Koran Sulindo – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih berfluktuasi, bahkan cenderung melemah. Pada Selasa (18/9), misalnya, nyaris menembus Rp 14.900 per dolar. Namun, sebuah analisis menyebutkan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan risiko terkecil tertular krisis moneter.
Di samping Indonesia, analisis Nomura Holding Inc menyebutkan 7 negara lain dengan risiko terkecil terkena krisis moneter adalah Brasil, Bulgaria, Kazakhstan, Peru, Filipina, Rusia, dan Thailand. Berdasarkan kepada model peringatan dini krisis yang dinamakan Damocles, 8 negara itu memperoleh skor nol terkait risiko krisis.
Model peringatan dini tersebut merujuk kepada sejumlah faktor seperti cadangan devisa, tingkat utang, suku bunga, dan impor. Masih menurut analisis Nomura, di samping Argentina, Turki dan Venezuela, Financial Times melaporkan, krisis nilai tukar mata uang belakangan ini kemungkinan akan menyebar ke Sri Lanka, Afrika Selatan, Pakistan, Mesir dan Ukraina.
Dalam setahun ke depan 30 negara dengan ekonomi berkembang rentan terhadap krisis nilai tukar mata uang itu. Penyebaran itu antara lain karena krisis kurs mata uang menghantam Argentina dan Turki. Sri Lanka disebut yang paling rentan mengalami krisis nilai tukar mata uang. Lalu, menyusul Afrika Selatan dan Argentina. Sri Lanka paling rentan karena memiliki keuangan fiskal yang lemah dan rapuh terhadap faktor eksternal. Pasalnya cadangan devisa negara tersebut hanya cukup 5 bulan saja untuk menutupi utang luar negeri jangka pendek dan pembayaran transaksi impor yang menggunakan dolar.
Kebutuhan negara ini akan dolar cukup besar untuk menutupi kewajibannya. Juga karena situasi politik Sri Lanka yang tidak stabil. Laporan ini muncul di tengah kekhawatiran tentang merosotnya nilai tukar mata uang Argentina dan Turki secara tajam. Juga pelemahan rupee India yang menjadi rekor dalam sejarah dan tekanan terhadap rupiah Indonesia.
Khusus untuk Indonesia, kemampuan rupiah bertahan terhadap dolar karena cadangan devisa yang cukup tinggi senilai US$ 117 miliar dan rendahnya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan fakta itu, rupiah dinilai masih kuat menahan pelemahan terhadap dolar. [KRG]