Ilustrasi: Presiden Joko Widodo bersantap siang bersama para pekerja pabrik sepatu PT KMK Global Sports di Cikupa, Tangerang, pada 30 April 2019 lalu/Akun Twitter Presiden Jokowi, @jokowi

DAYA SAING ekspor manufaktur Indonesia cenderung stagnan dalam dua dekade terakhir. Sepanjang kurun waktu tersebut porsi ekspor manufaktur Indonesia di dunia hanya bertahan di angka 1,1%.

Angka itu tersaji dalam laporan Indonesia Economic Prospects edisi Desember 2022 yang dirilis oleh Bank Dunia atau World Bank.

Daya saing manufaktur Indonesia berbanding terbalik dengan negara Vietnam yang mampu meningkatkan porsi ekspor manufakturnya di kancah global, dari 0,2% pada tahun 2000 melesat menjadi 1,6% pada tahun 2020.

Kemajuan Vietnam disebut karena mereke mampu melakukan diversifikasi produk dan melakukan peningkatan produktivitas ekspor manufaktur.

Selain Vietnam, Bank Dunia juga melihat beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia berhasil membangun kapasitas produksi untuk diversivikasi ke industri yang bernilai tambah lebih tinggi.

Untuk meningkatkan kinerja industri pengolahan untuk lebih baik, Bank Dunia pun memberikan beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan oleh Indonesia.

Pertama, melakukan diversifikasi produk didukung dengan kebijakan pendukung yang tepat sehingga menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi.

Kedua, memperdalam perjanjian perdagangan yang ada dan mengejar perjanjian dagang yang lebih komprehensif.

Ketiga, mempercepat fasilitas perdagangan dan reformasi logistik. Keempat, menuntaskan kendala yang mengikat untuk perdagangan jasa. [PAR]