Dalam Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan di DPR/MPR tanggal 16 Agustus 2024, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) membanggakan bahwa Indonesia telah memiliki INA Digital. Ia menyebutkan bahwa INA Digital sebagai sebuah digitalisasi layanan untuk mempercepat dan mempermudah layanan pemerintahan secara terintegrasi.
“Di sektor teknologi dan digitalisasi kita juga patut bersyukur, untuk pertama kalinya, kita memiliki INA Digital. Sebuah digitalisasi layanan pemerintah yang terintegrasi untuk mempercepat dan mempermudah layanan bagi masyarakat,” kata presiden Jokowi, Jumat (16/8).
INA Digital adalah nama GovTech yang telah diresmikan oleh Jokowi pada 27 Mei 2024. INA Digital bertugas mengoordinasikan keterpaduan layanan digital pemerintah yang selama ini terpisah-pisah dalam ribuan aplikasi milik kementerian dan lembaga dan pemerintah daerah. Dengan adanya keterpaduan dan interoperabilitas layanan digital diharapkan rakyat tidak perlu repot dalam mengakses berbagai layanan pemerintah.
Sebelumnya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) mencatat terdapat 27.400 aplikasi pemerintahan yang telah dibuat, baik di tingkat pusat maupun daerah. KemenPANRB menyebutkan bahwa aplikasi tersebut berdiri sendiri-sendiri dan telah menyerap anggaran sebesar Rp6,2 triliun.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan beberapa layanan prioritas akan dipadukan dalam satu portal pelayanan publik. Layanan prioritas yang dalam tahap akan dipadukan meliputi sektor pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, pembayaran digital, identitas digital, SIM online, izin keramaian, dan layanan aparatur negara.
INA Digital akan berperan sebagai akselerator transformasi layanan digital pemerintahan yang bertujuan untuk mewujudkan layanan publik yang berkualitas, terpercaya, dan efisien.
Integrasi layanan publik
Untuk penyelenggaraan layanan digital terintegrasi tersebut pemerintah telah menunjuk Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) sebagai pelaksana keterpaduan ekosistem layanan digital pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.
Adapun penyelenggaraan INA Digital saat ini didukung juga oleh beberapa kementerian seperti KemenPANRB, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (KemenBUMN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Sebagai langkah transformasi, Presiden telah menginstruksikan semua instansi untuk mematuhi peraturan terbaru tentang integrasi layanan digital dengan tidak lagi mengembangkan aplikasi layanan publik yang tidak terintegrasi dengan INA Digital. Hal ini akan mengurangi upaya duplikasi dan menyederhanakan layanan pemerintah secara digital bagi penduduk Indonesia.
Layanan INA Digital saat ini masih dalam proses ujicoba dan direncanakan akan mulai bisa diakses masyarakat mulai September 2024. Nantinya sistem ini akan menerapkan Single Sign On (SSO) yang digambarkan sebagai akses satu pintu untuk semua layanan secara terintegrasi.
Single Sign On atau INA Pass adalah teknologi yang membuat pengguna jaringan mengakses aplikasi hanya menggunakan satu akun pengguna. Dalam hal ini nantinya akan menggunakan Nomor Induk Kependudukan untuk menghubungkan berbagai layanan aplikasi itu. Hal ini sejalan dengan penerapa identitas kependudukan secara digital atau IKD. Namun keberadaan IKD tidak berarti menghapus keberadaan E-KTP saat ini.
INA Digital digambarkan sebagai aplikasi super (super apps) yaitu interoperabilitas dari berbagai layanan yang ada di Kementerian, Lembaga, hingga pemerintah daerah.
“Ya nanti masyarakat cukup masuk ke super apps itu yang menginteroperablitas berbagai aplikasi yang sekarang sudah dibangun,” kata MenpanRB Azwar Anas.
Anas menekankan beberapa layanan prioritas akan dipadukan dalam portal yang terintegrasi. Sembilan layanan prioritas yang akan diinteroperabilitaskan meliputi sektor pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, layanan kepolisian, layanan aparatur negara, pembayaran digital, identitas digital, identital digital dasar, dan satu data.
