Pada awal abad ke-20, Hindia Belanda menjadi tempat berbagai upaya kaum Eropa kelahiran lokal untuk mempertahankan identitas dan hak-hak mereka di tanah jajahan.
Salah satu wujud dari upaya ini adalah berdirinya Insulinde. Melansir laman kemdikbud, Insulinde merupakan sebuah organisasi yang didirikan oleh para blijvers, atau orang Belanda yang lahir dan tumbuh di Hindia.
Didirikan di Bandung pada tahun 1907, Insulinde menjadi ruang baru bagi mereka yang merasakan kegagalan organisasi sebelumnya, Indische Bond, dan bercita-cita untuk memperkuat posisi kaum Eropa kelahiran Hindia.
Lahir dengan keanggotaan yang terbatas, Insulinde kemudian berkembang seiring berjalannya waktu, melalui kepemimpinan baru dan dorongan untuk menciptakan identitas yang lebih inklusif di tengah perubahan sosial.
Dalam dua tahun pertama, Insulinde tidak banyak melakukan kegiatan dan jumlah anggotanya terbatas di Bandung, hanya sekitar 150 orang.
Perubahan besar terjadi ketika H.C. Zentgraff bergabung dan memperkenalkan jurnal bernama Insulinde pada Januari 1910. Publikasi ini mendorong pertumbuhan organisasi, yang keanggotaannya meluas ke kota-kota lain, terutama Semarang. Kantor pusat Insulinde pun dipindahkan dari Bandung ke Semarang, disertai pembentukan dewan pelaksana baru.
Dengan kepemimpinan baru di Semarang, Insulinde mengambil sikap yang lebih moderat. Dewan pengurusnya berusaha menciptakan harmoni antara kaum Belanda kelahiran Hindia dan Eropa asli, serta menghindari arah politik nasionalis.
Pada Maret 1910, jurnal Insulinde bahkan menerbitkan kritik terhadap penggabungan identitas orang Indo dengan masyarakat Jawa. Perubahan ini menghasilkan reformasi besar dalam organisasi, termasuk revisi anggaran dasar dan aturan organisasi yang selesai pada Oktober 1910.
Keanggotaan pun dibuka bagi seluruh penduduk Hindia Belanda yang berusia 21 tahun ke atas. Namun, langkah ini justru memicu protes dari anggota; sekitar 370 orang memilih keluar, dan penjualan jurnal menurun dari 1.334 eksemplar pada Juni 1910 menjadi 914 eksemplar pada Desember 1910.
Krisis ini mendorong wacana penggabungan Insulinde dan Indische Bond pada 1911 dan 1912, sebagai langkah untuk memperkuat kedua organisasi yang lemah dan memiliki tujuan yang serupa. Namun, terjadi perdebatan terkait organisasi mana yang harus dilebur.
Kedatangan Ernest Douwes Dekker pada Juni 1911 membawa perubahan. Kembali ke Hindia Belanda, ia mempengaruhi gerakan kaum Indo dengan pandangan bahwa organisasi seperti Insulinde seharusnya tidak hanya bergerak di bidang sosial, tetapi juga memiliki agenda politik yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak kaum Indo, Eropa, dan pribumi.
Meski pandangannya diterima, perdebatan penggabungan Insulinde dan Indische Bond belum mencapai kesepakatan hingga Februari 1912.
Kekecewaan Douwes Dekker terhadap ketidakmampuan organisasi untuk bersatu akhirnya mendorongnya mendirikan organisasi politik baru, Indische Partij, bersama Suwardi Suryaningrat dan Cipto Mangunkusumo pada 1912.
Indische Partij menjadi organisasi politik yang mengedepankan kepentingan bersama kaum Indo, Eropa, dan pribumi di Hindia Belanda. Dikenal sebagai salah satu organisasi politik pertama di Hindia Belanda yang berorientasi nasional, Indische Partij memperjuangkan kemerdekaan dan kesetaraan bagi seluruh penduduk di wilayah koloni.
Perjalanan Insulinde menunjukkan bagaimana kelompok sosial di Hindia Belanda terus berupaya mencari tempat bagi hak dan identitas mereka di tengah tekanan politik dan sosial kolonial.
Meskipun menghadapi tantangan internal dan eksternal, kontribusi Insulinde dalam membentuk gagasan awal mengenai hak-hak kelompok Indo, Eropa, dan pribumi tidak dapat diabaikan.
Meski akhirnya bergeser dengan berdirinya Indische Partij yang lebih politis, Insulinde tetap menjadi salah satu fondasi penting yang mendasari munculnya kesadaran nasional di tanah jajahan. Di tengah perkembangan pergerakan nasional, Insulinde mewakili dinamika awal pergerakan kaum Indo yang kemudian ikut membangun semangat perubahan di Hindia Belanda. [UN]