Koran Sulindo – Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai penerapan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) khususnya Pasal 27 ayat 3 terhadap musisi Ahmad Dhani tidak tepat. Penerapan pasal tersebut hanya menambah daftar panjang buruknya aturan itu.
“Kondisi ini membuka peluang menjadikan penegakan hukum pidana sebagai alat pengekang kebebasan berekspresi. Karena itu, kami mendesak pemerintah dan DPR untuk segera merevisi pasal-pasal yang bermasalah di UU ITE,” kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (13/6).
Setelah melewati sidang yang melelahkan, majelis hakim menyatakan Ahmad Dhani terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum. Pentolan band Dewa 19 ini diputus bersalah karena mendistribusikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik yang tertuang dalam UU ITE.
Majelis hakim menyatakan Ahmad Dhani telah mentransmisikan konten penghinaan dengan adanya penyebutan kata “idiot” sehingga membuat orang lain tersinggung. Hakim juga meyakini bahwa ucapan “idiot” dalam vlog Ahmad Dhani sengaja ditujukan kepada ratusan orang anggota Koalisi Elemen Bela NKRI yang pada 26 Agustus 2018 mengepung Hotel Majapahit, tempatnya menginap.
Kendati begitu, ICJR tidak sependapat dan menilai penerapan pasal dalam UU ITE untuk kasus Ahmad Dhani tidak selaras dengan prinsip-prinsip dasar hukum pidana. Menurut Anggara, ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan dalam kasus Ahmad Dhani itu. Pertama, Pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah delik aduan absolut yang menekankan pentingnya penyebutan nama korban dalam pernyataan yang dituduh sebagai ungkapan penghinaan.
Kedua, penghinaan yang dimaksud Pasal 27 ayat 3 UU ITE adalah untuk ditujukan kepada subjek hukum yaitu orang perseorangan, bukan kelompok atau golongan. Dalam kasus Ahmad Dhani, kata Anggara, diketahui bahwa yang ditentukan sebagai sasaran penghinaan adalah sekelompok orang yakni ratusan orang anggota Koalisi Elemen Bela NKRI sehingga penerapan Pasal 27 ayat 3 UU ITE tidak tepat.
Ketiga, ICJR menilai kata “idiot” yang dilontarkan Ahmad Dhani dalam videonya bukan tuduhan tapi penghinaan ringan yang sesuai dengan KUHP. Dan itu merupakan bukan bagian dari delik Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Keempat, majelis hakim seharusnya mempertimbangkan alasan penghapus pidana. Majelis hakim bisa merujuk kepada kasus yang menimpa Ervani Emy Handayani di Bantul, Yogyakarta.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Bantul, kata Anggara, membebaskan terdakwa dengan mempertimbangkan adanya “emosi dalam menyampaikan keluh kesah dan kritiknya kemungkinan akan menyinggung orang lain” sebagai alasan penghapus pidana. Atas berbagai catatan ini, kata Anggara, pihaknya mengusulkan agar pemeritah dan DPR segera merevisi UU ITE. Dengan demikian, penegakan hukum pidana tidak menjadi alat mengekang kebebasan berekspresi. [KRG]