Koran Sulindo – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno sama-sama mendorong para aktivis Pemuda Muhammadiyah terlibat memastikan masa depan Indonesia yang lebih baik, pada Pemilu 2024 dan setelahnya. Bahwa pemuda negarawan harus didorong demi kemajuan Indonesia Raya di mata dunia.
Hal itu disampaikan Hasto dan Eddy saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemuda Muhammadiyah, bertajuk “Konfigurasi Politik Pemuda Muhammadiyah Menyambut Pesta Demokrasi 2024”. Acara itu dihadiri pengurus Pemuda Muhammadiyah seluruh Indonesia, di Jakarta, Minggu (2/5).
Hasto mengatakan, tak ada pemilik tunggal republik, karena Indonesia adalah negara gotong royong yang menjadikan rakyat sebagai satu-satunya pemegang legitimasi kekuasaan. Sejak awal berdiri, gotong royong sudah nyata. Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), dan Partai Nasional Indoensia (PNI) sebagai representasi kelompok Nasionalis selalu bersama mempelopori Indonesia Merdeka. Hasto lalu bercerita banyak soal Bung Karno dan Muhammadiyah.
“Jadi kalau cikal bakal PAN adalah Muhammadiyah, maka kerja sama kami dengan PAN dan Pemuda Muhammadiyah, punya legitimasi historis dan ideologis. Karena kita bersamalah yang memegang obor semangat keindonesiaan itu sejak awal,” kata Hasto.
Hasto juga berbicara soal kondisi Indonesia yang sejak 1997-1998, kedaulatan politik negara berusaha dikontrol lewat Letter Of Intent, International Monetary Fund (IMF). Lalu terjadi juga reproduksi American Politics di Indonesia dengan credo one man, one vote, dan one value yang menggantikan demokrasi musyawarah.
Akibatnya, muncul berbagai dampak negatif, dimana terjadi konvergensi politik-hukum-kapital-pemilik media; meningkatnya primordialisme, hingga konflik Pancasila melawan ideologi transnasional.
Situasi ini membuat Indonesia mundur dari kemajuan yang pernah terjadi sebelumnya. Di era kepemimpinan Bung Karno, kekuatan Pancasila berhasil mendorong kemerdekaan bangsa Maroko, Tunisia dan Aljazair, serta dukungan penuh bagi Palestina dan Pakistan.
“Aljazair merdeka karena campur tangan Indonesia. Apa kita tak bangga? Tiba-tiba sekarang kita cuma melihat ke dalam, masalah di dalam negeri melulu, seakan terjadi konflik antara Pancasila dan Islam. Padahal m, Pancasila dahulu justru memerdekakan negara dunia Islam,” kata Hasto.
“Kenapa tiba-tiba sekarang semuanya mikir ke dalam? Hanya berdansa untuk 2024? Dimana kekuatan kita untuk memerdekakan bangsa lain? Maka kita harus outward looking,” ungkap Hasto.
“Konflik Timur Tengah, Korea, Laut Tiongkok Selatan, harusnya kita yang campur tangan sebagai peace facilitator. Dengan Pancasila, dan politik kuar negeri bebas aktif Indonesia menjadi solusi bagi perdamaian dunia. Karena itulah kuta harus percaya diri dengan kekuatan Pancasila. Semangat inilah kita harapkan dari Pemuda Muhammadiyah. Bagaimana anda mendorong sinar cahaya Muhammadiyah bagi kemajuan peradaban Indonesia dan dunia seperti disampaikan Bung Karno, Islam is a progress,” urainya.
Intinya, Hasto menyimpulkan 4 hal. Pertama, bagaimana Pemuda Muhammadiyah memiliki kekuatan ideologis dan moralitas yang baik. “Yakni Pancasila dan semangat Islam is a progress,” kata Hasto.
Kedua, bagaimana Pemuda Muhammadiyah bersama pemuda Indonesia lainnya menguasai sains dan teknologi. Sebab tak ada bangsa yang besar tanpa riset serta inovasi.
Ketiga, kader Pemuda Muhammadiyah harus memiliki kemampuan organisasi yang, beserta kemampuan leadership yabg handal dan juga mampu berkomunikasi yang baik.
“Keempat, cara pandang. Anda harus berjuang mendorong kemajuan Indonesia di dunia. Jadi outward looking,” kata Hasto.
Keempat hal di atas harus dibumikan dalam tradisi, kultur dan alamnya Indonesia.
“Jadi Pemuda Muhammadiyah tak hanya bicara soal kira-kira 2024 di posisi politik apa. Tetapi juga ketika masuk ke politik, apa yang akan kita perjuangkan bagi peradaban, menciptakan sejarah kemajuan bagi kepemimpinan Indonesia untuk dunia? Mari keluarkan gagasan terbaik kita,” tutur Hasto.
Sekjen PAN Eddy Soeparno juga mengatakan bahwa selama ini banyak yang menduga partai politik sekadar memikirkan pemenangan pemilu setiap lima tahun. Namun yang kerap tak diketahui, bahwa parpol sebenarnya memikirkan bagaimana menciptakan negarawan.
“Sering disebut politikus hanya pikirkan elektoral tiap 5 tahun. Namun sosok negarawan memikirkan bagaimana generasi berikutnya. Mas Hasto dengan kami di PAN, mungkin bisa disebut hybrid,” urai Eddy.
“Kami politisi hybrid. Artinya, tugas kita memenangkan pemilu. Betul. Itu tugas pokok supaya bisa perjuangkan aspirasi masyarakat. Namun, utamanya ada tugas menciptakan negarawan yang memikirkan generasi bangsa ke depan,” tambah Eddy.
Secara khusus, Eddy mendorong Pemuda Muhammadiyah bisa menjadi penghubung yang baik bagi para generasi milenial serta generasi Z. Khususnya demi bisa memahami politik dan tak apatis terhadapnya.
Ketua Pemuda Muhammadiyah, Sunanto, mengatakan bahwa pihaknya memang akan serius menyiapkan calon pemimpin bangsa ke depan yang memiliki kualitas negarawan.
“Tantangan kita, melahirkan pemuda negarawan. Yang kita usahakan ke depan, kemungkinan adanya sekolah negarawan yang memupuk Pemuda Muhammadiyah yang tak ahistoris dengan sejarah perjuangan negara, dan juga tak melepaskan empati terhadap warga,” kata Sunanto.
Sunanto melanjutkan bahwa kader Pemuda Muhammadiyah memang harus memahami sejarang perjuangan bangsanya. Namun di sisi lain, juga harus tetap mempertahankan empati kemanusiaannya.
“Sehingga dia membuka dirinya dan perhatiannya untuk warga lain, bukan hanya memikirkan agamanya sendiri, tetapi peduli kemanusiaan, mencerdaskan semua manusia yang ada di Indonesia,” kata Sunanto. [CHA]