koransulindo.com – Indonesia kaya akan bahan baku yang bersumber dari alam, dan industri yang memanfaatkan bahan baku tersebut disebut dengan industri berbasis kearifan lokal. Produk industri berbasis budaya dan kearifan lokal antara lain batik, tenun tradisional, kerajinan, anyaman, kulit dan produk kulit serta perhiasan yang memanfaatkan bahan baku dari alam Indonesia.
Sektor industri kecil dan mikro (IKM) selama ini telah menjadi salah satu pelaku keberlangsungan industri berbasis kearifan lokal. Pasalnya, proses produksi handmade dan penggunaan bahan baku dari alam merupakan salah satu wujud pelestarian budaya yang telah dilakukan nyata oleh para pelaku IKM.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan untuk terus berupaya mendukung keberlangsungan industri berbasis kearifan lokal, salah satunya dengan pameran-pameran dari pelaku IKM fesyen, kerajinan, perhiasan, produk kulit, kosmetik, kopi, dan produk olahan lainnya.
Sektor IKM dinilai berperan penting sebagai penggerak perekonomian regional dan nasional, yang lebih tahan terhadap guncangan perekonomian global. Di tengah melemahnya kondisi perekonomian dunia, IKM cenderung mampu bertahan dan berdaya saing. Banyaknya penyerapan tenaga kerja menjadi kekuatan bagi sektor mayoritas ini, untuk terus memberikan kontribusi kepada negara dalam mewujudkan kemandirian ekonomi.
Yuk kita kenali beberapa industri lokal yang berhasil menembus pasar dunia:
Industri Kerajinan Kulit Garut
Di Indonesia sudah banyak daerah-daerah penghasil kerajinan kulit yang berkualitas. Di antaranya adalah Sidoarjo, Magetan, Jogjakarta, Garut, serta daerah-daerah lainnya di luar Pulau Jawa. Garut menjadi daerah dengan produsen kulit terbaik di Indonesia, terutama jaket kulit. Produk kulit buatan Garut memiliki kelas yang setara produk kulit luar negeri, dengan harga yang lebih terjangkau. Pembeli juga dimanjakan akan modifikasinya yang sangat beragam.
Bermula pada tahun 70-an, daerah Sukaregang, Garut, hanya dihuni oleh beberapa perajin kulit. Tapi karena kualitas dan harga yang terjangkau, masyarakat pun memilih produk yang dihasilkan oleh para perajin yang berada di Jalan Gagak Lumayang ini. Hal tersebut berimbas dengan semakin banyaknya perajin yang membuka kios dan toko di area Sukaregang.
Berbagai produk olahan berbahan dasar kulit, mulai dari jaket, sepatu, tas, hingga dompet, dapat dengan mudah ditemukan di area Sukaregang. Harga yang ditawarkan pun bervariatif, tergantung ukuran, motif, dan warna yang digunakan dalam produk kulitnya. Di sentra kulit ini, Anda juga bisa memesan sesuai model yang disukai.
Jangan takut dengan kulit yang tidak asli (imitasi). Mayoritas perajin yang berada di wilayah Sukaregang menggunakan kulit asli. Bahan dasar kulit tersebut didapatkan dengan mudah di wilayah Garut. Kulit domba, sapi, dan kerbau menjadi bahan yang paling sering digunakan para perajin Sukaregang.
Tiap-tiap jenis kulit digunakan untuk keperluan yang berbeda, disesuaikan dengan karakter setiap jenis kulit. Kulit domba yang bertekstur lembut, misalnya, biasa digunakan sebagai bahan jaket. Sementara, kulit sapi dan kerbau yang bertekstur lebih keras sering digunakan untuk membuat sepatu, tas, hingga ikat pinggang.
Terletak di daerah perkotaan membuat area Sukaregang sangat mudah dijangkau. Terlebih lagi, terdapatnya gapura di depan jalan membuat para pengunjung yang datang dapat dengan mudah mengenali kawasan ini.
Kualitas produk-produk yang dihasilkan para perajin di daerah ini dapat disejajarkan dengan produk dari luar negeri. Bahkan, produk para perajin Garut sudah tersebar ke penjuru nusantara hingga ke mancanegara seperti Korea, Hongkong, dan Jepang.
Industri Rotan Cirebon
Sejak dulu, Kabupaten Cirebon memang dikenal sebagai eksportir olahan rotan. Produknya berbagai macam mulai dari furnitur, anyaman, dan kerajinan rotan yang menjadi andalan daerah ini.
Kabupaten Cirebon tercatat sebagai wilayah yang memiliki desa pengekspor rotan terbanyak. Desa-desa ini tersebar di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Plumbon (6 desa) dan Kecamatan Weru (1 desa).
Pada masa kejayaannya, sebelum 2005, Cirebon mampu mengekspor sekitar 2.000 sampai 4.000 kontainer kerajinan rotan per bulan. Lalu pada 2005, produksi ekspor mulai anjlok akibat dibukanya kran ekspor bahan mentah rotan. Akibatnya, ekspor kerajinan rotan dari Cirebon turun menjadi rata-rata 800-1.200 kontainer per bulan. Negara-negara tujuan ekspor produk rotan ini biasanya ke Amerika Serikat (AS), Kanada, Jepang, Korea Selatan, Australia, serta negara Uni Eropa seperti Jerman, Perancis, Italia, dan Denmark.
Angin segar industri furnitur mulai datang kembali pada 2011. Kementerian Perdagangan memberlakukan larangan ekspor bahan baku rotan. Tujuannya, agar bahan baku terserap oleh pelaku industri dalam negeri. Ekspor rotan dari wilayah ini beranjak naik kembali.
Hampir setiap warga bekerja sebagai perajin rotan. Di Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, bahkan memiliki Kampung Wisata yang bernama Rotan Galmantro. Pada 2018, tercatat 298 industri mikro dan kecil yang memproduksi anyaman di desa ini.
Di Kabupaten Cirebon sendiri, pada 2018 tercatat sebanyak 60 ribu warga bekerja di sektor industri meubel/ kerajinan rotan. Jumlah perusahaan industri rotan pun terus naik, dari tahun ke tahun. Pada 2018, jumlah perusahaan industri rotan tercatat sebanyak 1.408 perusahaan. Sebelumnya, pada 2015 terdapat 1.370 industri rotan (BPS, 2018).[Ahmad Gabriel]
Baca juga: