Ilustrasi: KTP dan NPWP yang diimpor dari Kamboja/beacukai.go.id

Koran Sulindo – Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan impor Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari Kamboja diduga untuk tindak kejahatan ekonomi. Hasil kejahatan memerlukan rekening bank dan untuk membuka rekening wajib mempunyai KTP dan NPWP.

“Kalau melihat ada KTP, NPWP, buku tabungan, dan kartu ATM, bisa jadi pengiriman paket ini terkait dengan kejahatan ekonomi, misalnya kejahatan siber, kejahatan perbankan, judi online, narkoba, prostitusi, dan pencucian uang,” kata Heru saat jumpa pers di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta, Jumat.

Kasus impor KTP dan NPWP dari Kamboja tersebut berawal dari temuan petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta pada Jumat (3/2) atas paket kiriman yang dibawa melalui perusahaan jasa titipan Fedex.

Paket seberat 560 gram itu dalam invoice-nya tertulis satu kg, berisi 36 lembar KTP, 32 lembar kartu NPWP, 1 buku tabungan, dan 1 buah kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Bea Cukai melakukan pendalaman kasus bersama-sama dengan Ditjen Pajak, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), dan Kepolisian Rl.

Direktur Pendaftaran Penduduk, Ditjen Dukcapil, Kemendagri,  Drajat Wisnu Setiawan mengatakan setelah dicek 36 KTP tersebut adalah palsu, karena data dalam fisik KTP tidak sama dengan data yang ada dalam chip.

Sementara Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, mengatakan dari 32 kartu NPWP, sebanyak 30 NPWP valid, dan 2 NPWP tidak valid. NPWP valid berarti nama dan nomor pada kartu tersebut sesuai dengan nama dan nomor yang terdaftar di kantor pajak.

“Dari temuan ini Ditjen Pajak juga akan mendalami data perpajakannya, misalnya SPT Tahunan wajib pajak tersebut,” kata Hestu.

Kasus ini menunjukkan pentingnya memperkuat sinergi antar kelembagaan dalam bentuk mengintegrasikan data-data yang terdapat di berbagai lembaga, termasuk bermacam-macam nomor identitas yang berlaku selama ini.

Investigasi lanjutan akan juga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas seluruh pihak-pihak yang terkait penyalahgunaan KTP dan NPWP tersebut, termasuk transaksi keuangannya.

Kronologi

Kasus ini yang berawal dari temuan petugas Bea Cukai Soekarno Hatta, Jumat (03/02). Petugas melakukan pemeriksaan atas paket kiriman yang dibawa melalui perusahaan jasa titipan Fedex seberat 560 gram, yang dalam invoicenya tertulis satu kilogram. Paket tersebut berisikan 36 lembar KTP, 32 lembar kartu NPWP, satu buku tabungan, serta satu buah kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Sebagaimana prosedur rutin, bentuk profesionalisme dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai community protector, Bea Cukai melakukan pemeriksaan terhadap barang tersebut menggunakan alat bantu x-ray.

Petugas lapangan melakukan pemeriksaan rutin atas seluruh (100%) barang-barang yang dikirim melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT), termasuk Fedex. Pemeriksaan dilakukan baik atas dokumen maupun fisik barang melalui x-ray.

“Jadi petugas Bea Cukai mencocokkan antara dokumen dengan image yang dihasilkan dari x-ray. Kalau ada yang mencurigakan, sesuai dengan prosedur, petugas akan membuka paket tersebut dengan disaksikan petugas Fedex,” kata Dirjen Pajak.

Sementara itu Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta, Erwin Situmorang mengatakan pemeriksaan fisik setelah x-ray dilakukan berdasarkan tiga pertimbangan, yaitu image hasil x-ray, negara asal paket, dan uraian barang dalam invoice yaitu ID card.

Berdasarkan profil yang dimiliki oleh Bea Cukai dan pengalaman selama ini, impor dari negara tertentu rawan pelanggaran, terutama narkotika. Sebelumnya pula, Bea Cukai pernah menahan sejenis ID card dalam bentuk kartu kredit. [Antara/beacukai.go.id/DAS]