Koran Sulindo – Siapapun yang bertindak inkonstitusional akan berhadapan dengan hukum, termasuk pihak-pihak yang ingin memanaskan suasana dengan mengancam melakukan gerakan massa mengatasnamakan people power yang diklaim terkait Pemilu Serentak 2019.
Penegasan tersebut disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko merespons merespons isu mobilisasi massa yang disuarakan politikus PAN Amien Rais.
Moeldoko menyebut bahwa siapapun yang melakukan gerakan massa tersebut tidaklah mewakili 192 juta orang yang memiliki hak pilih di Pemilu 2019.
“Mau pamer sejuta atau dua juta orang, itu tidak mewakili 192 juta orang yang punya hak pilih,” kata Moeldoko dalam keterangannya, Sabtu (20/4).
Menyikapi hasil hitung cepat yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei, Moledoko meminta agar semua pihak hendaknya menahan diri sebelum hasil penghitungan resmi hasil Pemilu 2019 yang dilakukan KPU selesai.
KPU akan menyelesaikan perhitungan dan mengumumkan hasil pemilu tanggal 22 Mei mendatang.
“Masing-masing pihak boleh merasa berhak atas kemenangannya, tetapi itu belumlah resmi sehingga belum mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Moeldoko.
Lebih lanjut Moeldoko menyebut dalam KUHP Pasal 160 dijelaskan jika ada yang berusaha menghasut di muka umum dengan lisan maupun tulisan untuk tidak menuruti ketentuan undang-undang, diancam pidana hingga enam tahun penjara.
Hasutan itu termasuk ajakan kepada orang lain untuk melawan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah, lanjut Moeldoko, akan bertindak tegas kepada siapapun yang melanggar, termasuk melawan hasil pemilu yang sah dan diakui oleh undang-undang. “Saya ulang ya, tindakan tegas kepada siapapun,” kata Moeldoko.
Seperti diketahui sebelumnya, Amien Rais menyatakan jika menemukan kecurangan yang sistematis dan masif dalam Pemilu 2019, makan akan ada perlawanan dengan people power. Amien menyebut bakalan memilih perlawanan itu ketimbang jalur hukum.
“Misalnya tim kami bisa membuktikan ada kecurangan yang sistematis terukur dan masif kita yakin sekali, kami enggak akan ke MK lagi, kita akan people power. Tidak boleh ada setetes darah yang tumpah,” ucap Amien Rais saat berorasi dalam Aksi 313 di depan kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (31/3).
Belakangan wacana itu mengemuka setelah haisl hitung cepat berbagai lembaga survei menunjukkan perolehan suara calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya mencapi 44 persen tertinggal dibanding perolehan capres nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf Amin yang meraup 55 persen.
Merespon wacana people power yang digaungkan Amien Rais itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta semua pihak menghormati pilihan rakyat dalam pemilu 2019 ini.
Begitu juga masyarakat juga harus menghormati kerja penyelenggara pemilu, KPU, selaku institusi yang berwenang melakukan penghitungan dan pengumuman hasil pemilu.
“Muhammadiyah percaya dengan perangkat perundang-undangan dan mekanisme pemilu yang sudah menjadi koridor bersama dalam kontestasi pemilu,” kata Haedar saat menggelar konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah Kamis (18/4).
Menurut Haedar, jika dalam pelaksanaan pemilu ada hal-hal yang menjadi masalah atau persengketaan pemilu, Muhammadiyah menilai satu satunya jalur yang harus ditempuh pihak yang merasa dirugikan tak lain jalur hukum dan dijamin konstitusi.
“Kami percaya elite politik, masyarakat, dan kekuatan yang ada di tubuh bangsa ini, termasuk mereka yang berkontestasi tidak akan menggunakan usaha mobilisasi massa atau di luar jalur konstitusi yang dapat mencederai proses demokrasi yang sudah dilalui,” kata dia.
Haedar menuturkan Muhammadiyah percaya tak akan ada yang berusaha menggunakan jalur di luar hukum jika tak puas dengan pemilu karena menilai bangsa Indonesia sudah cukup dewasa. Indonesia pun telah menjalani proses pemilu setidaknya 12 kali.
Senada dengan Haedar, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berbeda pendapat memaknai people power yang digembor-gemborkan Amien Rais.
Mahfud justru menyebut pemilu yang barusan digelar merupakan gambaran people power sesungguhnya.
“Kalau kita mau bicara tentang perlu people power, people power itu ya adalah pemilu itu. People power itu artinya kan rakyat menyatukan kekuatan untuk melakukan perubahan,” kata Mahfud.
Mahfud menyebut rakyat sudah menunjukkan sikap untuk membuat perubahan pada 17 April 2019. Perubahan yang dimaksud ialah penetapan arah negara dalam lima tahun ke depan, sesuai program-program yang diajukan pemerintah. Itulah people power yang sesungguhnya.
“Selamat bagi rakyat Indonesia yang sudah memberikan people power, sudah hampir 80 persen rakyat Indonesia yang memberikan suaranya di pemilu. Itulah people power, bukan yang keras-keras itu,” kata dia.
Sementara itu, juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Andre Rosiade menjelaskan people power yang digelorakan oleh Amien Rais adalah cara mengawal penghitungan suara.
Mereka menegaskan bahwa people power yang mereka rencanakan tak akan memakai kekerasan dan bersifat konstitusional.
“Jadi people power-nya bukan hal-hal yang inkonstitusional, bukanlah cara-cara kekerasan,” kata Andres di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (19/4).
Ia menyebut bentuk pengawalan itu menurut Andre adalah mengawasi penghitungan formulir C1 di TPS dan mengawal tiap-tiap kecamatan untuk mengantisipasi potensi kecurangan yang dapat terjadi.
Andre juga membantah bahwa ajakan people power yang pertama kali dicetuskan Amien itu sebagai ajakan yang inkonstitusional.
“Jadi people power-nya BPN atau people power-nya Pak Amien yaitu mengajak untuk bersama-sama mengawal demokrasi kita berjalan sehat secara konstitusional dengan menjaga TPS,” kata dia.[TGU]