Ia Ingin Membuat Bangga menjadi Bangsa Indonesia

Ilustrasi/setkab.go.id

Memasuki masa kampanye pemilihan presiden pada 23 September nanti, kampanye terbaik adalah menunjukkan hasil kerja. Bukti, bukan janji.

Koran Sulindo – Lelaki setengah baya itu hampir dalam setiap waktu setiap kesempatan terlihat memakai kemeja lengan panjang berwarna putih yang digulung setengah. Hanya dalam acara resmi ia memakai kemeja batik atau jas formal, namun jika iseng menengok ke mesin pencari di internet, pastilah foto-foto Joko Widodo yang berpakaian kemeja putih celana warna gelap adalah hasil terbanyak.

Presiden Republik Indonesia ke-7 itu dari Senin hingga Senin berikutnya memang selalu terlihat sedang bersiap kerja, siap berkeringat.

Penampilan sehari-hari Presiden Jokowi memang agak susah untuk dilihat sebagai orang yang sadar penampilan. Ia seolah selalu hanya datang karena mau menyelesaikan persoalan.

Hal yang paling tepat untuk menggambarkan itu adalah blusukan. Kunjungan mendadak tanpa seremoni, yang telah dilakukannya sejak menjadi Walikota Solo lalu Gubernur DKI Jakarta. Blusukan bukan hanya membuatnya menjadi kesayangan media massa (media darling), tapi juga kesayangan masyarakat biasa. Dalam blusukan itu Jokowi bertanya langsung kepada masyarakat, terutama masalah sehari-hari yang mereka hadapi.

“Ketrampilan terbesarnya terletak pada detil-detil kecil; di mana halte berada, bagaimana sampah dikumpulkan, di mana saluran air mampet,” tulis Ross Tapsell, di situs Insidestory.org.au, The Jokowi phenomenon, yang bertarikh 16 January 2014, sebelum ia menjadi presiden.

Sekali lagi, coba ulang melakukan pencarian di Google dengan kata kunci Jokowi blusukan. Foto-foto yang terhampar terlihat ia sedang tertawa meringis sambil jongkok di atas pematang sawah dengan beberapa petani berbaju kotor di depannya; atau ia duduk di tikar di depan anak-anak pengungsi di Lombok; atau mengenakan kaos oblong menyambangi pertunjukan musik. Hanya kali ini seluruh foto di halaman pertama pencarian di Google biasanya ketika Jokowi sudah menjadi presiden.

Tidak Pernah Menyerah

Sejak dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2014 lalu, Jokowi hampir setiap hari muncul di pemberitaan media massa, bahkan di hari Minggu. Hingga kini. Seolah ia tak pernah libur.

Ilustrasi/Antarafoto

Setelah 4 tahun memimpin Indonesia dan menghadapi pemilihan presiden tahun depan dengan lawan sama seperti Pilpres lalu apakah akan ada yang berubah dari lelaki Solo itu?

Mungkin tidak. Yang jelas anggota tim sukses Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Pramono Anung, mengatakan pola kampanye yang akan dijalankan dalam Pilpres 2019 tak akan sama seperti dulu. Apalagi ketua tim sukses adalah Erick Thohir, orang dibelakang kesuksesan penyelenggaraan Asian Games yang dipuji berbagai negara.

“Kampanye seperti dulu rasanya sudah enggak zaman lagi. Itu menguras tenaga terlalu berlebihan,” kata Pramono, akhir Agustus lalu.

Pola kampanye Jokowi pada Pilpres 2014 lalu lebih menitikberatkan kepada pemusatan massa dan blusukan Jokowi ke kantung-kantung suaranya di penjuru Indonesia. Pada Pilpres 2019 mendatang, pola kampanye berfokus pada  pencapaian kinerja pemerintah.

“Presiden sebagai incumbent menitikberatkan pada kerja yang telah dilakukan selama ini. Sehingga dengan demikian, beliau akan ambil posisi pada kerja seperti biasa ya. Kecuali pada saat debat dan sebagainya,” kata Pramono.

Kesempatan itu sebenaranya sudah datang pada Agustus lalu, ketika Presiden Jokowi menyampaikan Pidato di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 2018.

Pidato Kenegaraan di hadapan 463 anggota MPR yang hadir itu adalah panggung kampanye paling akbar bagi petahana, yang disediakan negara sebagai bagian dari rangkaian acara kenegaraan jelang Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI.

Jokowi membuka pidatonya dengan mengajak semua warga negara bersatu tanpa membeda-bedakan asal usul suku, agama, atau pun golongan, dengan mengingatkan pada masa awal kemerdekaan.

“Saat itu, semua anak-anak bangsa menyingkirkan perbedaan politik, perbedaan suku, perbedaan agama ataupun golongan hanya untuk mewujudkan Indonesia Merdeka. Perbedaan bukanlah penghalang bagi para pejuang kemerdekaan untuk bersatu. Dalam persatuan itulah, mereka menemukan energi yang maha-dahsyat untuk menggerakkan seluruh tenaga, pikiran, dan juga tetesan keringat untuk Indonesia merdeka,” kata Jokowi.

Ia lalu mengingatkan seruan para pendiri bangsa bahwa jatuh bangunnya sebuah bangsa sangat tergantung pada bangsa itu sendiri. “Apakah bangsa itu mau bersatu ataukah sebaliknya.”

Menurut Jokowi selama 4 tahun pemerintahannya berjuang memulihkan kepercayaan rakyat melalui kerja nyata membangun negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, secara merata dan berkeadilan. “Kita ingin rakyat di perbatasan, di pulau-pulau terluar, di kawasan tertinggal merasakan kehadiran Negara Republik Indonesia. Sebagai negara besar, dengan rentang geografis yang sangat luas, dengan 260 juta jiwa, dan 714 suku, kita harus memastikan Negara bekerja nyata mengurus dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.”

Jokowi menjawab kritik bahwa pemerintahannya hanya berfokus membangun infrastruktur fisik semata.

“Mulai tahun pertama pemerintahan, kita membangun fondasi yang kokoh untuk menuju Indonesia yang lebih maju. Karena itu, Pemerintah fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur serta peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa.”

Percepatan pembangunan infrastruktur itu bukan hanya dimaksud untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan infrastruktur dibanding dengan negara lain, melainkan juga menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru yang mampu memberikan nilai tambah bagi daerah-daerah di seluruh penjuru tanah air. Itulah sebabnya infrastruktur tidak hanya dibangun di Jawa, tapi di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, sampai Tanah Papua karena, sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia ingin tumbuh bersama, sejahtera bersama, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.

“Satu hal yang tidak boleh kita lupakan dalam membangun bangsa ini adalah membangun mental dan karakter bangsa. Dalam hal ini, banyak yang masih salah pengertian bahwa ketika kita membangun infrastruktur fisik seperti jalan tol, bandara, dan juga MRT, LRT, dilihat hanya dari sisi fisiknya saja, padahal sesungguhnya kita sedang membangun peradaban, membangun konektivitas budaya, membangun infrastruktur budaya baru.”

Dalam “kampanye” yang diliput semua televisi dan dimuat di seluruh media massa yang ada di tanah air baik cetak maupun online itu, Jokowi mengatakan pembangunan infrastruktur fisik harus dilihat sebagai cara untuk mempersatukan, mempercepat konektivitas budaya yang bisa mempertemukan berbagai budaya yang berbeda di seluruh Nusantara.

“Orang Aceh bisa mudah terhubung dengan orang Papua, orang Rote bisa terhubung dengan saudara-saudara kita di Miangas, sehingga bisa semakin merasakan bahwa kita satu bangsa, satu tanah air.”

Jokowi bersikeras perhatian Pemerintah dalam 4 tahun terakhir bukan hanya pembangunan infrastruktur. Sebagai negara dengan jumlah penduduk hampir 260 juta jiwa, ia percaya masa depan Indonesia terletak pada kemampuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang maju dan unggul.

“Selama ini, kita sering bicara tentang kekayaan sumber daya alam, tapi kita seakan lupa bahwa Indonesia memiliki kekuatan besar dalam bentuk sumber daya manusia. Inilah sesungguhnya modal terbesar dan terkuat yang harus kita miliki.”

Membangun manusia Indonesia, menurutnya, adalah investasi untuk menghadapi masa depan, untuk melapangkan jalan menuju Indonesia maju.

“Kita bekerja memastikan bahwa setiap anak Indonesia dapat lahir dengan sehat, dapat tumbuh dengan gizi yang cukup, bebas dari stunting atau tumbuh kerdil. Ketika mereka memasuki usia sekolah, tidak boleh lagi anak-anak kita, termasuk anak-anak yatim piatu, terpaksa putus sekolah karena alasan biaya pendidikan yang tidak terjangkau.”

Komitmennya ini diwujudkan melalui pembagian Kartu Indonesia Pintar, yang pada 2017 sudah mencapai lebih dari 20 juta peserta didik, serta perluasan penyaluran program beasiswa Bidik Misi bagi mahasiswa.

“Selain itu, untuk memberikan jaminan perlindungan sosial, Pemerintah bekerja menjaga stabilitas harga bahan-bahan pokok, menyalurkan Program Keluarga Harapan kepada 10 juta keluarga penerima manfaat, serta mereformasi sistem bantuan pangan menjadi program bantuan non tunai, agar lebih tepat sasaran, dan cakupannya akan terus ditingkatkan.

Selain itu Jokowi juga memuji kinerja MPR, DPR, DPD, BPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.

Jokowi menutup pidatonya dengan mengutip kata bijak dari berbagai daerah, antara lain dari ranah Minang, ‘Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang’; dari Bumi Anging Mamiri, ‘Reso temma-ngingi, nama-lomo, nale-tei, pammase dewata’; dari dari Banjar, ‘Waja sampai kaputing.’

“Kita kerja bersama dengan penuh semangat, tidak patah di tengah jalan, tidak pernah menyerah.”

Bukti, bukan Fiksi

Setelah memilih KH Ma’ruf Amin sebagai pasangannya dalam pertarungan Pilpres 2019 nanti, Jokowi berharap kembali dipilih untuk periode ke-2 demi melanjutkan program-programnya.

“Apa yang kita kerjakan 4 tahun ini bukti, adalah bukti bukan fiksi! Inilah pondasi yang sudah dibangun yang perlu disambung, yang perlu diteruskan, yang perlu dilanjutkan. Semoga Allah SWT meridai kita perjalanan kita untuk bertranformasi menuju Indonesia menjadi negara yang maju,” kata Jokowi di Gedung Joang 45, Jakarta, sebelum berangkat bersama rombongan mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, 10 Agustus lalu.

Ia menyitir beberapa pihak yang meragukan kepemimpinannya selama 4 tahun menjadi pemimpin bangsa.

“Kita jaga kedaulatan kita, kita jaga sumber kekayaan kita. Kita ingin sebesar-besarnya kita gunakan demi kemakmuran rakyat Indonesia.”

Jokowi lalu menderetkan beberapa bukti yang bukan fiksi itu: pengelolaan ladang minyak dan gas Blok Rokan serta Blok Mahakam dan kepemilikan saham negara menjadi mayoritas di PT Freeport Indonesia. Blok Mahakam sebelumnya dikelola perusahaan Jepang. Salah satu ladang minyak dan gas bumi terbesar itu dikelola perusahaan Jepang, Inpex, dan perusahaan Prancis, Total E&P Indonesie. Freeport sebelumnya mayoritas dikuasai Amerika Serikat.

Jokowi mengatakan dirinya dan Maruf Amin adalah perpaduan nasionalis dan religius. Dan jika mendapatkan amanah sekali lagi memimpin negeri ini akan menciptakan kesejahteraan untuk seluruh warga Indonesia.

“Kami ingin membuat warga di seluruh pelosok merasa bangga menjadi bangsa Indonesia.” [Didit Sidarta]