Koran Sulindo – Penangkapan enam orang penyebar konten hoax dan ujaran kebencian oleh polisi mengonfirmasi bahwa penyebaran hoax dan ujaran kebencian disengaja, diproduksi, dan disebarluaskan oleh kelompok tertentu dengan tujuan tertentu.
Enam orang yang ditangkap itu merupakan bagian dari kelompok yang diidentifikasi sebagai Muslim Cyber Army (MCA)
Ketua Setara Institute Hendardi menyebut penangkapan simultan di Surabaya, Bali, Sumedang, Pangkalpinang, Palu dan Yogyakarta menggambarkan bahwa kelompok MCA memiliki sebaran hampir di seluruh Indonesia.
“Praktik semacam ini bukan hanya membahayakan kontestasi politik tetapi yang utama adalah membelah masyarakat pada pro dan kontra tentang suatu konten informasi dan ini membahayakan bagi kohesi sosial kita,” kata Hendardi, Jumat (2/3).
Lebih lanjut Hendardi mendesak agar kepolisian mampu melacak aktor-aktor intelektual di balik MCA untuk melindungi masyarakat dari paparan berita bohong dan kebencian.
Menurutnya, melihat personel dan pola gerakannya kelompok MCA ini berbeda dengan Saracen yang memiliki struktur jelas dan motif ekonomi dominan. Dia menilai kelompok MCA tampak lebih ideologis.
“Kelompok ini memiliki banyak sub-kelompok dan ribuan anggota di seluruh Indonesia dengan ikatan organisasional relatif cair. Oleh karena itu, daya rusak kelompok ini lebih besar daripada Saracen,” kata Hendardi.
Merujuk pada konten yang disebarkan, pesan-pesan kelompok MCA mengarahkan kebencian itu pada partai politik atau tokoh yang saat ini menjalankan kepemimpinan nasional. Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan ini datang dari kelompok penentang.
“Asumsi yang mengatakan bahwa hoax dan kebencian sengaja diproduksi oleh tangan negara, terbantahkan dengan melacak rekam jejak MCA dalam banyak isu. Namun demikian untuk memastikan dugaan ini, Polri perlu membongkar tuntas jejaring pelaku, mediator, pemesan dan penikmat hoax dan ujaran kebencian ini,” kata Hendardi.
Untuk itu, Hendardi berharap adanya peran publik dalam menumpas kelompok-kelompok serupa. Caranya, kata dia, dengan aktif melaporkan mereka yang secara regular melakukan penyebaran konten berita palsu dan ujaran kebencian berbasis sentimen SARA.
“Bukan hanya di dunia maya, tetapi juga hoaks dan ujaran kebencian yang dibungkus sebagai pesan moral agama dan disebarluaskan melalui mimbar-mimbar keagamaan,” kata pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Azasi Manusia Indonesia (PBHI) itu.
Menurut Hendardi, jejaring penebar hoax dan kebencian pada kelompok ini juga sama bahayanya dengan mereka yang bekerja di dunia maya. Mengingat, di tahun elektoral tingkat lokal dan nasional 2018 dan 2019, bangsa Indonesia mempunyai kebutuhan akan ruang publik-politik yang mempersatukan.
“Kita harus tutup dan cegah ruang politik yang memecah belah demi kompetisi politik yang jujur, adil dan membangun. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan sinergi dan partisipasi publik,” kata Hendardi.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Wiranto menilai tindakan para anggota MCA sebagai pengkhianat bangsa. Wiranto menegaskan, mereka ingin mengacaukan bangsa ini dengan berbagai penyebaran berita provoktif dan bohong. “Mereka hanya ingin pemerintah gagal. Itu namanya pengkhianat,” kata Wiranto.
Ia menjelaskan pemerintah sudah berupaya membangun bangsa ini ke arah yang benar. Pembangunan digalakkan dan pertumbuhannya positif.
Pemerintah juga berupaya agar penyelenggaraan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 berjalan lancar dan demokratis. Pemerintah ingin pastikan semua berjalan tanpa ada hambatan dan gangguan yang bisa mencederai proses demokrasi. Menurutnya, ada kelompok yang berupaya mengacau dan menggagalkan, maka kelompok tersebut harus ditindak.
“Kalau negara sudah aman, arahnya benar, menyelenggarakan Pilkada dengan baik, sudah mempersiapkan pemilu dengan baik, lalu dikacaukan karena hanya ingin mengacau. Itu namanya pengkhianat,” tegas Wiranto.
Dia meminta kepolisian agar menindak tegas para anggota MCA tersebut. Tindakan mereka telah melanggar hukum dan menyebabkan keresahan dalam masyarakat.
Dia juga meminta polisi agar membongkar otak sekaligus pendana kelompok tersebut. Siapa pun yang terlibat harus diproses sesuai hukum yang berlaku. “Kejar, tangkap dan hukum seberat-beratnya,” kata Wiranto. [CHA/TGU]