Hotel Des Indes: Saksi Bisu Sejarah Indonesia di Era Kolonial

Hotel Des Indes 1945-1948 (Wikipedia)

Di tengah pesatnya perkembangan Jakarta sebagai pusat bisnis dan modernitas, jejak masa lalu kota ini mungkin tampak samar. Namun, ada sebuah bangunan yang dulunya menjadi lambang kemewahan serta saksi bisu beragam peristiwa bersejarah: Hotel Des Indes.

Dari awal berdirinya pada abad ke-19, hotel ini sudah memiliki daya tarik tersendiri, baik bagi warga Hindia Belanda maupun kaum elit yang singgah di Batavia. Tak sekadar tempat menginap, Hotel Des Indes menjadi saksi berbagai momen penting yang turut mengukir perjalanan panjang sejarah Indonesia.

Awal Berdirinya Hotel Des Indes

Melansir beberapa sumber, sejarah Hotel Des Indes bermula pada tahun 1829, ketika Antoine Surleon Chaulan, seorang asal Prancis, membeli sebidang tanah dan bangunan bekas sekolah asrama putri milik kolonial Belanda.

Chaulan mengubah gedung ini menjadi penginapan bernama Hotel de Provence, yang kelak menjadi Rotterdamsch Hotel pada 1851. Setahun kemudian, hotel ini dibeli oleh François Auguste Emile Wijss dari Swiss, yang pada 1856 menamainya kembali sebagai Hotel Des Indes.

Meskipun nama ini terkenal, asal usulnya penuh spekulasi. Beberapa pihak menyebutkan bahwa nama “Des Indes” mungkin diusulkan oleh Multatuli (Eduard Douwes Dekker), tetapi sejarawan Dik van der Meulen menganggap hal ini sebagai rumor yang belum terkonfirmasi.

Hotel Mewah dengan Layanan Berkelas

Hotel Des Indes dikenal sebagai tempat penginapan paling mewah dan mahal di Hindia Belanda. Berada di tengah taman yang rindang, hotel ini memiliki luas yang setara dengan ibu kota daerah kanton di Prancis, serta menawarkan layanan yang luar biasa bagi para tamunya.

Alfred Russel Wallace, seorang naturalis yang menginap di sini pada tahun 1861, menggambarkan harga menginap yang mahal namun sesuai dengan layanan yang diterima. Pada masa kejayaannya, tarif hotel ini setara dengan hotel-hotel kelas atas di Amerika Serikat.

Selain kemewahan, Hotel Des Indes terkenal dengan sajian makanan istimewanya, terutama rijsttafel, yaitu jamuan khas Hindia Belanda yang terdiri dari banyak hidangan yang disajikan berturut-turut.

John T. McCutcheon, dalam bukunya In Africa: Hunting Adventures in the Big Game Country (1910), menyebutkan bahwa makan siang di Hotel Des Indes dihidangkan oleh 24 pelayan yang masing-masing membawa hidangan dari total 57 macam lauk yang disajikan.

Cara penyajian yang berkesan ini menjadikan Hotel Des Indes sebagai pilihan utama untuk pesta dan jamuan makan siang, khususnya bagi kaum Belanda pada era 1920-an dan 1930-an.

Saksi Peristiwa Penting di Indonesia

Peran Hotel Des Indes dalam sejarah Indonesia sangat penting. Salah satunya adalah ketika tempat ini sempat direncanakan sebagai lokasi pertemuan pemimpin bangsa pada 16 Agustus 1945 untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan.

Namun, karena peraturan hotel yang melarang kegiatan setelah pukul 22.00, pertemuan ini akhirnya dipindahkan ke rumah Laksamana Maeda, sesuai kesaksian Mohammad Hatta dalam buku Untuk Negeriku: Menuju Gerbang Kemerdekaan.

Selain itu, pada 7 Mei 1949, Hotel Des Indes menjadi tempat berlangsungnya Perjanjian Roem-Royen yang berperan penting dalam mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda setelah Agresi Militer Belanda II.

Hotel ini juga menjadi tempat penginapan para delegasi Konferensi Asia-Afrika pada 1955 dan pernah menjadi tempat tinggal sosok yang dikenal sebagai “otak Peristiwa Cikini” dalam upaya pembunuhan terhadap Presiden Sukarno.

Akhir dari Hotel Des Indes

Pada tahun 1960, pemerintah Indonesia mengambil alih Hotel Des Indes dan mengubah namanya menjadi Hotel Duta Indonesia. Namun, kejayaannya mulai memudar setelah Hotel Indonesia yang megah dibuka pada tahun 1962, yang menjadi pesaing baru. Akibat menurunnya pendapatan, bangunan hotel akhirnya dibongkar pada 1971 dan digantikan oleh pusat perbelanjaan Duta Merlin.

Meskipun kini hanya tersisa dalam catatan sejarah, Hotel Des Indes tetap hidup sebagai ikon legendaris yang mewarnai masa kolonial di Hindia Belanda. Ia bukan sekadar bangunan megah, melainkan simbol dari interaksi budaya, perjuangan, dan kemewahan masa lampau.

Keberadaannya diabadikan dalam cerita-cerita yang tak lekang oleh waktu, menjadikan Hotel Des Indes sebagai pengingat akan masa lalu yang turut membentuk wajah Indonesia hari ini. Warisannya abadi, membuktikan bahwa meskipun fisiknya telah hilang, ingatan tentangnya tetap melekat di hati bangsa. [UN]