Impor Garam Dipermainkan, Kemendag Siapkan Tata Niaga Baru

Ilustrasi: Usaha garam rakyat/disperindang.pamekasankab.go.id

Koran Sulindo – Pemerintah akan menyiapkan aturan tata niaga baru impor garam dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Sebelumnya tim Satgas Pangan Mabes Polri menggerebek gudang yang telah menyalahgunakan izin importasi garam.

Kementerian Perdagangan akan melakukan pemetaan terlebih dahulu terkait jenis-jenis garam, baik untuk kebutuhan industri maupun untuk jenis konsumsi.

“Kita sudah melaporkan ke Menteri Koordinator Perekonomian untuk segera mengatur tata niaga garam dengan melibatkan Menteri Perindustrian dan Menteri Kelautan Perikanan,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, di Jakarta, Jumat (9/6), seperti dikutip antaranews.com.

Selama ini, importasi garam dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, dan para importir mengajukan izin impor setelah mengantongi rekomendasi dari kementerian teknis seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Rencana pemerintah tersebut terkait dengan penggerebekan Tim Satgas Pangan Mabes Polri di Jalan Kapten Sarmo Sugondo 234, Kecamatan Kebonmas, Gresik, Jawa Timur milik PT Garam. Perusahaan plat merah tersebut diduga menyalahgunakan izin importasi sebanyak 75.000 ton.

Garam yang diimpor tersebut seharusnya diperuntukkan bagi garam industri, namun dijual bebas sebagai garam konsumsi. Polisi telah menetapkan 8 orang dari PT Garam sebagai tersangka, dan menyegel gudang penimbunan tersebut.

Bedasarkan temuan Direktorat Pidana Khusus Bareskrim Mabes Polri dan Polda Jatim, PT Garam mendapatkan izin impor dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri melalui surat Nomor 04TL.23/17/0045/tanggal 12 April 2017 dengan kadar garam Nacl 97 persen atau kurang dari 99 persen.

Impor yang dilakukan PT Garam dari Australia tersebut, sebanyak 55 ribu ton didistribusikan ke gudang di wilayah Gresik, Jawa Timur dan 20 ribu lainnya ke gudang di wilayah Medan dan kemudian diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada 53 perusahaan.

“Jika memang ada perbedaan harga, akan kami lihat terlebih dahulu dan diimpor dari mana. Kami harus petakan terlebih dahulu, sama seperti dengan beberapa komoditas lain,” kata Enggartiasto.

Pada April 2017 PT Garam melakukan importasi garam industri sebanyak 75.000 ton setelah mendapatkan Izin impor dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Angka itu hanya 10 persen dari kebutuhan garam nasional selama 6 bulan.

Namun belakangan garam industri yang diimpor tersebut kemudian diperdagangkan dan dipindahtangankan.

Garam itu lalu diolah menjadi garam konsumsi dan dijual di pasaran. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pedagangan nomor 125 tahun 2015 Pasal 10 yang melarang hal tersebut.

PT Garam juga melakukan pengolahan garam industri untuk dikemas kemudian dijual ke konsumen.

“Pasal yang dipersangkakan UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Korupsi serta UU Pencegahan & Pemberantasan TPPU (tindak pidana pencucian uang),” kata

Sebelumnya, pada Februari lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastut menandatangani rekomendasi impor garam konsumsi. Berbeda dengan angka yang disepakati antarkementerian yang sebanyak 226.124 ton, Susi hanya menyetujui impor 75.000 ton.

KKP merekomendasikan volume impor kurang dari yang disepakati karena khawatir garam impor itu akan mendistorsi garam rakyat.

Rekomendasi impor garam konsumsi dari KKP merupakan dasar bagi PT Garam untuk meminta surat persetujuan impor kepada Kementerian Perdagangan.

“Kami menjual garam itu dengan harga Rp 930.000 per ton di gudang PT Garam,” ujar Ahmad, Rabu (3/5/2017) lalu.

Total garam yang disiapkan untuk pabrikan 34% dari total garam impor yang masuk. Sementara sisanya sebesar 66% lagi akan didistribusikan kepala industri garam skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Menurut Ahmad, garam ini akan dapat mencukupi kebutuhan industri garam dalam negeri selama 2 minggu saja.

Impor Terus

Direktur Utama PT Garam (Persero) R Achmad Budiono mengatakan impor garam di Indonesia pada 2016 lalu sebanyak 3 juta ton. Angka itu bertambah dari tahun sebelumnya yang hanya 2,1 juta ton.

Dari jumlah itu, 1,7 juta ton untuk kebutuhan industri kimia, sedangkan kebutuhan garam untuk industri pangan antara 350.000 ton-400.000 ton per tahun.

Menurut Budiono, untuk garam konsumsi, Indonesia sudah swasembada sejak 2012 lalu, sedangkan garam industri kimia dan industri pangan, masih diimpor dari dua negara yakni Australia dan India.

Sementara itu menurut situs Kementerian Perindustrian, kebutuhan garam nasional diperkirakan sekitar 2,6 juta ton dan sektor industri yang paling banyak menggunakan garam adalah industri chlor alkali plant (soda kostik), aneka pangan dan farmasi.

Kemenperin mengklaim nilai manfaat yang diterima Indonesia dengan mengimpor garam industri jauh lebih besar,  dilihat dari data tahun 2013, total impor garam untuk industri makanan minuman hanya sekitar USD 17 juta. Namun nilai ekspor produk industri makanan dan minuman yang menggunakan bahan baku garam mencapai USD 4,83 miliar.

Data Kemenperin menunjukkan, pada 2015 kebutuhan garam mencapai 3,73 juta ton. Dari angka itu, garam konsumsi atau yang lazimnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga, memasak dan Iain-lain hanya 783,78 ribu ton. Sedangkan yang 2,95 juta ton merupakan garam industri. Rinciannya industri aneka pangan menyerap 400 – 450 ribu ton, pengasinan ikan 575.364 ribu ton, industri CAP dan farmasi 1,975 juta ton sedangkan industri non CAP (perminyakan, kulit, tekstil, sabun dan Iain-lain) 275 ribu ton.

Sementara itu, produksi garam di Indonesia hanya 1,8 juta ton yang seluruhnya merupakan garam konsumsi. [DAS]