Koran Sulindo – Sejumlah pihak mendesak agar Pemerintah segera menetapkan status bencana nasional terkait dengan rentetan peristiwa gempa bumi yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa ada beberapa pertimbangan untuk menetapkan sebuah kejadian bencana statusnya menjadi bencana nasional.
Pertama, penetapan dilakukan apabila Pemerintah Daerah tidak berfungsi. Sejauh ini Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi dan Kabupaten setempat masih berfungsi dengan baik.
Kemudian, penetapan dilakukan apabila tidak ada akses terhadap sumber daya nasional. Pemerintah sendiri telah mengerahkan sumber daya nasional melalui semua kementerian atau lembaga terkait.
Terakhir, penetapan bencana nasional dilakukan apabila ada regulasi atau peraturan dan perundangan yang menghambat pelaksanaan tanggap darurat.
Faktanya, semua regulasi yang ada mendukung. Ada juga regulasi kedaruratan melalui dana siap pakai (DSP) dan penggunaannya.
“Saya berharap jangan diperdebatkan ini bencana nasional atau tidak, tapi perhatian nasional cukup luar biasa tidak hanya di Lombok tapi di semua area kalau ada kejadian,” kata Tjahjo Kumolo dalam rilis media, Jakarta, Selasa (21/8).
Mendagri Tjahjo Kumolo menuturkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei terkait penanganan dampak bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurutnya, koordinasi tersebut dilakukan untuk mendesak dalam memberikan penanganan secara lebih cepat dan cermat, sebab masyarakat yang menjadi korban gempa membutuhkan penanganan segera.
“Hari ini kami membuat radiogram hasil koordinasi dengan Pak Willem, bahwa kalau BNPB pesan-beli lagi peralatan itu perlu waktu, maka kami minta pada BPBD di daerah yang dekat dengan NTB mengirimkan bantuan guna mengatasi hal tersebut,” ucap Tjahjo.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) terdekat dari NTB, seperti Bali dan Jawa, diinstruksikan segera mengirimkan bantuan personil sekaligus peralatan penanganan bencana.
Mendagri menyebut kebutuhan masyarakat terdampak bencana terus mengalami peningkatan. “Kami sudah memberi surat, kalau ada dana Sisa Lebih Penggunaan Anggara (SILPA) itu bisa disumbangkan ke sana. Ini sifatnya gotong-royong, disamping Menkeu sudah mengalokasi dan cadangan,” jelas Tjahjo.
Jangan Jadi Polemik
Menteri Koordinator Polhukam Wiranto meminta soal peningkatan status bencana nasional terhadap musibah gempa bumi di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak dijadikan polemik.
Ia menjelaskan tentu ada pertimbangan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan status bencana nasional di Lombok, baik keuntungan maupun kerugiannya. Namun, terpenting adalah pertimbangan itu bisa ditangani dengan tuntas.
“Tapi sampai sekarang ini kan Pak TGB (Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi) juga sampaikan, dengan status seperti ini bantuan dari pusat sudah sangat luar biasa,” kata Wiranto.
Menurut Menkopulhukan, Gubernur NTB mengetahui bahwa pemerintah pusat walaupun tidak bencana nasional bukan terus berpangku tangan. Sebab, bantuan pemerintah sungguh sangat banyak dan diakui pemerintah daerah disana.
“Bukan cuma DPRD yang minta (ditingkatkan bencana nasional), tapi banyak pihak juga yang meminta. Itu ada banyak persyaratannya, masalah besarnya kerugian, bencana, kelumpuhan pemerintah daerah,” ujarnya.
Ia membandingkan dengan tsunami di Aceh dulu, bahwa memang bencana nasional segera ditetapkan karena pemerintah daerah nyaris lumpuh, gedung-gedung ambruk dan pejabat pun jadi korban.
“Ketika saya berkunjung di sana, kelumpuhan cuma sesaat. Tapi saat diambil satgas reaksi cepat yang saya pimpin, ada pemulihan dari fungsi Pemda, silakan kita dampingi dan perkuat. Hingga kini berjalan terus sampai sekarang,” terang Wiranto.
Front Pembela Islam (FPI) menjadikan gempa Lombok sebagai bencana nasional. Hal itu dilakukan setelah tidak hentinya gempa mengguncang NTB hingga Senin (20/8).
FPI menganggap gempa Lombok yang tak kunjung berhenti itu meminta pemerintah menjadikan sebagai Bencana Nasional. Desakan FPI itu disampaikan setelah mendapat arahan dari Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Hal itu juga disampaikan HRS dalam akun twitternya @RizieqShihabFPI
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dampak gempa Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 SR pada 29/7/2018 yang kemudian disusul gempa 7 SR (5/8/2018), 6,5 SR (19/8/2019 siang) dan 6,9 SR (19/8/2018 malam) menyebabkan 506 orang meninggal dunia, 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 7,7 triliun. [CHA]