Perbaikan layanan publik
Layanan publik adalah hak masyarakat dan menjadi kewajiban negara sebagai penyelenggara pemerintahan. Akses masyarakat terhadap pelayanan negara dijamin secara hukum dan bagian dari hak asasi manusia.
Penyatuan layanan publik kedalam satu sistem digital merupakan langkah positif di tengah semrawut dan berbelit-belitnya birokrasi di Indonesia. Namun ini bukanlah pekerjaan mudah karena banyak faktor yang harus dipersiapkan dalam menyediakan layanan publik terintegrasi.
Tantangan penyatuan layanan publik secara digital salah satunya adalah soal standarisasi platform digital di setiap lembaga terkait. Adanya platform yang sama adalah suatu keharusan agar bisa terjadi pertukaran data atau penyelarasan data digital. Jika platform data masih berbeda-beda maka tidak akan bisa disatukan ke dalam sistem terintegrasi.
Faktor lain adalah keamanan. Belum lama ini muncul kasus peretasan data digital yang terjadi pada pusat data nasional sementara (PDNS) sehingga banyak layanan pemerintah lumpuh. Agar layanan INA Digital selalu dapat diakses maka aspek keamanan terhadap berbagai gangguan atau serangan cyber perlu ditingkatkan.
Pekerjaaan lain yang tak kalah penting adalah peningkatan sumber daya manusia baik itu operator sistem digital maupun masyarakat sebagai pengguna. Meski sudah menggunakan sistem digital, tidak semua hal bersifat otomatis dilakukan oleh mesin komputer. Maka dibutuhkan peningkatan kapasitas birokasi agar mampu menguasai sistem digital sehingga mampu mengoperasikan layanan secara baik.
Begitupula peningkatan kemampuan masyarakat sebagai pengguna aktif layanan digital sangat diperlukan. Beberapa faktor penghampat seperti sulitnya akses internet, minimnya pengetahuan penggunaan teknologi digital perlu ditangani dengan baik.
Selain itu masalah pelayanan publik di Indonesia sangatlah kompleks tidak sebatas masalah layanan administrasi. Layanan publik terkait juga dengan ketersediaan layanan, fasilitas, kompetensi penyelenggara layanan dan kemudahan akses.
Dalam sebuah survei yang dilakukan Populi Center menyatakan bahwa masalah utama pelayanan publik yang dikeluhkan oleh masyarakat yaitu persyaratan berbelit sebanyak 11.4%, kemudian 11.3% terkait pelayanan yang lambat, lalu terdapat 9.7% responden menyatakan pelayanan publik yang diberikan kurang transparan. Selanjutnya, sebanyak 9.3% responden menyatakan birokrasi berbelit, 8.6% berpendapat bahwa sarana dan prasarana yang tidak memadai, biaya mahal 8.4%, pelayanan tidak sesuai 6.2%, pungutan liar 4.8%, ketidakjelasan prosedur 3.8%, tidak responsif terhadap pengaduan (3,6%), kualitas/kompetensi sumber daya manusia rendah (3%), dan perilaku pelayanan kurang ramah (2,7%).
Kualitas pelayanan publik tergantung pada aspek pola pelaksanaan, dukungan sumber daya manusia, dan manajemen kelembagaan. Dilihat dari sisi pola pelaksanaan, pelayanan publik memiliki berbagai kelemahan diantaranya kurang responsif, kurang informatif, tidak mudah diakses, kurang koordinasi, bikrokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan inefisiensi.
Dari aspek sumber daya manusia, kelemahan utamanya berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati, dan etika. Sementara jika dilihat dari sisi manajemen kelembagaan, kelemahan utama terletak pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat penuh dengan hierarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi.
Maka dengan adanya INA Digital beberapa aspek layanan publik dapat ditingkatkan terutama dari sisi administrasi dan akses informasi publik. Namun ada aspek penting yang tidak boleh diabaikan yaitu kualitas sumberdaya manusia yang menjadi ujung tombak perbaikan layanan masyarakat. [PAR]