Direktur Pelaksana IMF (International Monetary Fund) Kristalina Georgieva mengatakan prospek ekonomi global akan gelap, akibat meningkatnya risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan. Setelah Covid-19, dunia menghadapi ancaman krisis karena invasi Rusia ke Ukraina dan bencana lantaran perubahan iklim.
Bahkan IMF menyatakan ekonomi global berisiko mengalami kerugian US$ 4 triliun pada 2026 akibat resesi. IMF telah menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya 2,9 persen pada 2023 seiring dengan resesi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (29/9/2022) lalu menyebut, dunia termasuk negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) berpotensi mengalami resesi pada 2023 mendatang.
Presiden Jokowi bahkan sudah mengingatkan soal kondisi dunia saat ini yang ada dalam pusaran ‘awan gelap’ dan tahun depan ada kemungkinan terjadi badai besar atau ancaman resesi termasuk di Indonesia.
Indonesia
Sri Mulyani mengatakan, untuk kondisi Indonesia, sejauh ini pemerintah masih memperkirakan sampai dengan akhir tahun pertumbuhan masih cukup resilience. Terutama ditopang pada kuartal III-2022. Hal ini tercermin dari konsumsi masih bagus, ekspor masih sangat kuat, dan investasi sudah mulai pulih.
Namun di 2023, kata Sri Mulyani jika dilihat environment-nya maka akan menjadi lebih melemah. Sebab itu, pemerintah tetap menjaga resiliensi sebagai shock absorber dan domestic demand harus tetap terjaga.
“Oleh karena itu daya beli harus dijaga secara sangat hati-hati, makanya tadi yang disampaikan dari dunia usaha pertumbuhan kredit sudah meningkat itu semuanya bisa menciptakan pekerjaan, income, dan daya beli,” jelasnya
“Ini semuanya adalah cara kita, dan kita menggunakan tools APBN dan bekerja sama dengan BI untuk terus menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dan mendorong pemulihannya,” demikian MenKeu.
Penyebab Resesi
Pengamat Perbankan, Keuangan, dan Investasi dari UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D., menyampaikan bahwa resesi yang akan terjadi kedepannya dikarenakan lonjakan inflasi sebagai dampak dari konflik Rusia-Ukraina.
Peningkatan inflasi tersebut diikuti oleh kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral di negara Eropa dan Amerika dengan menaikkan tingkat bunga acuan yang akan berdampak juga pada kebijakan yang diambil bank sentral di negara lainnya.
Menurutnya, apabila bunga acuan meningkat, maka biaya modal dan bunga kredit yang akan ditanggung bisnis juga akan naik. Dampak lanjutannya biasanya diikuti oleh mata uang lokal yang melemah terhadap mata uang asing.
Tingginya inflasi yang terjadi di berbagai negara disebabkan oleh suplai barang yang menurun namun jumlah permintaan yang terus meningkat, terlebih lagi dunia sedang diterpa oleh badai pandemi Covid-19 yang terjadi pada dua tahun kemarin.
Belum lagi pandemi selesai sudah dihadapkan dengan adanya perang Rusia-Ukraina. Dari adanya perang ini menimbulkan disrupsi yang berdampak negatif terhadap kestabilan pasokan barang pokok secara global. Akibatnya, harga barang pokok mengalami lonjakan harga dan terus mendorong inflasi naik.
Dampak Resesi
Ada beberapa dampak resesi ekonomi yang bisa terjadi, di antaranya,
1. Terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi yang tentu saja akan membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya. Hal ini akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang biasanya akan sering terjadi bahkan beberapa perusahaan mungkin saja akan gulung tikar dan tidak lagi beroperasi.
2. Kinerja instrumen investasi akan mengalami penurunan sehingga investor cenderung menempatkan dananya pada bentuk investasi yang lebih aman.
3. Ekonomi yang semakin sulit pasti akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat karena mereka akan lebih selektif menggunakan uangnya dengan fokus terhadap pemenuhan kebutuhan dasar terlebih dahulu.
Indonesia Baik-Baik Saja?
Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam yakin Indonesia tidak akan mengalami resesi pada 2023. Dia menyebut perekonomian Tanah Air bakal baik-baik saja.
“Tidak ada statement yang mengatakan Indonesia akan resesi. Adanya pernyataan global akan resesi. Namun, kita harus tetap waspada,” ujar Piter ketika dihubungi oleh Tempo pada Kamis malam, 27 Oktober 2022.
Kendati begitu tetap perlu waspada, Piter meminta masyarakat tidak panik. Sebab saat resesi global dan harga-harga barang meningkat, Piter menyatakan stok energi maupun pangan di dalam negeri masih akan tetap tersedia.
Alih-alih suram, Piter mengatakan 2023 justru menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengejar pemulihan ekonomi dan melaksanakan normalisasi. Indonesia akan mengejar defisit APBN turun atau kembali ke posisi 3 persen seperti yang diamanatkan dalam undang-undang. [S21]