Jawa ini dari sisi ekonomi akan mendorong pertumbuhan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa. Tetapi di sisi lain, tentu ada persoalan sosial dan juga lingkungan yang mengikutinya. Secara sosial tak jarang kehadiran investasi menimbulkan konflik dengan masyarakat setempat. Kehadiran investasi alih-alih membawa kesejahteraan malah menimbulkan peminggiran (marginalisasi) dan eksklusi masyarakat dalam percaturan ekonomi lokal. Dari sisi lingkungan, kehadiran investasi juga menimbulkan kerusakan alam terutama investasi pada sektor ekstraktif. [Julian A]