Koran Sulindo – Kementerian BUMN menginisiasi pembentukan holding ultra mikro sebagai payung usaha untuk BRI, Pegadaian dan PMN. Ketiga BUMN ini memiliki irisan dalam model bisnis terutama dalam pembiayaan sektor ultra mikro. Sinergi ketiganya dalam satu holding diharapkan akan menciptakan ekosistem yang memungkinkan usaha ultra mikro bisa naik kelas menjadi usaha mikro, kecil hingga menenengah secara sistematis.
Berbicara di depan Komisi VI DPR pada pertengahan Maret 2021, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan model bisnis ekosistem ultra mikro akan fokus pada pemberdayaan bisnis melalui PNM dan juga pengembangan bisnis melalui Pegadaian dan BRI untuk mejembatani usaha mikro naik kelas. “Itu yang terpenting, usaha mikro bisa naik kelas sehingga bisa memasuki tahapan yang lebih tinggi. Jadi, tidak yang kecil tetap kecil, yang kaya makin kaya, tetapi bagaimana yang kecil bisa ke menengah, ini yang coba sama-sama kita lakukan,” ujarnya.
Dengan ekosistem yang terentuk ini, jelas Erick, ingin memastikan bunga pinjaman yang rendah. Selama ini, menurutnya, usaha ultra mikro, mikro, kecil dan menengah mendapatkan bunga pinajaman yang besar. Bahkan banyak diantaranya yang mendapatkan bunga pinjaman selangit dari rentenir.
Bagaimana tujuan itu bisa tercapai? Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri BUMN, Direktur Utama ketiga BUMN yang diintegrasikan bisnisnya ini hadir juga di hadapan Komisi VI DPR dan memeberikan pejelasan.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menegaskan bahwa integrasi bisnis dari tiga perusahaan ini, yaitu BRI, Pegadaian, dan PNM, dilakukan dengan tetap menjaga bisnis model masing-masing, di mana BRI akan tetap fokus di kredit usaha rakyat, Pegadaian tetap fokus produk gadai, dan PNM tetap fokus di pemberdayaan melalu program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar).
Dengan model integrasi ini, menurut pria yang disapa Tiko ini, ketiga BUMN ini akan mampu menjangkau masyarkat luas dengan jaringan yang terintegrasi. Saat ini, jelasnya, dalam piramida usaha di Indonesia, segmen terbawah yaitu usaha ultra mikro berjumlah 60 juta nasabah. Sayangnya, baru separuhnya yang mempunyai akses kepada pembiayaan formal.
“Oleh karena itu ke depan, untuk bisa memberdayakan dan memberikan akses keuangan yang formal dengan biaya lebih murah, tentunya jangkauan ini jadi kunci utama,” ujar Tiko.
Tiko mengatakan integrasi tiga enitas usaha ini bisa memberikan layanan usaha yang semakin lengkap, terintegrasi dan luas. Targetnya dalam 4 tahun ke depan, 30 juta nasabah baru yang selama ini belum tersentuh layanan keuangan formal bisa mendapatkan akses keuangan dari integrasi ketiga BUMN ini. “Saat ini pun kami sudah melakukan piloting dalam bentuk co-location dimana cabang-cabang unit desa BRI ke depan akan dilengkapi dengan loket untuk Pegadaian agar masyarakat bisa menggadaikan barangnya, sekaligus juga menjadi pos untuk para AO [account officer) dari Mekaar [PNM] untuk pemberdayaan masyarakat khususnya ibu-ibu dengan konsep social lending,” ujarnya.
Selain untuk tujuan jangkauan yang luas, integrasi ketiga BUMN ini, jelas Tiko juga akan menciptakan efisiensi baik dari sisi biaya dana maupun dari sisi biaya operasional. Saat ini, biaya dana di BRI relatif murah yaitu 2,3% karena mengandalakan dana masyarakat. Sementara Pegadaian dan PNM biaya dananya jauh lebih tinggi yaitu 6%-7% untuk Pegadaian dan 9%-10% untuk PNM karena sumber dananya berasal dari pasar modal. Untuk mencapai efisiensi dari sisi biaya dana, nantinya Pegadaian dan PNM bisa mendapatkan dana dari BRI yang murah tadi.
Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan, penurunan cost of fund dilakukan selain dengan mendapatkan akses pendanaan langsung dari BRI, juga dilakukan melalui penerbitan instrument utang yang dijamin oleh BRI.
Selain menurunkan biaya dana, integrasi ketiga BUMN ini, menurut Sunarso juga dapat menurunkan biaya operasional melalui penggunaan infrastruktur-infrastruktur jaringan secara bersama-sama. Dus, apabila mau memperluas jaringan tidak perlu masing-masing investasi sendiri-sendiri. “Investasi cukup satu tetapi bisa digunakan untuk bertiga,” ujar pria yang juga pernah menjadi direktur utama Pegadaian ini.
Sunarso menjelaskan model bisnis ekosistem ini akan fokus pertama kepada masyarakat yang memang belum fully commercial yang sering disebut unbankable. Segmen ini didekati dengan pendekatan model bisnis yang selama ini dijalankan oleh PNM yaitu melalui social group lending. “Apabila sudah memenuhi kaidah-kaidah atau kriteria komersial, mereka bisa melanjutkan meningkatkan usahanya dengan mengakses pendanaan dengan dua alternatif,” ujarnya.
Alternatif pertama melalui Pegadaian bila pinjaman mengandalakan jaminan. Alternatif kedua adalah ke BRI bila memenuhi kaidah-kaidah pengajuan kredit perbankan seperti analisis cash flow.
Dengan model bisnis ini, terjadi proses yang berkesinambungan, terstruktur dan sistematis segmen ultra mikro untuk naik kelas. “Proses naik kelasnya pun bisa di-tracing dan kemudian data base-nya pun bisa diintegrasikan,” ujar Sunarso. [Julian A]