Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang juga Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf Amin menyambangi Ponpes Dzikir AlFath, Sukabumi./CHA

Koran Sulindo – Hari kedua rangkaian Safari Kebangsaan VII melanjutkan perjalanan ke Sukabumi. Rombongan yang dipimpin Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto bersilaturahim ke Pondok Pesantren Dzikir Al Fath, di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (8/2/2019).

Hasto, yang didampingi oleh Wasekjen PDI Perjuagan  Ahmad Basarah dan Ketua DPD PDIP Jawa Barat Tubagus Hasanuddin, diterima oleh Pimpinan Ponpes KH Fajar Laksana bersama ratusan santri dan tokoh budayawan. Penyambutan layaknya tamu agung.

Berbagai pertunjukan silat oleh para santri dan kelompok padepokan seni setempat dipertontonkan. Hasto yang memakai baju Sunda berwarna merah tampak mengikutinya dengan riang.

Setelah itu, Hasto dan rombongan diajak untuk berkeliling ke Museum Prabu Siliwangi yang terletak di bagian depan kompleks pesantren itu. Berbagai koleksi museum yang merupakan peninggalan di era Prabu Siliwangi disimpan di sana. Sosok KH Fajar Laksana memang masih merupakan keturunan Prabu Siliwangi. Begitu juga Tubagus Hasanuddin. Bahkan masih ada persinggungan keturunan keduanya dengan KH Ma’ruf Amin, cawapres nomor urut 01.

“Saya masih ada hubungan darah dengan Kiai Ma’ruf Amin,” ujar Kiai Fajar, kepada Hasto saat keduanya melihat daftar silsilah Prabu Siliwangi, Jumat (8/2/2019).

Berbagai artefak budaya, senjata peninggalan masa lalu seperti keris dan kujang dipertontonkan. Museum itu juga memiliki koleksi sejumlah pedang Tiongkok dan katana Jepang. Salah satunya bahkan dulu pernah dipakai Laksamana Maeda, tokoh Jepang yang membantu Founding Father Soekarno-Hatta melakukan proklamasi kemerdekaan RI.

Hasto diberi kesempatan oleh Kiai Laksana untuk memegang pedang panjang asal Tiongkok dan katanya milik tentara Jepang yang disimpan museum itu. Selanjutjya Hasto pun diarak dengan lisung oleh para santri ke arah sebuah lokasi terbuka. Di sana, sudah disiapkan sebuah upacara adat. Hasto dan Tubagus Hasanuddin diberi kujang, keris, dan tongkat khusus dilapisi kulit harimau asli. Benda itu merupakan pusaka keluarga Syekh Laksana yang dihadiahkan untuk keduanya.

Awalnya ikat kepala diberikan. Maknanya, menurut Syekh Laksana, adalah simbol agar sebagai pemimpin, harus bisa mengikat diri tak tergoda hawa nafsu. Sehingga memimpin negeri harus dengan keadilan dan kebersihan.

Hasto lalu diberikan sebuah pusaka berupa kujang emas Arya Kuningan. Makna pemberian itu adalah agar bisa mewujudkan misi membawa keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan.

“Mudah mudahan dalam memimpin bangsa bisa membawa keadilan dan kesejahteraan. Seperti sila kelima Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Syekh Laksana.

Sementara Tubagus Hasanuddin diberikan sebuah keris yang bermakna pemberian buat seseorang yang tinggi derajatnya.

“Orang yang tak tinggi derajatnya tak mungkin memiliki keris. Kalau bapak ini, sudah bergelar tubagus, seorang jenderal pula,” katanya.

Benda yang diberikan merupakan peninggalan keluarga sejak masa pemerintahan Raden Joko Tingkir.

Hasto dan Hasanuddin ternyata tak datang dengan tangan kosong. Sebagai balasannya, Hasto menyerahkan tiga buah cincin khusus dan sebuah alat musik terompet tradisional kepada Kiai Laksana.

“Cincin ini bulat, menyiratkan persahabatan dan silaturahmi diantara kita tak boleh ada ujungnya. Kami membawa tiga cincin, karena kebetulan kami dapat nomor tiga,” kata Hasanuddin.

“Cincin ini dibungkus warna merah, karena darah kita merah, sama-sama mengabdi mempertahankan NKRI berdasarkan Pancasila sampai titik darah penghabisan,” imbuh Hasanuddin yang disambut teriakan ‘Allahuakbar’ oleh Kiai Laksana dan para santrinya.

Selanjutnya, santriwan dan santriwati mempertontonkan atraksi pencak silat maupun pertunjukan seni dan budaya. [CHA]