Ilustrasi: Vaksinasi

Koran Sulindo – Para orang tua korban vaksin palsu mengadu ke DPR setelah mereka kecewa atas respons rumah sakit yang diduga sebagai bagian penyalur vaksin palsu. Tuntutan para orang tua korban kepada Rumah Sakit Harapan Bunda, salah satu rumah sakit penyalur, misalnya, membuka data penggunaan vaksin palsu periode 2013 hingga 2016.
Akan tetapi, tuntutan itu, kata August Siregar, salah satu orangtua korban, tidak dipenuhi pihak rumah sakit. RS Harapan Bunda hanya membuka data pasien korban vaksin palsu periode Maret hingga Juni 2016. Karena itulah, mereka kemudian mengadu ke DPR.

Sesungguhnya ada tujuh tuntutan yang diajukan orang tua kepada pihak RS Harapan Bunda. Salah satunya adalah menerbitkan data pasien korban penggunaan vaksin palsu sejak 2003, dan memvaksin ulang serta membiayai para korban untuk cek kesehatan di rumah sakit lain.

Sedangkan tuntuan lainnya meminta jaminan kesehatan terhadap pasien korban sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Tujuannya untuk menghindari dampak atau akibat di kemudian hari meski dinyatakan tidak berbahaya.

Kepada Kementerian Kesehatan Aliansi Orangtua Korban Vaksin Palsu meminta agar mengeluarkan surat pernyataan resmi yang menyatakan vaksin palsu tidak berbahaya bagi anak. Terlebih menteri kesehatan kerap mengatakan vaksin palsu tidak berbahaya bagi anak.

Pernyataan lisan menteri dinilai tidak menjamin apapun. Dengan surat resmi itu, jika kelak ditemukan dampak buruk vaksin palsu terhadap anak, maka Kementerian Kesehatan bisa mempertanggungjawabkannya secara hukum. [Kristian Ginting]