Koran Sulindo – Meski kemajuan teknologi informatika sudah demikian pesat dan Internet sebagai anak kandung kemajuan itu juga sudah mampu merambah berbagai penjuru dunia, Indonesia tampaknya belum mau meninggalkan cara-cara konvensional dalam melakukan promosi. Bahkan, Indonesia terkesan begitu bahagia melakukan cara-cara yang bisa dianggap “tradisional” tersebut, walau harus merogoh kocek yang sangat dalam. Misalnya saat mengikuti Frankfurt Book Fair pada 2015 lalu, yang menghabiskan dana Rp 146 miliar. Biaya itu antara lain untuk menyewa paviliun pameran, akomodasi 123 delegasi, anggaran penerjemahan, serta pembuatan stand yang mewah.
Ketika itu, Indonesia memang menjadi tamu kehormatan. Dan, menurut Anies Baswedan ketika masih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menjadi tamu kehormatan saja sudah suatu kehormatan. “Dan ketika berhasil menjadi guest of honor yang mengharumkan nama Indonesia, di tempat berkumpulnya para penulis dunia, ini sebuah prestasi yang luar biasa,” tutur Anies pada 19 Oktober 2015.
Tampaknya sebentar lagi nama Indonesia juga akan kembali harum di Benua Eropa dan mungkin di belahan lain Bumi. Karena, Indonesia terpilih menjadi guest country atau negara tamu pada Festival Seni Europalia Indonesia 2017. Kesepakatannya sendiri telah dibuat sejak 14 Juli 2015 lalu, berdasarkan Memorandum of Understanding Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Europalia International. Lalu, pada 7 Desember 2015, telah ditandatanganinya Framework Agreement Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Europalia International.Juga telah dicapai sejumlah kesepakatan, terkait organisasi, program, pembiayaan (financing), pembelanjaan (expenditure), dan komunikasi.
Europalia sendiri merupakan asosiasi internasional non-profit yang berdiri sejak tahun 1959. Organisasi ini berada di bawah naungan Raja Belgia, yang menginisiasi festival ini setiap dua tahun sekali. Festival Europalia menjadi kegiatan di bidang kebudayan terbesar di Eropa, yang diselenggarakan selama empat bulan di 36 kota di 8 negara Eropa. Dalam setiap kegiatannya selalu dibuka secara resmi oleh Raja Belgia bersama kepala negara/pemerintahan dari guest country. Direncanakan, Presiden Joko Widodo akan hadir untuk membuka perhelatan ini bersama Raja Philippe Belgia di Palais des Beaux-Arts, Brusel, pada 10 Oktober 2017.
“Inilah kesempatan emas bagi kita untuk menunjukkan kepada publik Eropa dan dunia kekayaan budaya bangsa kita. Biarkan mata mereka terpesona dengan kenyataan bahwa kita membuat perbedaan, kita menjadi batu bata dalam membangun kebersamaan,” tulis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P. dalam situs resmi Europalia-Indonesia, europalia.id.
Dalam wawancara dengan radio Sindo Trijaya pada 8 Maret 2016 silam, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Dr. Hilmar Farid mengatakan, pihak Europalia International sangat selektif dalam memilih negara tamu. Bahkan, pada awalnya, Indonesia mengira akan menjadi negara tamu pada tahun 2015 lalu, yang ternyata diraih oleh Turki. “Surat hasil seleksi itu dikirim ke Kemendikbud dan tak lama setelahnya ada pengumuman resmi dari Europalia International,” kata Hilmar. Di Asia baru ada tiga negara yang pernah menjadi guest countrypada perhelatan tersebut, yakni Jepang pada tahun 1989, Cina pada tahun 2009, dan India pada tahun 2013. Untuk Asia Tenggara, Indonesia-lah yang pertama kali.
Diungkapkan Hilmar juga, dalam Festival Europalia Indonesia ini, tema keragamanlah yang diangkat. Karena, Indonesiaadalah negara dengan keragaman ekstrem, yang di dalamnya terdapat 700 bahasa dan 300 suku bangsa, tapi tetap bersatu. “Tidak ada negara lain yang memiliki kekayaan seperti itu,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pemerintah Indonesia dan pihak Europalia mengutamakan kerja sama untuk mengerjakan persiapan festival tersebut,baik untuk pemilihan konsep, kurator, maupun bagaimana menampilkannya.Festival ini meliputi pameran, pertunjukan seni, musik, literatur, kuliner, seminar, konferensi, dan film. Kedua belah pihak berpegang pada empat pilar, yakni aspek warisan leluhur (heritage), kekinian (contemporary), kreasi (creations), dan pertukaran (exchange).
Dalam kesempatan itu, Ketua Festival Europalia Makarim Wibisono mengungkapkan, salah satu contoh kerja sama yang dilakukan adalah saat pihak Indonesia mengusulkan rencana budaya yang akan ditampilkan di Festival Europalia. Menindaklanjuti usulan tersebut, kedua belah pihak sama-sama memilih kurator-kurator yang memiliki dasar kuat di bidangnya. Belajar dari negara tamu sebelumnya, Turki, yang dianggap kurang terorganisasi dan terkesan tergesa-gesa, pemerintah Indonesia mempersiapkan penampilannya dengan sangat teliti.“Kami sudah mendapat amanat dari Mendikbud untuk mengutamakan ini. Kami sudah menyiapkan tema-tema dan sudah mempersiapkan dengan lebih teliti,” ujarnya.
Menurut Makarim, banyak orang muda Indonesia yang tertarik dalam seni dan budaya, tapi tidak punya ruang untuk mengaplikasikannya. Untuk itu diperlukan perubahan dalam menangani tradisi seni dan budaya.Harapannya, pengalaman selama empat bulan di Festival Europalia akan membawa efek kepada perkembangan seni budaya di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan pasar global. Apalagi, pihak Europalia memandang Indonesia sebagai negara multi-etnis, multi-agama, dan multi-kultur yang toleran, demokratis, dan modern dengan tetap menjunjung nilai seni dan budaya.
Persiapan program-program itu telah melibatkan pejabat pemerintah dan swasta, pakar, seniman, dan kurator dari Indonesia, yang melakukan komunikasi dan pertemuan-pertemuan dengan mitra kerjanya di Europalia International, sepanjang tahun. Perhimpunan Pelajar Indonesia yang ada di Eropa juga dilibatkan. Namun, sampai sekarang, belum ada informasi siapa saja pihak-pihak lain di Indonesia yang akan diikutkan dalam festival ini, termasuk belum ada informasi siapa saja yang akan mengisi acaranya. Sampai berita ini ditulis, informasi tersebut juga tidak ditemukan dalam situs europalia.id. Kemungkinan, keikutsertaan Indonesia pada perhelatan iniakan menghabiskan biaya yang jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk menjadi tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015 lalu. [Rafles]