Pertambangan batubara di Berau, Kalimantan Timur.

Koran Sulindo – Tata kelola pertambangan Indonesia disebut cukup memuaskan. Prestasi atas tata kelola pertambangan tersebut tidak terlepas dari keterbukaan pemerintah soal anggaran, pendapatan dan pengeluaran negara, termasuk dana bagi hasil daerah sehingga memungkinkan pemerintah menekan utang publik.

Nilai indeks tata kelola pertambangan di Indonesia berada di posisi 68 dari 100 poin. Indonesia juga berada di peringkat ke-11 di antara 89 penilaian khusus tingkat negara dan kedua di kawasan Asia Pasifik setelah India.

Indeks Tata Kelola Sumber Daya 2017 yang dikeluarkan Natural Resource Governance Institute (NRGI), sektor pertambangan Indonesia mendapatkan nilai 37 dari 100 poin. Sektor minyak dan gas Indonesia juga berhasil mendapatkan 68 poin dari keseluruhan 100 poin.

Tata kelola sektor ini disebut lebih baik dalam hal manajemen pendapatan ketimbang realisasi nilai yang merupakan komponen penilai untuk tata kelola perizinan, perpajakan, partisipasi negara dan perlindungan lingkungan. Perpajakan di sektor migas Indonesia adalah pengecualian, karena justru merupakan salah satu yang terbaik dalam keseluruhan indeks.

Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengkaji UU Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan dan UU Minerba dengan fokus pada perizinan, rezim fiskal, dana bagi hasil dan tata kelola BUMN.

Pejabat pemerintah dapat menggunakan hasil indeks ini untuk membantu menjaga fokus mereka, kata para ahli NRGI. Revisi atas kedua UU itu merupakan kesempatan untuk memperbaiki kurangnya transparansi dalam kontrak-kontrak migas dan pertambangan serta kepentingan finansial pejabat publik. Faktor-faktor inilah yang menurunkan nilai Indonesia dalam hal realisasi nilai untuk kedua sektor.

Soal temuan ini, Emanuel Bria, Indonesia country manager NRGI, mengatakan, di Indonesia aturannya baik tapi selalu ada perbedaannya ketika dipraktikkan. Indonesia tertinggi kedua dalam hal perbedaan antara aturan dan praktik setelah Laos. Terutama soal pertambangan. Temuan ini menyarankan agar pemerintah Indonesia memperbaiki kesenjangan antara praktik dan aturan itu. [KRG]