Implementasikan AEOI, Tak Ada Lagi Lubang bagi Penghindar Pajak

Ilustrasi/oecd.org

Koran Sulindo – Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 secara bulat menyepakati program pertukaran informasi perpajakan otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI). AEOI dan BEPS sepenuhnya diimplementasi mulai September 2017, dan selambat-lambatnya pada September 2018.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati  mengatakan kerja sama bidang perpajakan internasional tersebut penting untuk mengatasi penghindaran pajak, salah satunya berhubungan dengan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Indonesia berharap dengan implementasi program kerjasama tersebut, celah (loophole) bagi praktek-praktek penghindaran pajak internasional bisa ditutup.

“Serta tidak ada lagi negara yang menggunakan perbedaan sistem pajak untuk melakukan inovasi instrumen keuangan yang bertolak belakang dengan semangat BEPS dan AEOI,” kata Menkeu, saat acara yang berlangsung di Baden-Baden, Jerman, 17-18 Maret lalu, seperti dikutip situs kemenkeu.go.id.

Menkeu dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menghadiri pertemuan G20 Finance Minister and Central Governors Meeting di Jerman itu.

Pertemuan tersebut didahului dengan “High Level Symposium on Global Economic Governance in a Multipolar World” yang dihadiri para Menteri dan tokoh ekonomi terkemuka dunia.

Menkeu RI itu menunjukkan realisasi program pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia kepada para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara anggota G20. Dari pencapaian tax amnesty, banyak wajib pajak Indonesia yang selama ini tidak mendeklarasikan aset dan pendapatan yang disimpan di luar negeri.

“Hasilnya menunjukkan aset yang dideklarasikan sangat besar, sementara aset yang direpatriasi masih relatif kecil. Jadi kerja sama pertukaran informasi penting bagi tercapainya aturan dan implementasi perpajakan yang adil antar negara, tidak ada lagi tempat aman untuk para penghindar pajak di dunia,” kata Sri.

Sri Mulyani juga mengingatkan kewajiban pajak atas perusahaan-perusahaan ekonomi digital seperti Google dan Facebook. Kewajiban pajak ekonomi digital ini harus adil dan bagian terbesarnya harus dinikmati oleh negara yang menjadi lokasi kegiatan transaksinya, bukan di mana perusahaan tersebut terdaftar.

Perlu Perppu

Untuk mendukung pelaksanaan keterbukaan informasi tersebut, beberapa payung hukum mesti direvisi. Setidaknya ada 4 aturan hukum yang harus diubah yaitu UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, dan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Namun untuk mengejar waktu yang ditentukan G20 akan diterbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) akan dikeluarkan untuk menganulir keempat UU tersebut.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, mengatakan jika Indonesia tak merampungkan aturan domestiknya, konsekuensinya Indonesia tak bisa mendapatkan informasi dari negra lain yang juga berkomitmen dalam AeOI.

Ketentuan ini tak hanya berlaku untuk Indonesia, namun juga termuat untuk 100 negara lain yang sudah memiliki komitmen menerapkan AeOI.

Termasuk juga dari aspek kerahasiaan yang dijamin dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional pasal 10 yang berbunyi setiap informasi yang dipertukarkan merupakan informasi yang wajib dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Perjanjian Internasional, serta dalam hal dukungan informasi teknologi (IT).

“Kalau kita enggak lulus, kita rugi, kita wajib berikan informasi, tapi kita enggak dapat,” kata Hestu. [DAS]