Inflasi 2018 Turun dan Ekonomi Stabil, Angin Segar Memasuki 2019

Menko Perekonomian Darmin Nasution saat membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2019, Aula Utama BEI, Jakarta, 2 Januari 2019.

Koran Sulindo – Dalam pemantauan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bulanan untuk Desember 2018 sebesar 0,62%. Khusus inflasi di bulan Desember 2018, penyebabnya adalah kenaikan harga bahan makanan, terutama kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam ras, dan kenaikan harga bawang merah dan beras.

Selama tahun 2018, inflasi tercatat sebesar 3,13%, yang jauh lebih rendah dibanding inflasi tahun 2017 yang sebesar 3,61%. Angka inflasi itu juga sedikit lebih rendah dibanding perkiraan Bank Indonesia (BI), yang sebesar 3,2%. Adapun target pemerintah dalam APBN-P 2018 sebesar 3,5%.

“Angka ini bagus karena berada di bawah target inflasi,” ungkap Kepala BPS Suhariyanto, Rabu (2/1).

Penyebab inflasi selama tahun 2018 adalah kenaikan pada komponen inflasi inti. Penyumbang dominan, berdasarkan komoditas, adalah kenaikan harga bensin.

“Bensin yang bukan subsidi, tetapi yang umum, ada kenaikan karena kenaikan harga minyak,” ujarnya.

Penyebab utama kedua adalah kenaikan harga beras. Namun, kenaikan di tahun 2018 lebih rendah ketimbang kenaikan harga beras di tahun 2017.

Pada tahun 2017, penyebab dominan inflasi berbeda. Penyebabnya adalah kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered prices), yakni kenaikan tarif listrik 900 volt ampere (VA) pada awal tahun.

Sebelum ada pengumuman dari BPS itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution telah meyakini, inflasi tahun 2018 akan lebih rendah daripada tahun 2017. “Saya yakin, inflasi kita di bawah tahun lalu. Itu menunjukkan, kita semakin berhasil kendalikan inflasi. Saatnya kita mulai menggeser target inflasi kita ke arah lebih rendah,” ungkap Darmin, Rabu pagi,  saat membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2019, Aula Utama BEI, Jakarta. Ragu pagi tadi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat ke level 6.200.

Diingatkan Darmin, kondisi inflasi pada Januari 2018 yang tinggi, yaitu 0,62% secara bulanan dan 3,25% secara tahunan. Namun, pemerintah akhirnya mampu menekan inflasi di bulan berikutnya, menjadi 0,17% secara bulanan dan 3,18% secara tahunan.

Pemerintah, kata Darmin lagi, dapat mengendalikan inflasi secara bertahap. Walaupun begitu, ia tak memungkiri masih ada kenaikkan harga komoditas seperti beras. “Pada awal tahun ini, tarif angkutan dan harga telur ayam,” tuturnya.

Ia juga mengatakan, di tengah ketidakpastian global, baik karena normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat maupun negara-negara maju lain, perang dagang, perubahan harga komoditas, Indonesia masih bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang relatif baik.

Di tempat terpisah, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, stabilitas ekonomi dan sektor keuangan sepanjang 2018 terjaga dengan baik. Pandangan yang sama juga diungkapkan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Indikator positif dari stabilitas ekonomi pada tahun 2018 lalu adalah pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi mencapai 5,2%. , lebih tinggi daripada 2017 yang hanya 5,07%.

Karena itu, BI dan OJK berkomitmen melanjutkan sinergi menghadapi tahun 2019, yang bertepatan dengan pengelenggaraan pemilihan umum. Sinergi ini harus dilanjutkan supaya stabilitas ekonomi tetap terjaga di 2019 atau bahkan lebih baik

“Kuncinya, sinergi dan optimisme. Saya ajak BI dan jajaran OJK mau memperkuat sinergi dan optimisme untuk menyongsong 2019 dan tahun-tahun berikutnya dengan kinerja ekonomi yang lebih baik,” kata Perry Warjiyo saat silaturahmi dengan pihak OJK di kantornya, Jakarta, Rabu siang, seperti diberitakan banyak media.

Wimboh Santoso juga menyatakan pendapat yang senada dengan Perry. Menurut dia, stabilitas ekonomi dan sistem keuangan yang terjaga adalah hasil dari sinergi BI dengan OJK.

“Kami sinergi dengan BI, Kementerian Keuangan, dan para pengusaha sehingga kami harus tancap gas di pekan pertama 2019,” kata Wimboh. [RAF]