Koran Sulindo – Upaya penguatan ketahanan Ideologi Pancasila penting dilakukan. Hal tersebut mengingat indeks ketahanan nasional Indonesia mengalami penurunan dalam rentang waktu 2014 – 2015, terutama pada gatra ideologi.
Demikian dikatakan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasionan (Lemhanas) Agus Wijojo saat menjadi pembicara kunci dalam International Conference on Nusantara Philosophy yang diselenggarakan Fakultas Filsafat UGM di University Club UGM, Selasa (1/11).
“Pada tahun 2014 indeks gatra ideologi 2,30 menurun menjadi 2,23 di tahun 2015. Penurunan ketahanan tersebut disinyalir sebagai dampak dari globalisasi,” ungkap Agus Wijoyo.
Menurut penjelasan Agus Wijoyo, ada 12 propinsi di Indonesia yang mengalami pelemahan ketahanan ideologi dari tahun 2014 sampai 2015. Ditambahkan, dari 34 propinsi (di luar Kalimantan Utara – belum dimasukkan dalam pengukuran) hanya 5 propinsi yang berada pada klasifikasi cukup tangguh. Selebihnya yakni sebanyak 28 propinsi berada dalam klasifikasi kurang tangguh. Sedangkan dalam indeks kerapuhan, Indoensia ada di urutan ke-86 dari 178 negara yang disurvei oleh The Fund for Peace.
“Indonesia menyandang predikat elevated warning dan terancam akan masuk dalam kategori high warning,” jelasnya.
Karenanya, dengan melihat data tersebut, Agus Wijoyo dengan tegas menyatakan upaya penguatan ketahanan Ideologi Pancasila penting dilakukan. Yakni melalui penyempurnaan konsepsi yang menjangkau aspek implementasi kongkrit. Penguatan ketahanan ideologi Pancasila, tambahnya, juga dapat ditempuh melalui penguatan metode penyampaian ideologi Pancasila yang bersifat indoktrinasi, tetapi dengan cara lebih luwes dengan relevansi kekinian. Disamping itu juga diikuti dengan penguatan kelembagaan, sinergi cara pandang politik, serta dukungan politik dan anggaran untuk membangun ketahanan ideologi Pancasila.
“Menjadi kepentingan kita bersama untuk memberi landasan affirmatif bagi penguatan Pancasila sebagai dasar negara dalam rangka penguatan ketahanan nasional di bidang ideologi lewat dukungan politik, kelembagaan dan anggaran,” ujarnya.
Sementara itu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa filosofi Pancasila harus menjadi sikap dan perilaku bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.Konsekuensinya, strategi kebudayaan yang dijalankan kepemimpinan nasional harus menjalankan strategi pengelolaan negara-bangsa guna menumbuhkan proses berbangsa. Hal itu mewujud dalam Undang-undang, kebijakan, dan program pembangunan berikut sistim penganggaran agar manfatnya dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat sebagai unsur ketahanan bangsa.
“Bangsa yang memiliki strategi kebudayaan berarti mempunyai pembimbing dalam gerak menuju peradaban maju dengan pilar kepribadian nasional, kontinuitas kebudayaan unggul, dan inner power budaya sebagai unsur ketahanan bangsa sekaligus binding power untuk memperkuat kesatuan nasional,” tegas Sultan.
Sultan juga menekankan perlunya strategi menumbuhkan nilai keutamaan berbangsa yang diderivasikan dari nilai-nilai lluhur Pancasila sebagai dasar cara berpikir dan bertindak bangsa yang bermartabat. Langkah itu penting dilakukan sebagai upaya dalam merespon penetrasi budaya, baik budaya Barat yang hedonis maupun budaya jihad mati yang melekat pada aliran fundamentalisme agama-agama.
“Penguatan ketahanan budaya bangsa berbasis kearifan lokal nusantara bisa terbentuk apabila kita sebagai bangsa memiliki strategi budaya,” . [YUK]