Koran Sulindo – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan  Hasto Kristiyanto menanggapi permintaan sejumlah media massa mengenai pertemuan antara Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Hasto menuturkan bahwa Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dikenal sebagai sosok negarawan dengan pengalaman yang luas. Terlebih, diusia 14 tahun, Megawati sudah menjadi delegasi termuda Gerakan Non-Blok di Beograd, Serbia. Dan sejak kecil, beliau diajak Bung Karno menerima tokoh-tokoh mancanegara dan tokoh kebangsaan, tokoh agama dan tokoh pergerakan, juga tokoh-tokoh perjuangan.

“Dengan pengalaman yang sangat luas, terlebih konsistensi perjuangan Bu Mega pada jalan Pancasila. Maka wajar jika secara periodik Bu Mega berdialog dengan Presiden Jokowi dan jajaran pemerintahannya. Baik dari kalangan menteri, badan-badan negara maupun pimpinan partai dan pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara,” ujar Hasto dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (21/4).

Hasto mengungkapkan, pertemuan dengan Menteri Nadiem sudah dilakukan beberapa kali, guna membahas politik pendidikan yang bertumpu pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Politik pendidikan untuk meletakkan landasan kebudayaan bagi kemajuan bangsanya melalui penguasaan iptek; politik pendidikan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa.

“Jadi dialog tersebut memang perlu bagi kepentingan kemajuan dan peningkatan kualitas pendidikan nasional bangsa,” kata Hasto.

Dijelaskan Hasto, jika ditanya apa saja yang dibahas selama dua jam pertemuan, maka banyak yang dibahas. Dimulai dari politik pendidikan, pentingnya Pancasila, dan juga pendidikan budi pekerti serta kebudayaan. Bahkan, Megawati berulang kali menekankan pentingnya pendidikan karakter dan pendidikan yang menggelorakan rasa cinta pada Tanah Air tidak hanya melalui teori, namun juga praktek, guna memahami apa itu gotong royong, nasionalisme, dan pengenalan Indonesia yang begitu plural.

“Jadi bukan hanya aspek kognitif saja. Ibu Mega juga banyak menceritakan pengalamannya ketika oleh Bung Karno diminta belajar di Perguruan Cikini yang didirikan oleh para pejuang perempuan,” urainya.

Jika kemudian ada yang mengaitkan dengan isu reshuffle, lanjut Hasto, yang harus dipahami bahwa PDI Perjuangan selalu memegang prinsip bahwa reshuffle hanya terjadi atas keputusan Presiden.

“Pertemuan tersebut tidak membahas hal itu. Karena persoalan pendidikan sebagai dasar kemajuan bangsa merupakan hal yang fundamental,” katanya.

PDI Perjuangan memandang kinerja Mendikbud Nadiem Makarim, termasuk apa yang dicanangkan sejauh ini dengan pendidikan yang memerdekakan dan berakar pada falsafah pemikiran Ki Hadjar Dewantara perlu mendapat dukungan.

Partai, kata Hasto tidak melihat menteri sebagai individu. Partai melihat menteri sebagai pembantu presiden yang harus menjalankan kebijakan presiden yang berfokus pada upaya menjalankan konstitusi dan undang-undang dengan selurus-lurusnya.

“Terlebih pendidikan juga harus mengedepankan objektivitas, rasionalitas, dan semangat juang untuk menguasai ilmu pengetahuan. Atas pemaparan Menteri Pendidikan bagaimana pendidikan juga membumikan Pancasila sangat menarik dan penuh dengan inovasi dan terobosan,” kata Hasto. [CHA]